Bila
yang kau petik di pucuk natal hanya kisah
Apa yang kau sarungkan di hatimu
Untuk suatu ketika kau acung sebagai pedang
Ketika duka atau musuh menghadang nafasmu
Pada
rembang malam, pagi, jelang petang
Bukankah natal sebuah ladang
Tak saja burungburung membutuhkan gabah
Manusia pun hidup dari bijibiji putih maknanya
Antara
Betlehem hingga hati kita
Jaraknya hanya seberapa mau kita menerima Dia
Tak lagi seperti bocah mungil yang lahir dari sang perawan
Tapi kekasih yang berbagi penghiburan di lengang dan air mata kita
Dan
bila ajal tiba dikirimnya kereta kencana
Menjemput kita ke rumahNya dimana nestapa tak ada
Ia mencintai kita seperti bumi tak bertanya
Seberapa besar jahatnya kita padanya
Ketika
kau berseru; aku cinta Yesus
Sebuah telaga tenang dibangunNya di hatimu
Di sana kau mandi, basah, dan berayun di atas riakNya
bersamaNya
laiknya bocah dalam gendongan ibu
tak pernah berkata benci meski ia lelah
“Yesus
ini hatiku”
Katakan itu dengan suka dari dasar hatimu
Sebuah pelangi akan menyusur gelap malam
Hingga tiba di sebuah hari dimana matahari dan hujan
Akan menggambar sebuah tanda padamu;
Di tengah api pun cintaNya tak pernah pudar untukmu
****
Efata
semesti sejak Tirus, Sidon, Dekapolis didatangi
tak ada lagi tanah-tanah kafir
ribuan kota tumbuh di impian kanakkanak
berbagi roti dengan merpati
tapi
semua gagap, tuli. katakata berhenti
perempuanperempuan
menangis di tepi kanal
menambahkan banjir ke akarakar sejarah
anjing
melolong dengan ringkih
menyusupi derak tulang para buruh, terpiuh
merekat mimpi anaknya sendiri
dari
bunyi bedug hingga gementing lonceng
para penjual es tak lagi percaya bisa katakata
kecuali gerincing, desis stom kue putu
merecoki sore bising deram mesinmesin
kampungkampung
dalam rupa lesu
menyeduh setiap ludah peluh
di tengah malam, hitamnya sebegitu biru
di
sini aku ingat kisahmu anastasia
lelaki dengan tatap seindah mata burung Pleci
tubuhnya menguarkan aroma pohon cendana
nafasnya menyemburkan bau kelapa muda
ketika
bungabunga soka mekar seperti sayapsayap serangga
aku mau menyentuh jubahnya, mendengar suaranya yang suasa
berkata: “efata!”
ya…efata
ke seluruh nanah menelaga
sepanjang saman ketika katakata tak berdaya
Pasal
Natal
maut
yang luka
meninggalkan sungaisungai
tubuhtubuh puisi
menulisi senja burungburung sriti
begitu
riuh gaduhnya menyambangi malam
seseorang tiba di langit moyang
pohonpohon trembesi yang menegak
daundaun
matang gugur ke tanah
ia mendesiskan nyanyian
orangorang
miskin lebih dulu melihatnya
ia berjalan di atas seluruh jazirah sejarah
menjelma kota ini
ketika
sukusuku keturunan Abraham diselamatkan
cahaya matahari berkelindan di sayapsayap sriti dan balam
ia datang meniti hari jelang malam
menggenapkan seluruh tahun dulu hilang
emas
kemenyan dan mur
dari timur yang tanahnya berbau dupa, wangi kemangi
diramu menuru dalam wajan
juga semua air mata saman
dipersembahkan padanya
dalam upacara ruwatan domba
lahir untuk tertikam
di
sini dukaduka tumpah
dalam bah kesakitan
karena dunia butuh liang luka
bagi persemaian benihbenih kegembiraan
Selamat
Natal semua!
***
Medio Wekfau, 25 Desember 2024