Di tengah era
disrupsi saat ini, profesi yang paling tergerus zaman adalah ojek pangkalan,
atau populer disingkat Opang. Kecemburuan sosial tak bisa dihindarkan.
Menikmati secangkir kopi bersama Bapak Tias Naben (Background Motor Revo yang digunakan untuk mengais rejeki sebagai tukang ojek) |
“Nyalakan Mesin Motor” bukan “Nyalakan
Aplikasi” begitulah yang sering terucap oleh salah satu tukang ojek di wilayah
Kota Betun Kabupaten Malaka, NTT yang tiap ia memulai awal aktivitas perojekan dengan
membawa peralatan tempur lengkap seperti
tas kecil tempat uang receh, masker 1, jaket, , mantel 2 jenis
(kelelawar dan mantel baju) dan tak ketinggalan seragam kebesaran mereka
yang sangat berbeda jauh dengan diver ojek line (ojol). Beliau adalah Bapak
Tias Naben, yang berdomisili di Kampung Kateri, Desa Kateri Kabupaten Malaka.
Tak lupa ia bawa saat hendak pergi menjemput
rejeki dari sang ilahi, berangkat pagi mulai pukul 07.00 WITA sampai
waktu yang tak bisa ditentukan. Bergelut dengan panas dinginnya cuaca
saat diperjalanan tak membuat ia mengeluh sedikit pun demi mempertahankan dapur
agar mengepul tiap pagi serta untuk menafkahi anaknya yang sementara berkuliah
di salah satu Perguruan Tinggi di Kota Kefa, Kabupaten Timor Tengah Utara, NTT.
Bicara soal upah, berapa sih sebenarnya upah yang didapat selama sebulan
sebagai tukang ojek? Bapak Tias, Putra kelahiran Eban, Mutis Kabupaten TTU
berkisah bahwa berdasarkan pengalaman dirinya bergelut dengan dunia perojekan
ia bergumam bahwa mengais rejeki sebagai tukang ojek prinsip dasarnya adalah
sabar dan tabah. Soal upah yang didapat selama sebulan tak menentu tergantung
berapa banyak orang yang menjadi penumpang. ± 7 tahun ia bekerja sebagai tukang
ojek banyak pengalaman yang ia rasakan dan hadapi.
Dari upah yang tak menentu, apakah kehidupan seorang tukang ojek itu enak dan
mewah? Oh tidak, justru dibalik upah yang pas-pasan itu tersirat perjuangan
yang ekstra dari si tukang ojek. Mulai bangun pagi dan mempersiapkan segala
perlengkapannya, keliling sana sini, tapi juga ada yang berdiam di tempat
yang dirasa banyak pelanggan dengan memperhatikan gerak gerika masyarakat yang
mengitari wilayah perkotaan Betun apakah mereka meminta tumpangan kepada tukang
ojek.
Bukan hanya itu saja si tukang ojek tangguh ini juga
rela melayani setulus hati demi menyenangkan hati penumpang. Hal paling sulit
dari mengumpulkan recehan bukan tentang nilai recehannya itu sendiri. Hal
tersulit adalah mentalitas konsisten, karena recehan ini baru ada artinya saat
terkumpul setelah sekian bulan, sekian tahun, hingga puluhan tahun. Saat kita
merasakan sulitnya dan beratnya mengumpulkan rezeki dalam bentuk recehan,
mungkin saat itulah kita baru memahami makna rezeki yang sebenarnya. Demikian
Penulis mengambil sharing pengalaman bersama Bapak Tias pada hari Minggu, 10
Oktober 2021 di Kios kecilnya di kampung Kateri.
Kesimpulan
Di Kabupaten Malaka tepatnya di kota Betun
saya banyak merenung dan belajar. Memulai hidup dengan membumikan suara-suara
kaum proletar. Walau pada akhirnya saya harus kalah untuk membobol kekuatan
para pemilik modal yang memang sangat establish. Saya yang masih lemah, saya
yang belum kuat, saya yang baru pertama kali menemui akar rumput akhirnya
pulang dengan catatan-catatan panjang yang memuat pahit getir perjuangan
masyarakat.
Konsistensi saya di dunia akar rumput terpelihara
dengan sejuta pesona . Filosofi profesi sebagai tukang ojek dijadikan pilihan
karena tukang ojek harus melayani dengan rasa cinta, kalau tidak, bisa celaka !
hingga tidak sampai ke tempat tujuan.
Menjadi tukang ojek itu tidak selalu dipandang
rendah. Beberapa teman tukang ojek pernah bercerita, kalau sebagian dari mereka
itu adalah penganggur. Ada yang baru saja dipecat dari kantor karena
perusahaannya bangkrut. Ada juga yang memang tidak punya pekerjaan tetap. Ada
yang memang 'panggilan' hidupnya di situ. Ada yang sudah belasan tahun menjadi
tukang ojek. Mau tidak mau untuk menghidupi keluarga, mereka jadi tukang ojek.
Apa pun pekerjaannya asal menghasilkan duit. Begitu filosofi mereka setelah tidak
punya pekerjaan tetap.
Menjadi tukang ojek memang tak melulu mencari uang.
Mereka turut membantu memperlancar perekonomian bangsa dengan mengantar pekerja
ke kantornya. Mereka juga membantu dalam bidang pendidikan dengan membantu para
orang tua mengantarkan anaknya ke sekolah. Mereka juga membantu dalm bidang
sosial dengan memelopori solidaritas warga untuk korban kecelakaan di jalanan.
Sudah saatnya bangsa ini kembali ke filosofi tukang
ojek. Jangan melulu mencari keuntungan yang malah menyengsarakan sesama. Kalau
orientasinya uang melulu, banyak rakyat yang tidak mendapat bagian. Uang negara
disedot ke kantong sekelompok orang tertentu. Jurang antara kaum berada dan
kaum tak berada semakin lebar. Dari sini muncul kecemburuan sosial.
Tukang ojek pun tidak ada yang ego. Kalau seorang
baru saja selesai mengantar penumpang, dia tidak mengantar lagi jika masih ada
teman yang belum mendapat giliran. Dalam hal ini tukang ojek beda dengan
sekelompok kaum berpunya yang merebut diskon 100 pembeli ipone terkemuka di
negeri ini. Tak heran jika tukang ojek itu memiliki kepekaan sosial yang
tinggi.
By. Penimba Inspirasi Jalan Setapak
Frederick Mau