Perubahan Perilaku Konsumtif di Era Digital
Salah satu perubahan
gaya hidup yang terjadi di era digital ini yaitu perilaku konsumtif di
masyarakat yang sulit untuk dikontrol. BPS mencatat bahwa pengeluaran konsumsi
rumah tangga meningkat sebesar 3,6% dari Rp1,28 juta per bulan pada September
2021 menjadi Rp1,33 juta pada Maret 2022. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku
konsumtif masyarakat terus berkembang. Tren ini juga sejalan dengan data dari
Pusat Data dan Sistem Informasi (PDSI) Kementerian Perdagangan yang menunjukkan
peningkatan pengguna e-commerce di Indonesia sejak tahun 2020. Pada tahun 2023,
tercatat 58,63 juta pengguna e-commerce, dan diproyeksikan akan terus bertambah
hingga mencapai 99,1 juta pengguna pada tahun 2029.
Pengaruh Media Sosial, Iklan, dan Tren
Kemudahan dalam
mengakses informasi seperti sosial media dan aplikasi perbelanjaan, kerap kali
membuat masyarakat termakan iklan suatu produk yang menawarkan diskon dan promo
menarik. Berbagai tren yang dinamis lewat sosial media juga sangat mempengaruhi
perilaku konsumtif masyarakat. Tren yang populer di media sosial seringkali
dianggap sebagai sesuatu yang keren. Validasi sosial ini terus mendorong
masyarakat untuk mengikuti tren tersebut. Mulai dari pakaian, barang
elektronik, skincare, hingga produk makanan di promosikan di sosial media
dengan algoritmanya yang membuat produk tersebut muncul kepada pengguna.
Peran Influencer dan Affiliator
Kehadiran influencer dan
affiliator semakin memperkuat dorongan konsumsi di era digital. Influencer
sendiri bekerja pada suatu brand yang akan mempromosikan produk dari brand
tersebut di berbagai platform internet. Di sisi lain ada affiliator yang
mendapatkan komisi dari setiap penjualan produk yang berhasil. Meskipun
terdapat perbedaan, influencer dan affiliator sama-sama berperan penting dalam
mendongkrak penjualan e-commerce pada saat ini dengan memanfaatkan jangkauan
dan pengaruh mereka di media sosial untuk memengaruhi keputusan pembelian
konsumen.
Dampak Konsumsi Impulsif dan Implikasinya
Dari penggabungan
faktor kemudahan akses informasi, kekuatan media sosial dan pemasaran influencer,
serta sistem yang mempersonalisasi konten dan iklan untuk pengguna,
menghasilkan kondisi yang kondusif untuk konsumsi yang meningkat dari pembelian
impulsif. Masyarakat cenderung membeli barang secara spontan dan tanpa
perencanaan. Situasi ini juga diperburuk oleh filter bubble yang diciptakan
oleh algoritma media sosial yang memperkuat preferensi konsumsi individu.
Faktor psikologis seperti Fear of Missing Out (FOMO) atau kebutuhan untuk
divalidasi secara sosial juga berkontribusi dalam memicu perilaku ini.
Akibatnya, masyarakat besar kemungkinan akan terjerat hutang kartu kredit,
anggaran yang tidak stabil, dan masalah keuangan lainnya. Lebih buruknya lagi,
pembelian impulsif yang berlebihan dapat menimbulkan masalah sosial seperti
pergeseran yang berorientasi pada aspek material kehidupan dan mengabaikan potensi
dampak negatif terhadap lingkungan.
Kesimpulan dan saran
Era digital, dengan
kemudahan akses informasi melalui smartphone dan internet, telah mengubah
perilaku konsumtif masyarakat Indonesia. Peningkatan pengeluaran, pertumbuhan e-commerce,
pengaruh media sosial dan iklan yang dipersonalisasi, serta peran influencer
dan affiliator berkontribusi pada peningkatan konsumsi impulsif. Hal ini
berpotensi menimbulkan masalah finansial dan psikologis. Oleh karena itu,
diperlukan upaya dari individu dengan meningkatkan literasi digital dan
keuangan, pemerintah dengan regulasi dan edukasi, serta pelaku bisnis dengan
etika pemasaran dan transparansi, untuk menciptakan lingkungan konsumsi yang
lebih sehat dan bijak di era digital.