P2G: Gaji Guru Honorer di NTT Berkisar Rp. 200.000

P2G: Gaji Guru Honorer di NTT Berkisar Rp. 200.000

Ilustrasi guru honorer. (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)



Setapak Rai Numbei (Dalan Inuk)Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim mengatakan ada banyak masalah soal pendidikan menghantui Nusa Tenggara Timur (NTT). Salah satunya, guru honorer yang diupah ratusan ribu saja.

Oleh sebab itu, ia menilai kebijakan Pemprov NTT yang meminta murid Sekolah Menengah Atas (SMA) masuk pukul 05.00 WITA tidak berkorelasi dengan capaian kualitas pendidikan.

"Ribuan guru honorer di NTT diberi upah jauh di bawah UMK/UMP berkisar antara Rp200 ribu hingga Rp750 ribu per bulan," ujar Satriwan Salim dalam keterangannya yang dirilis pada, Selasa (28/2).

Ia lantas membeberkan masalah pendidikan di NTT, diantarnya menjadi prevalensi stunting tertinggi sebesar 37,8 persen berdasarkan data Kemenkes pada 2021).

Dari data BPS pada 2021, kata Satriwan, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) NTT hanya 65,28 peringkat ke-32 dari 34 provinsi. Kemudian, masih banyak kelas-kelas di sekolah dalam kondisi rusak 47.832 kelas berdasarkan Neraca Pendidikan daerah (NPD) Kemdikbudristek pada 2021.

"66 persen SD belum dan berakreditasi C, 61 persen SMP belum dan berakreditasi C, 56 persen SMK belum dan berakreditasi C," kata dia.

Menurut, Satriwan seharusnya Pemprov NTT lebih fokus menyelesaikan masalah-masalah esensial dari pada mengurus jam sekolah.

"Mestinya kebijakan pendidikan Pemprov fokus saja pada masalah yang esensial dan pokok di atas. Bisa dikatakan Pemprov NTT menggaruk yang tidak gatal," kata dia.

Lebih lanjut, Satriwan juga mengkritisi bahwa wacana kebijakan tersebut sangat tidak ramah anak, orang tua, dan guru.

Ia tak membayangkan bagaimana nasib para peserta didik maupun pengajar yang minim sarana transportasi umum termasuk minim penerangan lampu jalan saat harus berangkat sekolah di pagi buta.

Dalam laporan jaringan P2G NTT, kondisi pukul 05.00 WITA di NTT justru masih sepi aktivitas masyarakat dan suasana masih gelap. Sehingga berpotensi menciptakan tindak kriminalitas atau rentan faktor keamanan pada peserta didik dan pengajar.

P2G juga menilai kebijakan ini berpotensi meningkatkan taraf biaya hidup orang tua siswa. Sebab bagi yang rumahnya jauh dari sekolah dan belum ada kendaraan umum yang beroperasi pada jam tersebut, maka ada kemungkinan mereka akan terpaksa mengontrak kos-kosan di dekat sekolah.

"Tentu berdampak pada membengkaknya biaya hidup tambahan per bulan. Atau mereka terpaksa beli kendaraan bermotor. Pengeluaran biaya sekolah membengkak naik," lanjutnya.

Dengan demikian, P2G dengan menimbang kondisi yang telah disebutkan, mendesak agar Pemprov NTT membatalkan kebijakan tersebut, lantaran mereka menilai kebijakan tersebut tidak memiliki pijakan akademis sedikitpun. Pun kebijakan itu menurut P26 tidak ramah terhadap siswa, orang tua, dan guru.

P2G juga meminta Menteri Dalam Negeri untuk mengevaluasi dan menegur Pemprov NTT serta meminta Mendikbudristek berkoordinasi dan berkomunikasi dengan Pemprov NTT untuk mengkaji ulang kebijakan pendidikan tersebut.

"Serta meningkatkan intensitas pendampingan sesuai kewenangan Kemdikbudristek dalam meningkatkan kualitas pendidikan dan guru di NTT," ujar Satriwan. *** cnnindonesia.com




 

Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama