Patung Mater Dolorosa yang berada di taman kota Larantuka yang menjadi salah satu lokasi doa umat Katolik. Foto : Istimewa |
Untuk Provinsi NTT,
selain Semana Santa, juga ada festival dugong Alor, festival parade pesona
kebangsaan Kabupaten Ende, festival atraksi budaya pah Meto kabupaten TTS dan
Wolobobo Ngada festival.
Dimasukannya Semana
Santa menjadi sebuah festival ini menuai penolakan dari umat Katolik di Kota
Larantuka.
Menurut umat Katolik,
hal itu belum disetujui oleh hierarki gereja Katolik Keuskupan Larantuka,
keluarga besar pewaris kerajaan Larantuka, suku-suku Semana, serta seluruh umat
katolik khususnya di Larantuka.
Menanggapi itu, Kadis
Pariwisata Flotim, Petrus Pemang Liku menjelaskan pemaknaan festival bukan
dalam konteks pergelaran seni budaya, perlombaan atau pagelaran hura-hura
seperti festival yang lain, tapi sebagai sebuah perayaan iman untuk memperigati
ritual sakral keagamaan dari aspek inkulturasi antara agama katolik dan budaya
masyarakat Larantuka.
"Pemaknaan
festival hanyalah nomenklatur. Semana Santa tetap sebagai perayaan iman. Peran
Pemda Flotim mendatangkan bantuan untuk memperlancar ritual sakral itu,"
katanya.
Dengan masuknya Semana
Santa dalam KEN, peran dari Kementerian Pariwisata untuk membantu hal-hal di
luar konteks keagamaan seperti, penginapan yang masih terbatas, toilet
portable, tenda, sarana prokes juga dalam konteks pelaku ekonomi kreatif
seperti kuliner, cinderamata hingga pembuatan lilin akan mendapat bantuan dari
pihak kementerian.
"Selama ini, habis
prosesi Semana Santa, para peziarah kembali dan nginap di kabupaten Sikka
karena kita masih kekurangan homestay. Juga toilet portabel yang disediakan di
tempat tempat tertentu. Juga pelaku ekonomi pasti ada perhatian dari pemerintah
yang bisa membantu masyarakat dalam even ini," jelasnnya.
Dia membantah jika
pemerintah daerah Flores Timur disebut sedang berupaya mengeksploitasi ritual
sakral Semana Santa. Pemerintah, kata dia, akan segera menjelaskan pemaknaan
festival ke pihak keuskupan, kerajaan Larantuka dan juga suku-suku Semana.
"Festival hanyalah
nomenklatur dari kementerian pariwisata. Konteksnya berbeda dengan festival
yang lain," tutupnya.
Sementara itu,
Pemerintah Daerah Flores Timur telah menyurati pihak kementerian pariwisata
untuk mempertimbangkan penggunaan istilah festival bagi ritual keagamaan Semana
Santa di Kota Larantuka yang menuai polemik di tengah masyarakat.
"Saya selaku
bupati, sudah menyurati kementerian untuk dipertimbangkan kembali soal
nomenklatur festival. Saya minta bagar dirubah tidak lagi pakai festival,"
ujar Bupati Flores Timur, Antonius Gege Hadjon kepada wartawan, Kamis (24/3).
Menurut dia, penggunaan
kata festival Semana Santa hanyalah nomenklatur pihak kementerian setelah
Semana Santa dimasukan ke dalam Kharisma Even Nusantara (KEN) tahun 2022. Meski
demikian, ia mengaku secara pribadi sudah menolak Semana Santa disebut sebagai
sebuah festival.
"Apakah dengan
kata festival lalu Semana Santa berubah menjadi pesta? Tidak sama sekali. Ini
hanya nomenklatur saja. Sejak 2018 lalu saya sudah tolak pakai kata festival.
Tapi kan ini keputusan kementerian. Tidak ada perubahan apapun untuk Semana
Santa yang selama ini sebagai icon pariwisata Flotim," katanya.
"Kita ini hidup di
dalam sebuah negara. Apa yang kita lakukan negara wajib tau. Mereka mau
menyebut apapun, Semana Santa tetap Semana Santa, tidak bisa dirubah,"
tegasnya.
***
Source: florespedia