HARUSKAH IMAN SESEORANG DILEMBAGAKAN
(Oleh: Frederick Mzq)
Tidak
ada satupun agama di dunia ini yang berhak memonopoli kebenaran.Agama dan ilmu pengetahuan
menyejarah dalam pengalaman kehidupan manusia. Manusia dengan kemampuan akal
budi merakit dunia dengan wawasan yang merupakan ratio dan nalar kreatif.
Kehendak manusia memungkinkan manusia untuk berpikir secara bijaksana dan tepat
apa yang harus dilakukannya berhadapan dengan pengalaman. Akal merupakan
originalitas kepribadian manusia. Akal dan budi membentuk manusia menyejarah
dalam lingkup kehidupannya. Keadaan ini menuntut manusia menciptakan revolusi
peradaban. Manusia mengakarkan diri dalam sejarah waktu. Waktu membawa manusia
untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ilmu pengetahuan menjadikan
manusia untuk berinovasi dengan keadaan lingkungan. Inovasi mendorong manusia
untuk berpikir secara teoritis dengan
memperformulasikan kebenaran.
Fakta
menunjukkan bahwa jati diri manusia terbentuk dalam realitas ketika manusia
membuka diri dan menjalin relasi dengan orang lain yang ada di sekitarnya.
Lingkungan memberikan efek untuk peradaptasian demi terciptanyya keselarasan
dan keharmonisan dalam tatanan hidup. Nilai dan norma menjadi pedoman penuntut
gerak langkah dan tingkah laku manusia. Pedoman ini merupakan kaidah yang
memberikan harapan agar manusia menjunjung tinggi nilai adat istiadat dan sopan santun. Ruang lingkup nilai dan
norma menuntut manusia bersikap baik sesuai dengan ajaran moral. Ketika manusia
berada dalam bingkai nilai dan norma, maka agama hadir memberikan kekuatan dan
peneguhan. Agama merpakan suatu kekuatan yang berpengaruh dan dirasakan dalam
realitas fakta riil. Dia mempengaruhi manusia dalam aspek kehidupannya. Ketika
manusia menjalin relasi dengan sesamanya maka terbentuklah persekutuan.
Persekutuan ini dinamakan masyarakat. Oleh karena itu agama dan masyarakat
memiliki hubungan resiprokal. Agama terbentuk menurut apa adaya (das sollen) dan bukan menurut apayang
seharusnya. Keadaan ini membentuk perspektif yang bersifat disvesitas atas
korelasi antara peran agaa bagi manusia yang memasyarakat.
Di
sini manusia diarahkan untuk tidak bersikap taken
for granted. Artinya manusia dengan bebas menerima apa yang sudah terpola
tanpa membuat distingsi yang jelas. Kehadiran agama membentuk sebuah pertanyaan
dilematis di dalam diri manusia. Setiap pribadi dituntut untuk melihat agama.
E. b Taylor mendefenisikan agama sebagai kepercayaan terhadap wujud teringgi.
Sedangkan ilmuwan mendefinisikan agama sebagai simbol untuk menentukan suasana
hati dan memberikan motivasi yang kuat dan than lama di dalam kehidupan manusia
dengan menempatkan konsep-konsep atau merumuskan kepercayaan tentang tatanan
umum eksistensi (manusia dan masyarakat) dan ‘membungkus’ konsep dan
kepercayaan itu seolah-olah sebagai sesuatu yang real atau merupakan fakta
sehingga suasana hati dan motvasi yag tercipta menjadi ideal (Clifford Geertz). Distngsi
dari defenisi agama ini memberikan pemahaman bahwa setiap disiplin ilmu
memberikan konsep yang berbeda tentang agama itu sendiri. Agama bukanlah
penjamin mutlak kebenaran apabila manusia mengatasnamakan agama sebagai
landasan tindakan dehumanisasi.
Agama
dengan wajah ganda tersebut, yakni menghambat perubahan sosial dan mendorong
terjadinya perubahan sosial merupakan sebuah ideologi yang legitim. Maka dari
itu agama bukanlah lembaga kebenaran mutlak yang dapat memvonis. Pada
hakikatnya agama merupakan arah yang memampukan manuia sadar akan realitas
dirinya. Kualiatas kepercayaan akan agama mengarahkan setiap pribadi untuk
berperikemanusiaan dan beradab dengan lingkungan di mana ia berhabitat
Durkheim
mendasari diskusinya tentang agama pada bukti anropologis tentang kepercaaan
dan praktik kehidupan keagamaan yang dilakukan oleh suku-suku Aborigin di Australia yang paling
dasar dari agama. Menurut Durkheim, agama dalam hakikatnya yang paling dasar
besifat sosial. Upacara keagammaan merupakan tindakan kolektif yang menghubungkan individu dengan kelompok sosial
yang lebih luas. Sementara itu kepercayaan-kepercayaan di dalam agama tidak
lain adalah representasi-representasi kolektif atau makna yang dihayati bersama
di dalam kelompok yang mengungkapkan sesuatu yang penting kelompok tersebut. Di
sini, Durkheim menghadirkan atau memperkenalkan individu-individu sebagai yang
mentransendesikan diri ke dalam kesatuan dengan realiats yang lebih besar yakni
masyarakat itu sendiri. Pernyataan ini menegaskan tentang individu dan
masyarakat tidak bisa dilepaspisahkan satu terhadap yang lain. Melalui relasi
ini agama menjamin komitmen dari anggota masyarakat dan memaksa mereka tidak
melakukan atau memaksan kehendak pribadinya.
Agama
memiliki kekuatan kontrol sosial . kendati kontrol sosial digunakan untuk menciptakan perubahan sosial,
namun kontrol sosial pada dasarnya mempertahankan status quo. Sanksi-sanksi
yang diberikan terhadap orang yang melakukan penyimpangan merupakan salah
bentuk dari kontrol sosial. Sanksi-sanksi tersebut memiliki kekuatan yang luar
biasa karena bersumber pada Tuhan atau wujud tertinggi. Pendasaran pengadilan
atau hukuman yang diberikan kepada orang yang besalah dipercayai sebagai hukum
dari Tuhan bukan dari manusia. Wujud teringgi diyakini sebagai ‘Mahaadil”
bak mahkamah agung yang menjatuhkan
vonis terhadap manusia ciptaan-Nya. Gagasan-gagasan keselamatan yang diajarkan
oleh banyak agama mendesak para pemeluk agama untuk mengikuti norma-norma yang telah ditetapkanoleh agama agar memperoleh
keselamatan.
Kontrol
bersifat internal di dalam agama sangat penting. Seorang individu yang
disosialisasikan ke dalam perspektif religius tertentu juga menginteranalisasi
bentuk-bentuk kontrol yang terdapat di dalam agama yang bersangkutan. Sekalipun
sosialisasi tdaklah selalu bersifat sempurna, namun pada ummumnya orang menginternalisasi hal-hal yang bersifat
normaif dalam pertumbuhannya. Sosialisasi memiliki kekuatan yang luar biasa
dalam membentuk kehidupan seorang individu . ketika seorang individu dinasihati
untuk melakukan sesuatu berdasarkan norma agama maka pada saat itu agama telah
melakukan kontrol sosial. Kontrol sosial yang bersifat internal kelihatannya
menghalangi terjadinya perubahan sosial karena individu akan merasa bersalah
apabila melanggar norma-norma yang telah dipelajari dan dihidupi
bertahun-tahun.
Kualiats
keagamaan di dalamnya terangkum kepercayaan dan praktik kehidupan agama
tertentu bisa menghambat atau menghambat terjadinya perubahan sosiall.
Pertama,
apakah sistem kepercayaan bersangkutan bersifat kritis terhadap sistem sosial
yang ada? Sistem kepercayaan yang kristis mengandung di dalam dirinya potensi
untuk menentang keteraturan yang ada. Tradisi profetis bangsa Israel, misalnya
merupakan kekuatan yang luar biasa dalam melawan status quo para pemuka
agama iSrael. Selain bersifat kritis,
kualitas kepercayaan dan praktik keagamaan yang bisa mencioptakan perubahan
adalah kepercayaan dan praktik keagamaan yang memiliki standar etis. Penekanan
pada standar-standar etis memberikan dasar yang kuat untuk sebuah tindakan
sosial. Standar-standar yang bersifat etis tersebut sering kali memberikan
inspirasi kepada para pemimpin kelompok untuk melakukan tindakan sosial.
Kedua,
bagaimana sistem kepercayaan tersebut mendefinisikan situasi sosial.
Persepsi-persepsi individu tentang sitausi sosial pada umumnya diepengaruhi
oleh sistem kepercayaan bersangkutan terhadap realitas. Apaila sebuah agama
misalnya mengajarkan bahwa nasib malang merupakan suatu ujian dari Tuhan, maka
orang itu berusaha untuk tidak melawan nasib malang itu. Di dalam hal ini,
orang-orang tidak akan berusaha untuk mengubah nasibnya mereka percaya bahwa
hal demikian pasti merupakan sebuah takdir. Sistem kepercayaan yang mengandung
fatalisme seperti ini tidak akan membawa perubahan di dalam masyarakat.
Sebaliknya sistem kepercayaan yang percaya bahwa nasib manusia sesudah kematian
ditentukan oleh keberhasilan dalam pekerjaan maka orang akan berlomba-lomba
dalam bekerja, sehingga mereka menjadi yakin bahwa mereka akan masuk surga.
Tentu saja sistem kepercayaan yang demikian pada gilirannya akan menciptakan
perubahan sosial di dalam masuarakat.
Ketiga,
bagaimana sistem kepercayaan mendefenisikan hukum antara seorang individu
dengan dunia sosialnya. Menurut Weber, sistem kepercayaan tertentu segala macam
bentuk individualisme. Hubungan anatar individu dan masyarkat sangat penting
agar individu dapat melakukan tindakan sosialnya. Weber juga membedakan
agama-agama yang memusatkan perhatian pada dunia yang akan datang. Interpretasi
Buddhisme yang menganggap barang-barang duniawi sebagai iusi semata-mata.
Di
lain pihak agama dan kebudayaan mempenyai hubungan yang sangat erat. Perwujudan
kehidupan keagamaan diungkapkan melalui kebudayaan. Agama dalam arti tertentu
adalah bagian dari kebudayaan. Sebaliknya banyak saspek kebudayaan ditentukan
dalam agama.
Pertama,
apakah agama atau tingkah laku keagaam adalah sangat penting dalam penting
dalam kebudayaan atau masyarakat tersebut? Apakah tingkah laku atau
tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu di dalam kebudayaan
tersebut selalu mempertimbangkan agama? Adakah pertim,bangan lain apabila orang
melakukan sesuatu? Apabila agama merupakan variabel utama yang harus
dipertimbangkan dalam melakukan sesuatu, maka dengan sendirinya agama mempunyai
andil yang besar dalam menciptakan perubahan sosial. Di Amerika Latin, di mana
pengaruh agama sangat kuat, dinamika kehidupan sosial sangat bergantung kepada
agama. Demikianpun halnya dengan negara-negara Arab yang pengaruh agama sangat
kental bagi kehidupan masyarakat. Hal ini memperlihatkan agama mempengaruhi
tercipatnya perubahan sosial. Sebaliknya, dalam banyak masyarakat moderen agama
tidak mempunyai pengaruh yang kuat dalam menciptakan perubahan sosial. Masih
ada variabel-variabel lain sperti politik, ekonomi, hukum dan lain-lain yang
mempengaruhi perubahan sosial.
Kedua,
apakah masyarakat dan kebudayaan tertentu bisa menerima peran-peran khusus yang
berasal dari institusi agama? Apakah cukup diterima individu yang mengklaim
bahwa dia memiliki peran-peran religius atau tugas-tugas keagamaan? Apakah
tugas-tugas keagamaan itu dipahami sebagai salah bentuk kepemimpinan di dalam
masyarakat bersangkutan? Seorang individu yang mengklaim diri sebagai nabi
mungkin diterima pemeluk agama tertentu, tetapi barangkali dianggap tidak waras
oleh kelompoklainnya. Dalam kebudayaan-kebudayaan di mana agama memainkan peran
penting dalam menentukan cara berpikir dan bertindak, agama berpeluang besar
menjadi agen perubahan sosial ketimbang
dalam masyarakat di mana agama kurang dapat diterima atau peran agama kurang
menonjol.
Agama
dengan wajah ganda tersebut, yakni agama yang menghambat perubahan sosial dan
agama yang mendorong terjadinya perubahan sosial menjadi term diskursus yang
sangat penting. Agama pada hakikatnya mengajarkan kebaikan dan kebenaran.
Keadaan yang mempersulit terjadi yang menyusup masuk dalam lembaga agama adalah
ideologi yang merupakan hasil interpretasi indivual terhadap ajaran atau matra
khas dari setiap agama. Kemampuan akal budi yang menjadi sumber pengetahuan
manusia diminimalisi untuk intensi tertentu dengan mengelabui agama lain.
Polemik ini menyadarkan setiap indiviud untuk melihat kualitas dan kuantias
kepercayaan serta praktik kehidupan beragamanya.