Ilustrasi |
Perkembangan sektor pertanian didukung dari kondisi
tanah yang subur di Indonesia serta cuaca tropis yang mampu memaksimalkan
potensi produksi pertanian terutama dalam menghasilkan padi. Telah banyak usaha
pemerintah dalam mendukung perkembangan para petani dalam menunjang peningkatan
produksi pertanian.
Demi menunjang permintaan yang ada, upaya pemerintah
dengan membantu memberikan penyuluhan akan metode penanaman tumbuhan pangan
untuk meningkatkan produktivitas pertanian, memberikan subsidi terhadap pupuk
sehingga petani dapat membeli pupuk kualitas tinggi dengan harga terjangkau,
membantu dalam pengairan irigasi untuk mendapatkan komponen air yang diperlukan
agar hasil panen terjaga dengan baik.
Perkembangan pada sektor pertanian terutama
subsektor tanaman pangan menjadi bagian yang paling rentan dalam perubahan
iklim, dikarenakan tanaman pangan umumnya adalah tanaman yang semusim sehingga
sensitif terhadap cekaman terutama akan kekurangan dan kelebihan air.
Menurut Salinger dalam buku Climate variability and
change: past, present, and future over view, terdapat tiga faktor yang menjadi
poin utama dalam perubahan iklim global yang memiliki dampak pada sektor
pertanian :
·
Perubahan pola
hujan,
·
Meningkatnya
kejadian iklim ekstrem (banjir dan kekeringan), dan
·
Peningkatan suhu
udara dan permukaan air laut.
Berdasarkan The Lancet Countdown on health & Climate
Change menunjukkan rata-rata 306 peristiwa bencana yang mengakibatkan cuaca
ekstrem tiap tahunnya dari tahun 2007 -2016, dan pada tahun 2017 terdapat 797
bencana iklim didunia yang menyebabkan kerugian ekonomi hingga USD 129 milliar.
Perubahan iklim sebagai akibat dari pemanasan global
tidak hanya memberikan dampak pada lingkungan namun juga memberikan kerugian
pada kondisi perekonomian dunia. Perubahan iklim memberikan dampak akan
kenaikan frekuensi maupun intensitas kejadian cuaca ekstrem, perubahan pola
hujan, serta kenaikan suhu dan permukaan air laut.
Dampak perubahan iklim pada proses pembangunan
Indonesia dengan terjadinya kenaikan air muka laut sebesar 0,8 – 1,2 cm/ tahun,
sebab dari pemanasan global yang mulai mencairkan es di kutub, kemudian adanya
gelombang ekstrem meningkat sampai lebih dari 1,5 meter, dan terjadinya
perubahan curah hujan kurang lebih 2,5 mm/hari.
Salah satu penyebab terjadinya perubahan iklim
dengan terjadinya peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) terjadi akibat
aktivitas manusia akan pemanfaatan bahan bakar fosil, pengembangan industri,
limbah, usaha pertanian, peternakan dan konversi lahan yang tidak terkendali.
Dengan terjadinya peningkatan suhu dapat menyebabkan
peningkatan transpirasi tanaman sehingga konsumsi air meningkat, mempercepat
pematangan biji, menurunkan mutu hasil dan mendorong tumbuh kembangnya hama dan
pada akhirnya sebab hal-hal tersebut akan terjadi penurunan produktivitas
pangan. Sedangkan kenaikan permukaan laut memberikan dampak yang sangat
terlihat dengan terjadinya pengurangan lahan pertanian di pesisir pantai dan
kerusakan infrastruktur pertanian.
Dalam menghadapi perubahan iklim demi menyelamatkan
sektor pertanian di Indonesia ada beberapa upaya yang dapat dilaksanakan dengan
menerapkan penggunaan pupuk yang memiliki kandungan yang dapat mengurangi emisi
gas metana, menerapkan aplikasi teknologi irigasi intermittent dapat mengurangi
emisi gas metana dari lahan sawah, dengan metode ini dapat menghemat air irigasi
dengan pengairan berselang yang mengairi lahan secara periodik dalam waktu
tertentu.
Melakukan penyesuaian pada waktu dan pola tanam,
sebuah upaya strategis agar mengurangi atau menghindari dampak perubahan iklim
akibat terjadinya perubahan musim dan perubahan pola curah hujan. Menerapkan
penggunaan varietas unggul tahan kekeringan, rendaman dan salinitas ketika
terjadi iklim kering. Meningkatnya air laut di pesisir pantai berhubungan
dengan salinitas pada padi dengan keracunan logam berat. Sehingga adanya
varietas unggul ini demi mengantisipasi terjadinya perubahan kandungan yang
tidak diinginkan.
Teknologi panen hujan adalah salah satu alternatif
yang dapat diterapkan untuk menghadapi musim kemarau dengan menyimpan kelebihan
air pada musim hujan untuk di gunakan pada musim kemarau untuk mengairi
tanaman, salah satu teknologi yang diterapkan adalah embung dan dam parit.
Demi menjaga produktivitas pada sektor pertanian dalam mendukung pembangunan rendah karbon menuju Indonesia Net Zero Emissions dilakukan mitigasi terlebih dahulu pada sektor lahan dengan melakukan reforestasi hutan, restorasi gambut dan rehabilitasi pada hutan mangrove. Akan menjadi proses yang Panjang untuk mengembalikan fungsi ekologi pada lahan gambut yang terkena dampak degradasi dengan menjaga kandungan air didalamnya.
Perlu adanya komitmen antar berbagai pihak untuk
merencanakan pembangunan Net Zero Emission dengan kolaborasi pemerintah, mitra
pembangunan, akademisi, media, filantropi, serta masyarakat untuk menyelamatkan
Indonesia Emas 2045 dari krisis iklim dan Middle Income Trap.
***
Rega Airlangga (Industrial Engineering of Mulawarman University)
@setapakrainumbei Jangan maau kerja keras boss....#kerja #janganmalumalu ♬ Dj Don't Go Baby Viral - DJ SANTUY