Istilah Desa berasal
dari kata dalam bahasa sangsekerta yang berarti tanah tumpah darah. Sementara
menurut defenisi universal, desa adalah kumpulan dari beberapa pemukiman atau
rural area. Istilah Desa di Indonesia merujuk kepada pembagian wilayah administrative
yang berada di bawah kecamatan yang di pimpin oleh seorang Kepala Desa.
Desa merupakan
kehidupan asal bagi mereka yang lahir dan menetap di suatu wilayah, mereka
tidak bisa menolak kepada Tuhan mengapa ia di lahirkan di situ sebagai
laki-laki ataupun perempuan karena itu merupakan kodrat atau keadaan
subjetifiti atau dengan kata lain mata sudah menatap.
Tanpa tahu mengapa ia
dilahirkan di suatu kampung yang indah akan sumber daya alam dan potensinya
untuk meningkatkan kehidupan dan kesejahteraan masyarakat sekitaran desa itu,
dalam perjalanan hidup bernegara yang merupakan kesatuan daripada desa yang
dalamnya terdapat suku-suku, agama-agama dan ras (SARA) adalah suatu indentitas
sebuah Negara yang plural dalam Negara Indonesia disebut dengan istilah Nation
State.
Dalam Negara yang
menganut sistem demokrasi dan kewenangan istemewa yang diberikan pemerintah
pusat ke daerah hingga Desa saat adalah suatu kenikmatan buah reformasi yang
kita cicipi bersama sampai hari ini yang tidak lepas oleh perjuangan mereka
yang terlibat seperti kata Antonio gramsi yang disebutnya intelektual organik.
Hingga lahir suatu
perkembagan atas konsepsi adanya otonomi daerah dari sentralistik ke
desentralistik masuklah juga ke desa atas upanya pikiran manusia-manusia
reformasi untuk memandirikan desa yang otonom lahir pulalah lembaga Badan
Permusyawaratan Desa atau di sebut BPD dan Badan Usaha Milik Desa ( BUMDES)
dengan suatu nutrisi atau asupan langsung dari induknya.
Jangan biarkan desa
begiu-begitu saja juga pilihan asupan dari kehidupan penulis dalam melihat dan
merespon secara seksama beberapa desa yang sudah diberikan ruang fasilitas,
wewenang seluas-luasnya oleh induk organ yang disebut Negara dan juga tentunya atas
restu tuannya Rakyat atau masyarakat setempat, namun tak tahu diri dan tak tahu
malu sudah diberikan amanah dari warga dan penduduknya untuk mengurus Desa tak
mampu melakukan banyak hal.
Semestinya dengan ruang
dan amanah itu adalah suatu kepercayaan besar dari Negara dan Masyarakat Desa
agar apa yang menjadi semua cita peradaban yakni kesejahteraan, kedamaian dan
ketentraman dari tempat kita tinggal teratur sedimikian rupa dengan dukungan
yang memadai termasuk keberhasilan atas usaha membangun sumber daya manusia dan
Sumber daya alam.
Tak sedikit Desa hanya
bangga membangun Cor atau Rabat Beton di atas batu kerikil dan di atas lahan
warga yang diberikan secara sukarela oleh pemiliknya dengan tujuan dapat
dipakai bersama dengan jangka panjang namun fakta lapangan ban motor dan mobil
belum bosan melintasi jalan yang katanya rabat beton berubah menjadi pasir yang
berhamburan di tengah dan pinggiran jalan.
Lalu kepada siapa kita
mengadu ? atas apa yang menjadi keinginan bersama yang hari ini berubah menjadi
kekurangan kinerja desa dan perangkatnya, ‘masyarakat awam menjawab; siapa lagi
kalau bukan di badan permusyawaratan desa (BPD), Pemuda bertanya; ‘Apakah BPD
juga tidak terlibat memberikan kesepakatan melalui representasi stempel yang
siap melaksanakan tugas legalitas formalnya mewakili masyarakat atas apa yang
akan dikerjakan oleh, sebut saja pengurus Desa.
Badan Usaha Milik Desa
yang disingkat BUMDES setiap tahunnya mengajukan proposal untuk tujuan
meningkatkan perekonomian Desa khususnya masyarakat tak begitu memberikan
perubahan yang signifikan pada level perputaran ekonomi di Desa. Ini bukan
kesalahan konsep BUMDES sebab banyak Desa di belahan nusantara yang sukses
menjalankan BUMDESnya, sebut saja ini kekurangan ide dan gagasan belum lagi
faktor kemalasan atas ketidakpercayaan diri sebagai pengurus BUMDES untuk
mengelolah hasil proposal itu.
Banyak diantara
pemegang wewenang di Desa begitu santai dan terlebih lagi tidak mau mengambil
usaha maksimal untuk sebuah perubahan, barangkali banyak faktor yang setia
menjadi alasan salah satunya masyarakat dan pemerintahan desa. Bahkan tidak
sedikit di antara manusia-manusia yang katanya demokratis pada saat yang sama
masih belum memposisikan hak dan kewajiban hidup bermasyarakatnya sebagai
sesuatu yang harus dituntut atau dalam hal lain penyelenggara pemerintahan memberikan
kepada mereka apa layak sesuai dengan proporsi, kemampuan dan potensi desa.
Mengapa banyak diantara kelompok masyarakat yang ketika ada suatu hal yang
berubah di desa mereka beranggapan atau paradigma yang terbangun apapun yang
berubah disuatu daerah atau wilayah itu merupakan hadiah yang tak perlu di
minta apalagi dituntut oleh masyarakat.
Elemen terpenting dalam
wilayah desa adalah pemuda atau generasi yang akan menjadi stapet penerus baik
sebagai pemimpin seperti pemimpin bagi dirinya, keluarga dan masyarakatnya
kelak adalah salah satu yang paling penting di antara banyak hal yang juga
penting untuk menjadi perhatian intensif sebagai pemangku kebijakan atau tokoh
yang berada di Desa tersebut dikarenakan sehebat apapun suatu konsep pembagunan
baik dari sisi sumber daya alam ataupun sumber daya manusia jika tidak ada
kemampuan pemangku kebijakan untuk mengolah atau senergi kepada elemen yang
ada, maka akan sulit desa akan mengalami perkembangan dan kemajuan.