Pendidikan Diskresi: Kisah Inspiratif dalam Keterbatasan Hidup (Sepenggal Cerita Jalan Setapak Dunia Pendidikan)

Pendidikan Diskresi: Kisah Inspiratif dalam Keterbatasan Hidup (Sepenggal Cerita Jalan Setapak Dunia Pendidikan)

Siswa/i SMP Negeri Kateri Kecamatan Malaka Tengah Kabupaten Malaka Provinsi Nusa Tenggara 
Timur sedang mengakses komputer

Setapak Rai Numbei (Dalan Inuk)Kesibukan yang dihadapi banyak individu dalam mengejar karier dewasa ini menjadi suatu keharusan yang tak terhindarkan. Seiring dengan pertambahan jumlah populasi manusia, persaingan di dunia kerja semakin ketat. Lantas bagaimana bakat, peduli, dan bersyukur dapat ditempatkan dalam perjuangan meraih masa depan yang lebih baik?

Pertanyaan tersebut menjadi kunci karena di saat yang bersamaan, sumber daya alam yang makin terbatas mendorong orang lebih bijak dalam mempersiapkan masa depan. Sebagai respons terhadap tuntutan demikian, berbagai program keterampilan dikembangkan dengan harapan bahwa lulusan dapat dengan mudah diterima di berbagai sektor pekerjaan.

Meskipun pentingnya pekerjaan sebagai tujuan akhir dari pendidikan, tampaknya terdapat ketidakseimbangan antara pendekatan sekolah umum dan sekolah kejuruan. Beberapa lembaga pendidikan lebih fokus pada persiapan karier, sementara yang lain mengutamakan pengembangan intelektual dan wawasan.

Seringkali, keberhasilan sekolah diukur dari seberapa banyak lulusan yang langsung memasuki dunia kerja. Namun, pendidikan seharusnya lebih dari sekadar pelatihan untuk pekerjaan; seharusnya menciptakan individu yang memiliki kemampuan untuk berpikir kritis, memahami kompleksitas dunia, dan mampu mengadaptasi diri terhadap perubahan.

Oleh karena itu, sangat penting untuk menekankan bahwa tujuan utama dari pendidikan bukan hanya untuk mencari pekerjaan, tetapi juga untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang dapat diterapkan dalam berbagai situasi. Dalam proses pembelajaran, perlu ditekankan bahwa pembelajar perlu dilatih untuk memahami kebutuhan mereka saat ini dan di masa depan.

Proses formatif yang dilakukan mencakup pengembangan kemampuan mengidentifikasi peluang, mengelola risiko, dan mengantisipasi perubahan dalam lingkungan kerja. Dengan pendekatan ini, pendidikan akan memberikan landasan yang kokoh bagi individu untuk mencapai sukses tidak hanya dalam karier mereka tetapi juga dalam kehidupan secara keseluruhan.

Ilustrasi yang menarik dari John R. Coleman, mantan presiden Haverford College, mencerminkan keputusannya untuk merasakan secara langsung penderitaan para tunawisma di Kota New York. Dengan menghabiskan sepuluh hari di jalanan tanpa uang atau tempat tinggal, Coleman mencatat pengalamannya dalam buku harian yang kemudian diterbitkan di majalah New Yorkers.

Salah satu catatan mencerminkan perubahan sikapnya dikutip oleh Mark Link (2014), "Saya berjalan lebih lambat. Saya tidak lagi melihat perlunya menerobos lampu lalu lintas. Kekuatan kebiasaan masih membuat pergelangan tanganku terlihat. Tapi tidak ada jam tangan di sana, dan tidak akan ada bedanya jika ada.

Termometer menjadi jauh lebih penting. Saya kembali ke jeruji panas di 45th Street. Orang yang ada di sana tadi malam sudah berada di tempatnya." Pengalaman Coleman tidak hanya memberinya wawasan mendalam tentang kondisi tunawisma, tetapi juga mempengaruhi sikapnya terhadap mereka secara dramatis.

Dari kisah Coleman, dapat disimpulkan bahwa manusia memiliki hierarki kebutuhan yang berbeda. Mereka yang mampu bersyukur mampu memahami dan mengejar apa yang sebenarnya dibutuhkan dan layak untuk diperjuangkan.

Individu yang telah terbiasa membedakan antara kebutuhan yang alami dan keinginan semu, guna memperjuangkan nilai-nilai mulia. Mereka tidak terjerat oleh dorongan liar dan hampa, melainkan mampu mengarahkan bakat dan talenta mereka untuk mencapai tujuan dengan cara yang benar.

Dengan demikian, cerita Coleman menggambarkan bahwa penerimaan akan kebutuhan yang sesungguhnya dan kemampuan untuk mengekang hawa nafsu merupakan kunci untuk memperjuangkan nilai-nilai yang benar dan memanfaatkan bakat dan talenta dengan cara yang konstruktif.

Penerimaan diri juga mengajarkan bahwa pengalaman langsung dengan realitas sosial dapat mengubah pandangan seseorang dan menggugah kepedulian terhadap mereka yang kurang beruntung.

Pengelolaan dan pengembangan bakat dan talenta orang secara tepat tidak dapat diabaikan. Setiap keinginan dan aspirasi haruslah diperhitungkan dengan matang, karena diskresi atau pilihan yang diambil mungkin tidak selalu sejalan dengan prioritas yang sebenarnya.

Selain itu, kebutuhan hidup juga harus dilihat secara proporsional sesuai dengan kapasitas yang dimiliki oleh setiap individu. Meresapi nilai bersyukur menjadi cerminan penting dalam menjalani perjalanan hidup, baik itu di lingkungan pendidikan formal maupun informal.

Kemampuan untuk mensyukuri apa yang dimiliki akan memberikan perspektif yang lebih jelas dan membantu mengatasi berbagai tantangan dalam perjalanan hidup yang penuh liku-liku, baik di sekolah maupun dalam kehidupan nyata.

Dengan demikian, kesadaran akan potensi diri, kebijaksanaan dalam membuat diskresi, dan kemampuan untuk bersyukur akan membantu individu mengarungi jalan hidup dengan lebih baik. Pendidikan, baik formal maupun informal, menjadi panggung utama di mana proses ini dapat berlangsung.

Melalui refleksi diri dan pengembangan sikap positif, setiap individu dapat mengejar tujuan hidupnya dengan lebih mantap dan membentuk fondasi yang kuat untuk menghadapi tantangan masa depan.

 


Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama