Lucky Hakim. ©2021 Merdeka.com/kapanlagi.com |
"Saya sudah dapat
gaji Rp50 juta lebih dengan segala fasilitas yang mewah," ungkap Lucky
dilansir dari kapanlagi.com, Jakarta (Jumat
(16/2).
Lucky Hakim sebenarnya
bukan kepala daerah pertama yang memilih mundur dari jabatannya. Ada beberapa
kepala daerah yang memilih mengakhiri masa jabatannya di pertengahan periode.
Alasannya pun beragam.
Lantas, siapa saja
kepala daerah yang pernah mengundurkan diri? Berikut ulasannya untuk Anda.
Wakil Bupati Nduga, Wentius Namiangge
Tahun 2019, Wakil
Bupati Nduga, Wentius Namiangge mengundurkan diri dari jabatannya. Alasan
terbesar Wentinusa mundur karena konflik antar aparat keamanan yang tak kunjung
usai.
Puncak kekecewaannya
terjadi setelah sopir dan ajudannya tewas terkena tembakan saat dalam
perjalanan di Kampung Yosema Distrik Kenyam, Nduga, Papua pada 20 Desember
2019.
"Saya kecewa
terus, lebih baik saya (jadi) masyarakat biasa daripada saya pusing
terus," kata Wentius kala itu.
Sebenarnya, Wentius
telah melaporkan kasus ini kepada Pemerintah Pusat. Dia melakukan orasi di
Bandara Kanyam 3 hari setelah sopir dan ajudannya tewas. Namun suaranya tak
kunjung didengar. Akhirnya, dia memilih mundur jadi pejabat negara.
Seperti diketahui,
konflik di Nduga, Papua sudah berlangsung cukup lama. Peristiwa itu berawal
dari adanya pembantaian terhadap karyawan PT Istaka Karya pada 2 Desember 2018
di Gunung Kabo. Hingga saat ini konflik antara aparat keamanan dengan kelompok
sipil bersenjata di daerah tersebut tak kunjung selesai.
Bupati Mandailing Natal, Dahlan Hasan Nasution
Masih di tahun 2019,
Bupati Mandailing Natal (Madina), Dahlan Hasan Nasution mengundurkan diri dari
jabatannya.
Alasan terbesar Dahlan
mundur dari orang nomor 1 di Madina lantaran capres dan cawapres yang
didukungnya kalah di Kabupaten Madina. Kala itu, perolehan suara pasangan
capres dan cawapres Joko Widodo dan Maruf Amin kalah dari pasangan Prabowo Subianto dan Sandiaga Salahuddin Uno.
Surat pengunduran
tertanggal 18 April 2019 dan bernomor 019.6/1214/TUMPIM/2019 Dahlan pun beredar
di media sosial. Tak hanya itu, surat langsung ditujukan kepada Presiden RI
Joko Widodo d.p Menteri Dalam Negeri.
Dalam surat itu Dahlan
menjelaskan, dalam kurun waktu tiga tahun terakhir pembangunan di Mandailing
Natal cukup signifikan. Mulai dari pembangunan Pelabuhan Palimbungan, rumah
sakit, lanjutan pembangunan jalan Pantai Barat, dan rencana pembangunan Bandar
Udara Bukit Malintang.
Dalam surat yang sama,
dia mengaku telah memberikan banyak pencerahan kepada masyarakat, putra daerah
dan kalangan ulama terkait pentingnya pembangunan. Namun belum berhasil
mengubah pola pikir masyarakat dalam mendukung berbagai pembangunan.
"Untuk itu, dengan
segala kerendahan hati, kami menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya
kepada Bapak Presiden. Dan sebagai ungkapan rasa tanggung jawab atas
ketidaknyamanan ini dengan segala kerendahan hati, izinkan kami menyampaikan
permohonan untuk berhenti sebagai Bupati Madina," tulisnya kala itu.
Menanggapi itu, Menteri
Dalam Negeri Tjahjo Kumolo melihat alasan pengunduran diri Dahlan tidak wajar.
Dia justru merasa heran, seorang Bupati mundur dari jabatannya karena Jokowi kalah
di hitung cepat wilayahnya.
"Tapi alasan
mundur ini tidak lazim, sehingga akan mencederai amanat masyarakat yang telah
memilih yang bersangkutan secara langsung karena masa jabatan akan berakhir
pada Juni 2021," ungkap Tjahjo sebagaimana dalam keterangan pers Puspen
Kemendagri.
Hingga akhirnya,
Presiden Joko Widodo menolak surat permohonan pengunduran diri Dahlan.
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyebut, aturan soal pengunduran diri
Dahlan seharusnya ditujukan ke DPRD Madina.
"Sekali lagi kami
sampaikan, sesuai Pasal 79 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,
pengunduran diri KDH (Kepala Daerah, red) diajukan kepada DPRD," ujar
Kepala Pusat Penerangan Kemendagri, Bahtiar.
Wakil Bupati Garut, Dicky Chandra
Pada tahun 2011, Wakil
Bupati Dicky Chandra pernah mengundurkan diri dari jabatannya. Dicky mengaku
mengundurkan diri karena merasa tidak mampu menjadi seorang pemimpin dalam
menjalankan amanat masyarakat.
Dia juga mengaku tidak
sanggup mengimbangi pola kepemimpinan yang ada. Bahkan, Dicky mengaku jengkel
terhadap kondisi birokrasi di Pemerintah Kabupaten Garut. Banyak di antara
pegawai yang ingin mendapatkan jabatan dengan cara membayar sejumlah uang.
Selain itu, Dicky juga
kecewa terhadap sikap Bupati Garut Aceng HM Fikri yang masuk menjadi pengurus
Partai Golkar Provinsi Jawa Barat. Padahal, pasangan Aceng dan Dicky maju
menjadi kepala daerah dari jalur independen. Namun, Dicky mengaku pengunduran
dirinya bukan semata dipicu oleh langkah Bupati Aceng yang tidak konsisten
tersebut.
Akibat hubungan
kepemimpinan yang tidak harmonis, proses pembangunan di Garut mengalami
kemunduran. Dia mencontohkan banyak kebijakan pemerintah yang lambat. Program
Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) yang merupakan fasilitas pelayanan
kesehatan secara gratis bagi warga miskin tidak maksimal akibat pendataan warga
miskin yang tidak akurat.
Dicky mengaku sudah
berulang kali meminta mundur dari posisinya kepada Bupati Aceng Fikri, namun
tak kunjung dikabulkan. Meski begitu, alasannya mundur dari Wakil Bupati Garut
bukan karena membenci partner kerjanya. Hanya saja dia merasa sudah tidak
sanggup bekerja sama dengan Sang Bupati.
"Alasan saya
mengundurkan diri tidak didasarkan kebencian, tapi ini bentuk kesadaran dan
ketidaksanggupan saya dalam mengimbangi pola kepemimpinan yang ada," ujar
Dicky. *** merdeka.com