Infografik Sebaran Senjata Nuklir Global. Foto: kumparan |
Langkah Putin tersebut tampaknya merupakan upaya
untuk menghalangi bantuan barat serta NATO untuk Ukraina. Putin berharap barat dan
NATO berpikir ulang untuk membantu Ukraina dengan adanya ancaman nuklir
tersebut.
Presiden Amerika Serikat Joe Biden, serta sejumlah
pejabat lainnya tenang dalam merespons hal tersebut.
Ketika ditanya apakah warga AS perlu merasa khawatir
soal kemungkinan adanya perang nuklir, Biden dengan tenang merespons:
"Tidak [perlu]."
Presiden AS Joe Biden berbicara terkait penumpukan militer Rusia di perbatasan Ukraina, dari Gedung Putih di Washington, AS, Jumat (18/2/2022). Foto: Kevin Lamarque/REUTERS |
Dikutip dari AFP, juru bicara Kementerian Luar
Negeri AS Ned Price mengaku Washington tidak melihat adanya alasan untuk
mengubah level peringatan pasukan nuklir mereka.
Di samping itu, seorang pejabat senior Kementerian
Pertahanan juga mengatakan, Pentagon tidak melihat adanya pergeseran yang teraba
oleh Rusia di bawah pengumuman Putin.
"Pentagon terus meninjau, menganalisis, dan
memantau postur Rusia," kata juru bicara Kementerian Pertahanan AS, John
Kirby.
Berubahnya sikap Rusia terkait nuklir merupakan
upaya Moskow untuk memberi peringatan. Perubahan status menjadi siaga
memudahkan Rusia untuk meluncurkan nuklir lebih cepat. Tapi, bukan berarti
mereka bakal langsung meluncurkan nuklir.
Terkait permasalahan ini, media kumparan menghubungi dosen
Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran (UNPAD) Rizki Ananda Ramadhan.
Soal kebijakan Putin yang menyiagakan senjata
nuklir, Rizki menilai negara-negara pemilik senjata nuklir lainnya tentu juga
ikut menyiagakan.
"Pastinya sudah disiagakan [senjata nuklir].
Namun tentunya satu per satu akan diistirahatkan kembali bila eskalasinya mulai
menurun atau sudah ada proses diplomasi serta negosiasi yang sudah
berjalan," ungkap Rizki saat dihubungi Selasa (1/3) via pesan singkat.
Tak bisa dipungkiri, Rusia memiliki cadangan nuklir
terbesar di dunia. Tapi, NATO juga
memiliki senjata nuklir yang cukup untuk menghancurkan Rusia.
Dikutip dari Stockholm International Peace Research
Institute (SIPRI), sembilan negara yang memiliki senjata nuklir: Amerika
Serikat, Rusia, Inggris, Prancis, China, India, Pakistan, Israel, dan Korea
Utara.
Total seluruh senjata nuklir di dunia mencapai
13.080 pada awal 2021. Angka tersebut turun dari 13.400 sesuai dengan estimasi
SIPRI pada awal 2020.
Terlepas dari penurunan tersebut, perkiraan jumlah
senjata nuklir yang dikerahkan dengan pasukan operasional meningkat, dari 3.720
pada 2020 menjadi 3.825 pada 2021. Sekitar 2.000 di antaranya (hampir semuanya
milik AS dan Rusia) standby dalam status siaga operasional tinggi.
Rusia juga menambah persediaan nuklir militernya
sebanyak 180 hulu ledak secara keseluruhan pada 2021. Ini meningkat karena
banyaknya penyebaran penempatan hulu ledak berbasis darat di antar benua (ICBM)
dan yang diluncurkan dari laut (SLBM).\
Rizki juga menganalisa terkait kebijakan-kebijakan
yang diambil Putin. Dirinya mengatakan Putin masih cukup rasional untuk tidak
sampai menggunakan nuklir.
"Saya lihat Putin masih bisa menahan diri untuk
menggunakan nuklir. Walau dia sangat nasionalis, saya melihat dia orang yang
sangat terukur dalam memutuskan sesuatu,"
"Bukan hanya terukur, Putin juga sepertinya
sudah membuat step by step action dan semuanya akan dilakukan secara berurutan
mengikuti dinamika yang dihadapi Putin," sebutnya.
AS dan Rusia memiliki lebih dari 90 persen senjata
nuklir global. Keduanya memiliki program yang ekstensif serta mahal untuk
modernisasi hulu ledak nuklir, sistem pengiriman rudal dan pesawat, juga
fasilitas produksi mereka.
Tujuh negara lainnya juga sedang mengembangkan
sistem senjata baru. Seperti Inggris contohnya. Dilansir dari Arms Control
Association, di awal 2021 Inggris mengumumkan untuk menambah hulu ledak senjata
nuklir, yang awalnya 180 menjadi 260 hulu ledak.
China juga dalam proses modernisasi dan perluasan
stok senjata nuklirnya secara signifikan. India dan Pakistan juga disebut turut
memperluas persenjataan nuklir mereka.
Begitu pun juga Korea Utara, mereka terus
meningkatkan program nuklir militernya sebagai elemen sentral dari strategi
keamanan nasionalnya. Mereka disebut terus melanjutkan produksi bahan serta
pengembangan rudal balistik jarak pendek dan jarak jauh.
Ketika ditanya terkait kemungkinan terjadinya perang
nuklir, Rizki sebut hal itu berpotensi terjadi, tapi sangat kecil
kemungkinannya.
"Kemungkinannya bagi saya sangat kecil. Karena
dunia sudah melihat dampak nuklir sebagai persenjataan dan tidak ingin hal
tersebut terulang,"
"Tentu langkah-langkah diplomasi, negosiasi,
sanksi-sanksi, dan embargo akan dilakukan (agar perang nuklir tidak terjadi).
Sekarang saja tekanan dan sanksi sudah banyak bermunculan dari masyarakat
internasional," tutupnya.
***
Sumber: kumparanNews