Adat Kampung Numbei (Kab. Malaka) Dalam Arus Zaman Globalisasi

Adat Kampung Numbei (Kab. Malaka) Dalam Arus Zaman Globalisasi

 

ADAT KAMPUNG NUMBEI DALAM ARUS GELOMBANG PERKEMBANGAN ZAMAN

Oleh: Frederick Mzq

 

Taroman Tahu Atok sebagai simbol pengetahuan dan perlindungan masyarakat Kampung Numbei

Budaya merupakan sikap hidup manusia dalam hubungannya secara timbal balik dengan alam dan lingkungan hidupnya, yang di dalamnya sudah tercakup pula segala hasil dari cipta, rasa, karsa, dan karya, baik yang fisik materil maupun yang psikologis dan spiritual.

    Koentjaraningrat dalam bukunya Pengantar Antropologi II (2005: 12) mengemukakan bahwa budaya merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.

             Kebudayaan yang sudah melekat dalam masyarakat dan sudah turun temurun sejak dulu, akan semakin terkonsep dalam kehidupan masyarakat sehingga menjadi sebuah kearifan lokal dan menjadikan kelebihan suatu masyarakat dengan daerah lainnya.

 Nilai-nilai kearifan lokal ini dipertahankan oleh masyarakat yang masih memiliki tingkat kepercayaan yang kuat. Kepercayaan yang masih mentradisi dalam masyarakat juga disebabkan karena kebudayaan yang ada biasanya bersifat universal sehingga kebudayaan tersebut telah melekat pada masyarakat dan sudah mejadi hal yang pokok dalam kehidupannya.

             Hal itu sebagaimana yang dikemukan oleh Soerjono Soekamto (2006: 150) bahwa kebudayaan merupakan sesuatu yang bersifat superorganic, karena kebudayaan bersifat turun temurun dari generasi ke generasi berikutnya, walaupun manusia yang ada di dalam masyarakat senantiasa silih berganti disebabkan kematian dan kelahiran.

         Budaya suatu masyarakat mestinya dapat dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat itu sendiri, karena hal itu merupakan identitas daerah yang membedakan serta menjadi kelebihan dari daerah lainnya. Namun demikian, dalam perjalanannya budaya tersebut terkikis dengan perkembangan zaman, ditambah lagi perkembangan teknologi yang begitu pesat. Akibanya, pola masyarakat dalam kehidupannya mulai bergeser, baik dalam adat budaya maupun dalam kehidupan sosial. Masyarakat modern lebih meninginkan hal-hal yang instan dan express.

     Oleh sebab itu tak heran melihat budaya dalam masyarakat mulai redup saat menghadapi gelombang zaman. Dan apabila terus dibiarkan maka tidak menutup kemungkinan budaya yang menjadi identitas suatu masyarakat tertentu akan punah seiring waktu.

 

Budaya Kampung Numbei

Kampung Numbei merupakan daerah di Kabupaten Malaka, Kecamatan Malaka Tengah, Desa Kateri dengan jumlah penduk ± 70-an KK. Di kampung Numbei ada beberapa suku yakni Suku Mamulak, Mota Ibun, Uma Klaran/Taromi, Tahu Atok, Debu Ain/Naisore dan beberapa suku yang lainnya.  Bahasa daerah yang digunakan adalah bahasa Tetun Terik. Secara umum, budaya di Kampung Numbei memiliki keterpaduan antara beberapa suku yang ada, meskipun terdapat perbedaan pada hal-hal tertentu. Namun dalam hal ini penulis lebih melihat kesamaannya.

     Budaya dan adat di Kampung Numbei memiliki ciri khasnya tersendiri yang berbeda dengan daerah-daerah lainnya. Baik dalam kehidupan sosial masyarakat, budaya dalam penikahan, budaya pada bercocok tanam, budaya upacara adat kesukuan, serta hukum adat atau reusam daerahnya, yang menjadi komponen serta jati diri budaya Kampung Numbei.

     Budaya di Kampung Numbei secara mendasar memiliki keunikkannya tersendiri yang sudah ada sejak zaman daluhu. Dari sekian banyak budaya unik di daerah ini, dapat dilihat dari beberapa contoh kecil, seperti menggelar pesta pernikahan, upacara adat kematian, upacara adat di setiap suku, prosesi pesta yang memiliki pertunjukkan  tarian budaya, mengundang dengan sekapur sirih yang mesti dimakan oleh penerima undangan, dan kegiatan-kegiatan kemasyarakatan lainnya yang berpatokan pada filosofi hakneter no haktaek, bahkan pada kegiatan pesta apapun di kampung, pemuda/i memiliki peran yang sangat vital. Adat Wesei Wehali – Sabete Saladi bisa menjadi fondasi dasar peradaban tatanan sosial kemasyarakatan.

Ada tiga kata kunci yang harus diperhatikan dalam mengimplementasikan budaya yakni mulai dari diri sendiri, mulai dari hal kecil dan mulai dari sekarang”

“Hidup itu harus saling menghargai antar sesama sesuai tradisi adat yang berlaku”

“Didalam kehidupan bermasyarakat harus saling menghargai antar sesama”

“Dimana ada konflik harus hadir sebagai pembawa damai dengan konsep hadomi malu, haklaran, hakneter no haktaek malu

 Hadomi itu kita harus saling sayang tanpa pandang bulu”

Haklaran saling memperhatikan satu sama lain”.

Hakneter – haktaek harus saling mengargai”

“Diri sendiri harus diurus beres sebelum urus yang lain’.

“Tidak boleh ada konflik karena tidak akan menyelesaikan persoalan”.

         Budaya yang disebutkan di atas merupakan sebagian kecil dari sekian banyak budaya yang ada di Kampung Numbei yang meliputi seluruh kehidupan sosial masyarakat, dan tentunya tidak dapat disebutkan satu per satu dalam tulisan singkat ini. Namun dari sebagian kecil tersebut dapat dijadikan contoh bagaimana budaya di Kampung Numbei tetap bertumbuh dan berkembang relevan dengan perkembangan zaman dan teknologi.

 

Gelombang Zaman

Sebagian kecil budaya yang disebutkan di atas, dalam perjalanannya tak dapat dihelakkan dari perkembangan zaman, ditambah lagi perkembangan teknologi yang dirasakan oleh seluruh masyarakat. Akibatnya budaya-budaya itu mulai terkikis seiring waktu dikarenakan masyarakatnya mengingingkan yang express dan instan dalam kehidupan.

Sebagian contoh kecil budaya itu merupakan cerminan bagaimana ia menghadap zaman, dan tentunya apabila hal yang kecil itu dibiarkan, maka budaya-budaya yang lebih besar lainnya akan dihujam era globalisasi.Itu dapat dilihat dari beberapa contoh kecil pada kegiatan-kegiatan pesta. Penulis mengambil contoh pada pesta, karena budaya Kampung Numbei sangat kental tercermin sejak hari pertama pesta hingga selesai.

Saat ini, acara pesta masyarakat lebih menginginkan lebih cepat dan express yang memangkas waktu dari biasanya, akibatnya budaya-budaya juga ikut terpangkas. Dahulunya masyarakat mengundang pada acara tertentu harus menggunakan sekapur sirih, kini diganti dengan kertas kecil yang hanya ditulis jadwalnya yang konon juga disebut sekapur sirih. Budaya penyajian sirih pinang di masyarakat Kampung Numbei pada dasarnya dihidangkan dengan pada kabir (tempat sirih pinang yang dianyam menggunakan daun lontar) kepada setiap tamu, saat ini hal itu diganti dengan adat modern yakni menggunakan piring kaca. Teknik menganyam kabir/koba pun dengan corak motfinya yang khas hanya bisa dilakukan oleh kaum perempuan yang sudah lanjut usia (ferek-ferek/Nenek-nenek tua)  sedangkan anak muda sudah tidak mengetahuinya lagi.

     Dalam proses pesta, biasanya juga digelar berbagai macam budaya, sehingga generasi pemuda mengetahui dan mengenal bagaimana budaya daerahnya sendiri. Namun pergelaran budaya itu saat ini mulai redup, dan bahkan hal-hal kecil seperti tarian daerah yang khas (bidu, likurai, tebe bot dengan nyanyian akapela dan gong), berbalas pantun serta budaya lainnya saat pesta pernikahan mulai dipandang sebelah mata, meskipun masih ada beberapa tarian daerah masih dilestarikan dengan bantuan iringan musik yang sudah direkam dan dipakai kalayak masyarakat umum.

     Para pemuda-pemudi tidak memahami seutuhnya bagaimana budaya dan adat daerahnya sendiri yang seharusnya kewajiban mereka untuk menerusi itu. Seharusnya budaya mesti dijaga kelestariannya, agar budaya yang merupakan jati diri masyarakat tetap kokoh mekipun dihantam arus perkembangan zaman.

 

Selayang Solusi

Pelestarian terhadap suatu kebudayaan dapat berjalan lancar apabila mendapat dukungan dari dari semua pihak. Suatu kebudayaan juga dapat lestari apabila didukung oleh partisipasi dari masyarakatnya, tidak menutup kemungkinan apabila dalam perjalanannya terdapat hambatan-hambatan, karena setiap perubahan yang terjadi terhadap masyarakat akan berdampak buruk terhadap kebudayaannya.

Namun demikian, hal itu dapat diatasi dengan beberapa cara yang mesti didukung dengan semangat pelestarian. Karena apabila tanpa semangat dari setiap unsur masyarakat, maka hal ini juga tak dapat dilakukan.

Pertama, para tokoh masyarakat mesti dapat memberikan pendidikan adat dan budaya bagi penerus generasinya terutama pemuda, sehingga mereka mengetahui adat dan budaya serta maknanya dalam pelestarian. Dalam hal ini tokoh masyarakat mesti harus menggelar pendidikan adat atau sosialisasi adat yang berkelanjutan di Kampung Numbei.

Kedua, pemuda mesti memupuk semangat dalam pelestarian adat dan budaya melalui belajar dengan tokoh masyarakat. Sehingga sebagai penerus daerah dapat memahami adat dan budaya daerahnya.

Ketiga, pelestarian adat dan budaya tak dapat dijalankan oleh tokoh masyarakat dan pemuda saja tanpa dukungan masyarakat. Maka dalam hal ini masyarakat mesti mendukung aturan dan kegiatan adat budaya sehingga dapat lestari seumur masa.

Keempat, diharapkan tokoh masyarakat Kampung Numbei dapat membuat wadah atau forum dewan adat dan budaya Kampung Numbei sebagaimana daerah-daerah lainnya yang telah terlebih dahulu membentuknya. Sehingga forum ini dapat menjadi rujukan masyarakat dalam berbudaya dan beradat. Selain itu dengan forum ini juga dapat memperkaya literasi bacaan budaya Kampung Numbei yang dapat diketahui dan dibaca semua masyarakat.

 

Dalam menjaga dan melestarikan budaya lokal yang ada dalam masyarakat dapat dilakukan dengan berbagai cara. Beberapa cara yang dapat dilakukan oleh seorang anggota masyarakat khususnya kita sebagai generasi muda dalam mendukung kelestarian budaya dan ikut menjaga budaya lokal diantaranya adalah :

a.       Mau mempelajari budaya tersebut, baik hanya sekedar mengenal atau bisa juga dengan ikut mempraktikkannya dalam kehidupan kita

b.              §  Mau mempelajari budaya tersebut, baik hanya sekedar mengenal atau bisa juga dengan ikut mempraktikkannya dalam kehidupan kita

                §  Ikut berpartisipasi apabila ada kegiatan dalam rangka pelestarian kebudayaan

                §  Mengajarkan kebudayaan itu pada generasi penerus sehingga kebudayaan itu tidak musnah dan tetap dapat bertahan

                §  Mencintai budaya sendiri tanpa merendahkan dan melecehkan budaya orang lain

             §  Mempraktikkan penggunaan budaya itu dalam kehidupan sehari-hari, misalnya budaya berbahasa

            §  Menghilangkan perasaan gengsi ataupun malu dengan kebudayaan yang kita miliki

            §  Menghindari sikap primordialisme dan etnosentrisme 

     §  Ajarkan budaya kepada orang lain

 

NEON IDA LARAN IDA HAFUTAR RAI NUMBEI, KETA HALUA ADAT BE SIA RAI RELA

Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama