Yunani juga bahkan
memiliki pemerintahan yang demokratis (dan secara umum dianggap sebagai salah
satu contoh awal demokrasi). Namun, meskipun bangsa Yunani unggul dalam banyak
hal, gaya memerintah mereka juga menuai reaksi keras dari tokoh-tokoh penting
seperti Sokrates.
Demokrasi Langsung atau Perwakilan
Demokrasi adalah bentuk
pemerintahan di mana kekuasaan berada di tangan rakyat. Bentuknya bisa berupa
dua bentuk utama: demokrasi langsung (warga negara membuat keputusan sendiri)
atau demokrasi perwakilan (pejabat terpilih membuat keputusan atas nama warga
negara).
Sebagian besar negara
demokrasi modern beroperasi dengan beberapa bentuk demokrasi perwakilan seperti
Amerika Serikat, Jerman, dan Inggris. Namun, Yunani kuno memiliki demokrasi
langsung; warga negara memiliki peran langsung dan aktif dalam pemerintahan,
tetapi hal ini lebih mudah dilakukan pada masa itu dibandingkan saat ini karena
negara kota Yunani membuat populasi lebih kecil, dan definisi ‘warga negara’
lebih eksklusif.
Kritik Sokrates Terhadap Demokrasi
Sokrates adalah seorang
filsuf dari Athena pada abad kelima sebelum Masehi, dan ia menjadi salah satu
pemikir paling terkenal pada masanya. Meskipun ia tidak meninggalkan karya tulisnya,
murid-muridnya menjaga warisannya tetap hidup, dan pengaruhnya bergema hingga
kini.
Dia paling dikenal
karena gaya mengajarnya yang sekarang dikenal sebagai Metode Sokrates, di mana
suasana diskusi tanya-jawab dikembangkan untuk merangsang pemikiran kritis.
Sokrates percaya bahwa seseorang harus skeptis terhadap segala sesuatu, dan dia
mempraktikkan apa yang dia ajarkan mengenai demokrasi.
Sokrates adalah seorang
kritikus yang lantang terhadap pemerintah Athena. Dua kritik terbesarnya
terhadap demokrasi adalah mengenai kurangnya pengetahuan yang dimiliki oleh
penguasa mayoritas dan potensi demagog.
Kekhawatiran Tentang Aturan Mayoritas
Bayangkan Anda akan
melakukan perjalanan laut. Ini akan menjadi perjalanan yang panjang, lautan
bisa saja badai, dan perjalanan itu berbahaya. Siapa yang Anda inginkan untuk
mengambil keputusan, siapa pun di kapal atau kapten yang sudah terlatih?
Mungkin sang kapten.
Meskipun banyak orang
memandang demokrasi sebagai bentuk pemerintahan yang ideal karena memberikan
warga negara suara, baik melalui tindakan mereka sendiri maupun yang mereka
pilih. Sokrates percaya bahwa ini tidak sebaik yang terlihat.
Dengan menggunakan
kasus yang mirip dengan kisah kapal, ia berpendapat bahwa memberikan suara,
baik secara langsung maupun untuk perwakilan, membutuhkan keterampilan dan
kebijaksanaan yang tidak dimiliki semua orang. Dengan memberikan kepada
orang-orang yang tidak memiliki keterampilan atau kemampuan dapat menyebabkan
kehancuran masyarakat.
Kekhawatiran Sokrates terhadap Demagog
Demagog adalah jenis
pemimpin politik yang mengandalkan prasangka, janji palsu, dan karisma untuk
memanipulasi para pemilih agar memilih mereka. Istilah ini muncul di Yunani
pada abad kelima sebelum Masehi, tepat pada masa Sokrates dan sering digunakan
secara negatif.
Sokrates sendiri sangat
khawatir bahwa format demokrasi akan menimbulkan hasutan. Sama seperti dia
khawatir aturan mayoritas dapat menyebabkan pemungutan suara yang salah, dia
juga khawatir mereka yang mencalonkan diri untuk jabatan itu sendiri tidak
memiliki kebijaksanaan yang diperlukan untuk memimpin dan mungkin menggunakan
posisi terpilih mereka untuk keuntungan pribadi daripada kebaikan bersama.
Mengingat bahwa para
demagog dapat merusak di Yunani Kuno, seperti Cleon, yang kekuasaannya yang
brutal hampir menghancurkan demokrasi Athena, mungkin saja kekhawatiran
Socrates beralasan.
Sokrates Dihukum
Meskipun Sokrates tidak
percaya pada demokrasi, penting untuk diingat bahwa ia memiliki pengalaman
buruk dengan institusi ini, dan pada akhirnya, pengadilan demokratislah yang
mengakibatkan kematiannya. Kritik-kritiknya terbukti benar ketika juri Athena
menyatakan bahwa ia bersalah atas ketidaksalehan dan merusak generasi muda.
Peringatannya yang
disampaikan melalui murid-muridnya, terutama Plato menjadi kenyataan ketika
pemerintah yang tidak ia percayai membunuhnya. Dia tetap skeptis terhadap
keyakinan mereka sampai akhir, membela aktivitasnya sendiri dan pada akhirnya
pengadilan yang tidak adil mempengaruhi keputusan untuk menghukumnya.*