banner Satu Huruf, Seribu Makna: Membaca Nilai C dari Pinggir Pendidikan

Satu Huruf, Seribu Makna: Membaca Nilai C dari Pinggir Pendidikan



Suara Numbei News Nilai akreditasi C yang dilekatkan pada SD Katolik Naibone bukan sekadar hasil evaluasi administratif; ia adalah pernyataan kebenaran yang diproduksi oleh sebuah sistem. Dalam filsafat, setiap klaim kebenaran menuntut pertanggungjawaban epistemologis: dari mana pengetahuan itu berasal, dengan alat apa ia dibentuk, dan sejauh mana ia setia pada realitas yang dinilainya. Ketika nilai C diberikan di tengah fakta bahwa dokumen dan bukti fisik sebagian besar tersedia, maka yang dipersoalkan bukan pertama-tama sekolah, melainkan validitas cara mengetahui yang dipakai oleh akreditasi itu sendiri.

Dalam kerangka epistemologi positivistik, mutu direduksi menjadi angka, skor, dan indikator terukur. Realitas pendidikan yang kompleks disederhanakan menjadi instrumen baku. Di titik inilah terjadi kekeliruan mendasar: pendidikan diperlakukan seperti objek teknis, bukan sebagai praktik manusiawi yang hidup dalam konteks. SD Katolik Naibone dinilai bukan sebagaimana ia ada, melainkan sebagaimana ia seharusnya ada menurut standar abstrak. Filsafat sejak lama mengingatkan bahwa ketika peta disamakan dengan wilayah, kebenaran berubah menjadi ilusi.

Dari sudut pandang etika, nilai C memunculkan persoalan keadilan. Aristoteles membedakan keadilan distributif dan korektif. Akreditasi yang adil seharusnya membagi penilaian secara proporsional, memperhitungkan kondisi awal, konteks, dan kemampuan nyata subjek yang dinilai. Ketika sekolah desa diperlakukan sama secara mutlak dengan sekolah yang memiliki kelebihan struktural, maka keadilan tidak lagi ditegakkan, melainkan diseragamkan. Kesetaraan yang tidak adil selalu melahirkan ketimpangan baru.

Lebih jauh, nilai C menunjukkan bagaimana etos instrumental mendominasi pendidikan. Sarana fisik, kelengkapan fasilitas, dan indikator teknis diperlakukan sebagai tujuan, bukan sebagai alat. Dalam perspektif filsafat pendidikan humanistik, ini adalah pembalikan nilai: manusia—guru dan murid—ditundukkan pada benda dan sistem. Dedikasi guru, relasi pedagogis, dan keberlangsungan belajar di tengah keterbatasan kehilangan makna karena tidak mudah dikuantifikasi. Apa yang tidak dapat diukur, dianggap tidak ada.

Proses visitasi yang minim dialog juga memperlihatkan krisis hermeneutika. Sekolah tidak dibaca sebagai teks yang perlu ditafsirkan secara utuh, melainkan sebagai objek yang diperiksa secara sepihak. Padahal, pemahaman yang adil selalu lahir dari dialog—dari kesediaan mendengar, menguji prasangka, dan membuka diri pada makna yang muncul dari konteks. Ketika dialog absen, penilaian berubah menjadi monolog kekuasaan.

Nilai C, dalam situasi ini, berfungsi sebagai simbol kuasa simbolik. Ia memberi label, membentuk persepsi publik, dan menentukan posisi sekolah dalam hierarki mutu. Namun, tanpa refleksi filosofis, simbol ini berisiko menjadi kekerasan simbolik: meniadakan kerja keras dengan satu huruf, mereduksi kompleksitas menjadi stigma. Pendidikan yang seharusnya membebaskan justru ikut melanggengkan ketidakadilan struktural.

Akreditasi, jika setia pada hakikat filsafat pendidikan, seharusnya menjadi praktik kebijaksanaan (phronesis), bukan sekadar penerapan aturan. Ia menuntut kebijaksanaan praktis untuk menimbang antara standar dan realitas, antara ideal dan yang mungkin, antara apa yang kurang dan apa yang sudah diperjuangkan. Tanpa kebijaksanaan ini, akreditasi kehilangan rohnya dan hanya menyisakan prosedur tanpa makna.

Pada akhirnya, pertanyaan yang harus diajukan bukanlah mengapa SD Katolik Naibone bernilai C, melainkan apakah nilai itu sungguh mencerminkan kebenaran tentang mutu pendidikan yang hidup di sana. Filsafat mengajarkan bahwa kebenaran tanpa keadilan adalah kekuasaan, dan penilaian tanpa kebijaksanaan adalah kekerasan halus.

Sekolah tidak membutuhkan belas kasihan,

tetapi pengakuan yang adil atas realitasnya.

 


Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama