Pawang Hujan Mandalika Dan Wajah Asli Agama

Pawang Hujan Mandalika Dan Wajah Asli Agama



Setapak Rai Numbei (Dalan Inuk Numbei)Kehadiran dan aksi Mbak Rara Istiani Wulandari sang pawang hujan pada perhelatan Moto GP di Mandalika; Minggu-20 Maret 2022 masih menjadi perbincangan hangat hingga hari ini. Terlepas dari pujian dan kebanggaan masyarakat Indonesia yang melihat aksi Mbak Rara itu sebagai kebangkitan kearifan lokal dan pujian dunia luar termasuk penyelenggara Moto GP di tengah suara-suara kontra, aksi mbak Rara juga pada akhirnya membawa keluar sekian oknum beragama menunjukan wajah asli mereka.

Apapun agama mbak Rara dan panggilan terhadap dirinya sebagai pawang hujan, aksi mbak Rara sejatinya memperlihatkan kedekatan pribadi dengan Yang Mahakuasa sekaligus persahabatan dengan alam dan membuka mata saya dan terutama mereka yang selalu melihat aksi mbak Rara sebagai hal yang berlawanan dengan ajaran agama bahwa untuk sebuah kebaikan bagi banyak orang doanya didengarkan oleh Tuhan. Bahwa kemudian ada ritual dengan beberapa perlengkapan itu adalah instrumen untuk mengungkapkan kedekatan pribadi dengan Yang Mahakuasa termasuk instrumen mengungkapkan iman ataupun keyakinannya.

Maka saya sendiri melihat sosok mbak Rara lebih sebagai seorang sahabat hujan. Hal ini mengingatkan saya pada persahabatan Santo Fransiskus dari Asisi dengan makhluk ciptaan lainnya. Santo Fransiskus memanggil mereka sebagai sahabat bulan, sahabat matahari, sahabat harimau dan lain sebagainya walau tanpa ada ritual seperti yang dilakukan oleh mbak Rara.

Meskipun kemudian dengan ritual yang dianggap bertentangan dengan ajaran agama tertentu, saya masih berpikiran positif dengan tetap melihat pada niat baik dan tujuan dari aksi mbak Rara tersebut yaitu untuk kebaikan bersama, maka ritual yang dilakukan adalah sebagai ungkapan iman, keyakinan dan kepercayaan pribadi mbak Rara pada Yang Transenden seperti yang dikatakan sendiri oleh mbak Rara bahwa ia juga berdoa dengan tetap mengandalkan kuat kuasa Yang Transenden, memohon kemurahan hati-Nya agar pelaksanaan Moto GP di Mandalika bisa terlaksana.

Saya tetap memiliki keyakinan bahwa hujan kemudian berhenti, itu karena doa dan permohonan seorang mbak Rara yang diungkapkan dalam ritual itu didengar dan dikabulkan oleh Yang Mahakuasa. Tuhan juga mendengarkan harapan para penonton yang telah hadir di sekitar stadion pelaksanaan Moto GP Mandalika 2022. Menjadi berlawanan dengan agama, jika dalam aksinya itu mbak Rara mengancam-ancam Tuhan; “Tuhan jika Engkau tidak menghentikan hujan, penonton yang hadir di sini pasti tidak akan menyembah-Mu lagi”. Masih ingat khan sepenggal doa mengancam Tuhan kala itu yang kemudian dibela sebagai puisi jeritan hati?

Kita jangan lupa bahwa sebelum masuknya agama-agama di Indonesia, masyarakat adat masih sangat kuat dengan kepercayaan pada kekuatan di luar kuasa manusia yang diberi nama entah kekuatan gaib, yang transenden. Bahkan karena kepercayaan yang kuat itu mereka justru menjadi sangat dekat dengan kayu, batu, pohon, hutan, tanah dan air. Kepercayaan yang kemudian membawa persahabatan dengan lingkungan hidup.

Maka sebagai orang beragama kita juga perlu bijak dan arif dalam melihat dan mengakui kenyataan ini. Jika menghakimi mbak Rara atas nama agama, mengapa diam dan bungkam bahkan membela ketika manusia beragama menjadi serigala bagi sesamanya yang lain? Mengapa diam ketika hutan dirusak, tanah dirampas dan air dirusak oleh keserakahan kaum pemodal? Jika memang mengatakan mbak Rara menyalahi kehendak Allah, mengapa mereka yang memfitnah agama lain justru dianggap sebagai pembela agama? Apakah fitnah itu adalah kehendak Allah?

Kehadiran mbak Rara di Mandalika tidak hanya mengharumkan nama bangsa Indonesia, tidak hanya memuaskan harapan para penonton, tidak hanya membangkitkan kearifan lokal sebagai kekayaan bangsa dan tentunya menjadi daya pikat pariwisata Indonesia namun juga menguak wajah asli oknum kaum beragama yang sok suci namun mulutnya menghakimi, memfitnah, menyebarkan kebencian, menjelekan agama orang lain serta memprovokasi dan bersukacita ketika melihat bangsa ini porak poranda oleh karena ulah laku mereka yang sejatinya jauh dari Allah.

Kita mudah menghakimi orang lain karena selalu melihat perilaku dan tindakan orang lain seperti yang dilakukan oleh mbak Rara selalu dan melulu dari keyakinan dan kepercayaan serta agama kita pribadi. Kita selalu menjadikan ajaran agama kita sendiri untuk menilai orang lain tanpa pernah mau mengetahui motivasi serta tujuan dari tindakan itu sendiri. Jika kita mau sedikit lebih rendah hati dengan menjadikan ajaran agama yang kita imani untuk bisa mengetahui motivasi dan tujuan dari tindakan yang dilakukan oleh mbak Rara maka kita tidak akan pernah menghakiminya.

Dalam wawancara dengan Deddy Corbuzier pada Deddy Corbuzier Podcasta, 24 Maret 2022, mbak Rara menjelaskan motivasinya melakukan aksi tersebut karena ikhlas melayani yang didahului dengan doa pada Tuhan; “Tuhan, saya ingin membantu agar Indonesia tidak malu dan mendengarkan harapan penonton.” Kelompok yang menghakimi Rara, kita tahu bahwa mereka memang berharap agar pelakasanaan moto GP Mandalika tidak terlaksana karena hujan. Dengan demikian ada celah untuk mempersalahkan dan mempermalukan pemerintah. Maka tepat doa seorang Rara.

Tidak hanya itu dalam doanya, mbak Rara meminta kepada Tuhan agar ia dimampukan untuk mengumpulkan energi yang baik, termasuk mengembangkan karunian yang diberikan oleh Tuhan. Maka aksi mbak Rara dapat dilihat sebagai ungkapan syukur atas karunia yang diberikan oleh Tuhan yang bisa digunakan untuk kebaikan banyak orang dengan tetap mengandalkan Tuhan. Kedekatan dengan Tuhan itu kemudian ditunjukan oleh mbak Rara dalam kedekatannya dengan alam yang disimbolkan dengan tidak memakai sepatu maupun sandal agar menyatu dengan alam.

Dari alasan, tujuan serta motivasi mbak Rara ini menjadi jelas bahwa Allah selalu diandalkan dalam setiap aktivitasnya yang didahului dengan doa dan meditasi serta tujuannya adalah untuk kebaikan bersama. Bahwa ada beberapa hal yang digunakan itu adalah sarana untuk mengungkapkan doa dan harapan. Di beberapa agama juga menggunakan sarana untuk memberitahukan dan memanggil umatnya bahwa sekarang sudah mulai jam doa dengan membunyikan lonceng ataupun bedug.

Kita hanya bisa mengetahui salah benarnya tindakan seseorang bukan semata dari pandangan agama yang kita yakini tetapi juga perlu mengetahui motivasi dan tujuan dari tindakan itu. Jika hanya menggunakan kacamata agama semata maka kita pada akhirnya akan menjadi penonton yang menyoraki kegagalan dan memfitnah keberhasilan. Dan itu yang terjadi dengan aksi mbak Rara yang mampu membuka wajah asli oknum kaum beragama.

“Kearifan lokal dipahami sebagai sistem pengetahuan, norma, adat dan etika sebagai way of life atau sebagai sistem pengetahuan lokal yang menjadi nilai-nilai solidaritas, integrasi dan kohesi yang bersifat konstruktif dalam membangun kehidupan masyarakat, komunitas, ekologi dan keharmonisan.” (Nababan; bdk. Dendi Sutarto, Kearifan Budaya Lokal Dalam Pegutan Tradisi Malemang).

 

Manila: 24-Maret 2022

Tuan Kopong MSF

 

 


 

Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama