Penegakan HAM telah menjadi perhatian dunia sejak
1948, ditetapkannya Deklarasi Hak Asasi Manusia dalam sidang Majelis Umum
Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Deklarasi HAM ini bertujuan untuk menetapkan
standar hidup bersama bagi semua orang di seluruh dunia agar setiap orang
memiliki hak-hak dasar dalam berbagai aspek. Beberapa contoh HAM adalah hak
untuk berpendapat, hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak untuk
beragama, dan hak untuk diakui secara pribadi di muka umum. Terlepas dari
perbedaan ras, agama, suku, dan budaya, seluruh individu layak mendapat
kesetaraan dalam hidupnya.
Dilansir dari PBB, 10 Desember diperingati sebagai
hari HAM sedunia, bertepatan dengan diadopsinya Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia (UDHR) oleh Majelis Umum PBB pada 1948.
Tema khusus yang diusung tahun ini merupakan equality
atau kesetaraan. Peringatan Hari HAM ini bertujuan untuk membuka pikiran, serta
mengurangi diskriminasi terhadap kelompok-kelompok tertentu dalam rangka baik
memajukan hak masing-masing individu maupun kelompok.
Pada dasarnya, HAM bersifat universal yang berarti
merupakan milik semua orang tanpa pandang bulu. Prinsip-prinsip kesetaraan dan
non diskriminasi merupakan salah satu inti dari HAM. Namun, hingga saat ini
pelanggaran HAM masih sering terjadi, seperti ketidaksetaraan gender, ras,
suku, dan agama. Bahkan, di Indonesia sendiri kerap terjadi diskriminasi akan
HAM, khususnya dalam bidang kesetaraan. Berikut contoh konkret yang relevan
dengan pelanggaran HAM.
Belum lama ini, orang tua dari Veronica Koman,
seorang aktivis HAM mendapatkan paket mencurigakan yang meledak di kediamannya.
Veronica dikenal akan advokasinya mengenai isu-isu pelanggaran HAM yang terjadi
di Papua. Namun, tindakannya dituding sebagai tindakan separatis dan bentuk
pengkhianatan karena dianggap sebagai pemicu keretakan Indonesia sebagai negara
kesatuan. Bahkan, ia diancam hukuman penjara selama enam tahun saat kembali ke
Indonesia. Padahal, ia hanya menyuarakan pendapatnya di laman Twitter yang
bertujuan untuk membela HAM dan meningkatkan keadilan di Indonesia.
Oleh karena Veronica menetap di Australia,
keluarganya menjadi target ancaman oleh pihak yang masih belum diketahui hingga
saat ini. Dari paket yang diterima oleh orang tua Veronica tersebut, terdapat
serpihan kabel dan baterai yang diduga menyebabkan dua suara ledakan.
Untungnya, tidak ada korban jiwa maupun luka-luka dalam peristiwa ini. Polisi
juga menemukan ceceran cairan berwarna merah di garasi rumah tersebut.
Di tempat terjadinya ledakan tersebut ditemukan
secarik kertas yang sudah dilaminasi bertuliskan pesan ancaman kepada Veronica Koman.
Pada hari yang sama, kerabat Veronica juga
mendapatkan teror melalui sebuah paket. Di dalam paket tersebut, terdapat
bangkai ayam dan secarik kertas ancaman, sama seperti yang dikirimkan ke rumah
orang tua Veronica. Sampai detik ini, pihak kepolisian masih melakukan proses
pencarian terhadap pelaku teror tersebut.
Menurut pendapat saya, dalam kasus ini terdapat
banyak aspek yang melanggar HAM, salah satunya hak untuk berpendapat. Pertama,
kejadian ini seakan berupaya untuk menanamkan rasa takut kepada Veronica dan
keluarga agar Veronica membungkam suaranya dalam isu-isu pelanggaran HAM di
Papua.
Kedua, teror yang dirasakan keluarga dan kerabatnya
Veronica adalah pelanggaran terhadap Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia, secara spesifik dalam hak atas rasa aman. Setiap orang,
termasuk Veronica yang memiliki pendapat berbeda tentang kesejahteraan
masyarakat Papua, tidak seharusnya diperlakukan dengan tindak kekerasan yang
mengancam keamanannya ataupun keluarga dan kerabatnya.
Dari kasus ini, dapat disimpulkan bahwa kesadaran
akan HAM masih perlu dikembangkan di Indonesia, khususnya dalam mencerna
perbedaan pendapat. Masyarakat Indonesia juga perlu lebih teliti dan objektif
dalam upaya memahami isu pelanggaran HAM di Papua agar tidak cepat menghakimi
dan melakukan tindakan yang melanggar HAM individu lain.