Begitulah nasib
orang-orang terang itu! setelah mereka mengalami malam yang bergelimang
benderang oleh hujan cahaya yang ulang-alik dari langit ke bumi dan dari bumi
ke langit, lalu tinggal di antara mereka, mereka lupa mencari jalan lain yang
pas ketika pulang ke rumah.
Betapa memilukan!
masing-masing mereka selalu menyembunyikan pengalaman terangnya; ada ketakutan;
mereka sangat ingin menceritakan kepada orang-orang di sekitarnya, para
tetangga dan siapapun yang mereka temui, di tempat pekerjaan, di kantor, pasar,
jalanan dan di manapun tapi macet di perkataan; mereka kehilangan keberanian
untuk berwarta tentang terang yang benderang itu.
Maka, biarpun siang
tapi mata mereka merasakan gelap; sebagian dari mereka mengeluh kepada Sang
Terang kenapa jalan lain ini begini sulit, tidak ada enak-enaknya; bahkan
kebanyakan di antara mereka mengurungkan niatnya untuk menceritakan pengalaman
dengan Sang Terang dan lebih memilih untuk menyimpannya diam-diam.
Dengan demikian, mereka
sejatinya sedang berjalan di kegelapan siang; ada lima pilar pembentuk
kegelapan siang; pertama, karena berdasarkan pengalaman, kalau mereka
menceritakan pengalaman dengan Sang Terang, masyarakat di sekitarnya
menyimpulkan bahwa si pencerita itu orang gila, atau orang sesat, atau orang
kafir, atau orang takhayul; masih untung kalau sekadar dituduh sebagai orang
lucu atau tukang mengarang; maka mereka pun takut untuk bicara.
@rannumbei1 Merry christmas #FelizNatal #fypã‚· #katolikindonesia #katolikroma ♬ suara asli - Setapak Rai Numbei
Kedua, kebanyakan
orang-orang yang mendengar cerita mereka tidak memiliki alat untuk memahami,
apalagi mempercayai, apa yang dikisahkan.
Ketiga, mereka
menyangka bahwa cahaya adalah yang tampak oleh mata mereka; padahal sejatinya
dalam hati, bukan sudah tinggal di antara mereka.
Keempat, cahaya yang mereka maksudkan adalah sesuatu yang membuat benda-benda bisa dilihat oleh mata mereka.
Kelima, benda yang bisa
mereka lihat dengan mata mereka hanya uang dan kemewahan.
Itulah lima pilar kegelapan siang di jalan pulang yaitu di jalan lain setelah bertemu dengan Sang Terang; ah, jalan lain ini lebih banyak salibnya; tapi tidak apa-lah, sejauh-jauh kegelapan, toh akhirnya pada Sang Terang jualah langkah mereka bermuara.
* Jalan setapak basah dan berlumpur
Medio Wekfui Sasitamean, 26 Desember 2022