Janji politik biasanya diucapkan menjelang pemilihan
umum. Fungsi janji adalah memberikan harapan dan mengikat ingatan pemilih.
Setiap janji politik akan mengikat alam bawah sadar pemilih dan menggerakkan
emosi pemilih untuk memilih siapa yang memberi janji. Demikianlah power dari
janji.
Janji politik di Indonesia umumnya tentang sistem
dan kehidupan yang lebih baik. Ini semacam mimpi dan loncatan politik yang
sangat jauh ke depan dan berlawanan dengan keadaan yang nyata hari ini.
Misalnya janji politik untuk memperbaiki gaji guru
PNS 10 juta per bulan, gaji guru honorer 2 juta per bulan dan harga BBM murah.
Kenyataannya, gaji guru PNS jauh dari angka 10 juta, gaji guru honorer sangat
kurang layak dan harga BBM mahal terutama bagi kalangan bawah.
Dalam kenyataannya, untuk merealisasikan janji manis
politik ini maka calon presiden dan calon legislatif harus benar-benar
merevolusi sistem yang ada untuk mengkondisikan kebijakan-kebijakan baru yang
berbeda dan lebih baik dari kenyataan hari ini.
Di sinilah letak masalahnya karena saat di atas
kursi kekuasaan, baik presiden maupun DPR diikat oleh aturan hukum dan
birokrasi yang ada, disandera oleh kepentingan politik partai, berhadapan
dengan kepentingan bisnis serta tentu saja telah berada di zona nyaman.
Presiden dan DPR tentu membutuhkan good will dan benar-benar inisiatif politik
nyata untuk melawan dan mengatasi rintangan-rintangan politik apa pun demi
mewujudkan janji politiknya.
Jika berkiblat kepada jejak digital politisi maka
sangat banyak program kerakyatan yang dijanjikan oleh mereka saat berkampanye
politik. Namun, ketika ia berkuasa ternyata tak berkutik di hadapan birokrasi,
kepentingan partai politik dan kepentingan bisnis. Nasib rakyat cenderung tidak
jelas.
Kasus terakhir adalah konflik agraria di Rempang
Batam membuktikan bahwa kasus konflik agraria umumnya tanpa terobosan berarti
dan cenderung tak memperjuangkan kepentingan masyarakat atas tanah.
Dalam banyak kasus, aparat polisi masih digunakan
dominan dan perjuangan rakyat atas tanah selalu melalui proses panjang dan aksi
kekerasan melawan aparat. Dengan kata lain, tak ada lompatan dan terobosan di
sektor konflik agraria seperti yang dijanjikan dalam kampanye politik.
Alhasil, Slavoj Zizek sebagai filsuf paling berbahaya
di Barat telah menyampaikan sinisme terhadap janji politik yang manis. Mereka
melakukan apa saja walau harus ke Mars, tapi tidak untuk kaum pinggiran.