Orang itu memandang
langit
terpesona oleh
bintang-bintang
lalu terlupa berpijak
di atas tanah
terjebak dalam rakus
duniawi
menghamba di kepuasan
materi
mengejar prestise
Orang itu bermimpi
menjadi wow!
menganggap kemewahan
adalah tujuan
mobil paling mewah tapi
plat bodong
motor paling gede tapi
ngemplang pajak
fashion paling glamour
tapi duitnya dari antah berantah
gaya paling borju
karena tidak punya malu
Orang itu tidak tahu
telah memasang tanda hedon
dari ujung rambut
hingga ujung kaki
menjadi saksi bisu
eksistensi mabuk puja puji
ia telah lupa arah dan
kehilangan pijakan
ia telah tercerabut
dari akar budaya ketimurannya
dan ketika waktunya
tiba, barulah ia tahu
dirinya hanyalah asap
terakhir dari lilin yang akan padam.
**
Secarik kertas usang tulisan tangan
aku, dia dan mereka wakili harap kami.
Iya..kami adalah pemilik negeri ini yang kadang ditipu,
yang punya 'Tuan' tapi tidak pernah dituankan, malah hanya dijadikan hamba
kepentingan dan hasrat semu, dipreteli dengan janji tanpa merasakan janji itu
sendiri.
Surat usang ini kami layangkan saat kegerahan kami
memuncak di alam pikir, tidak selaras dengan kerinduan akan janji, lantas
menyeret kemauan tuk 'memberontak' sembari berharap pemimpin kami membaca
serpihan luka dalam surat ini.
Bukan untuk mengubah apa yang sudah terjadi, atau
pun membenarkan saat mata melihat yang tidak benar, tetapi hanya untuk menegur
kalau kalau kami yang empunya negeri ini.
Kami masih berharap dan terus berharap, bukan tuk
mau ditipu lagi, atau sekedar mau dikeyangkan dengan janji manis namun terasa
pahit diakhirnya. Kami hanya meminta apa yang seharusnya dilakukan, dan bukan
diharapkan, ataupun yang dirindukan karena kami menuntut yang ada bukan nanti
tapi sekarang.
Surat usang ini, adalah cacatan semu, mungkin juga
dinamika hidup kami sebagai 'rakyat' yang kata mereka punya kuasa lebih
ketimbang penguasa tetapi terkadang kuasa kami dikerdilkan karena tidak punya
posisi, jabatan dan uang. Ah..rumit, tetapi serumit ini kah hidup kami? atau
memang begini nasib jadi rakyat? mungkin juga, yang pasti kami masih disini,
masih ditempat yang sama tempat para leluhur kami mengajarkan kebenaran yang
sesungguhnya sembari berharap lahirnya pemimpin baru dengan janji bukan
membutakan tetapi menerangkan kegelapan kami.