Malaria menjadi salah satu penyakit yang masih sering muncul di Indonesia Timur. |
Hal tersebut lantaran Indonesia juga memiliki target
menjadi negara yang bebas Malaria pada tahun 2030. Hingga kini, sudah sekitar
68 persen daerah yang dinyatakan mencapai eliminasi.
Plt Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Kementerian Kesehatan RI Dr dr Maxi Rein Rondonuwu mengungkapkan bahwa penyakit
Malaria didominasi oleh daerah Indonesia Timur.
"Saat ini memang paling banyak Malaria itu 80
persen di wilayah Timur," ujar Maxi dalam temu media Hari Malaria
Sedunia pada Jumat, (22/4/2022).
Berkaitan dengan hal tersebut, Maxi menyebutkan,
penanganan Malaria di Indonesia masuk dalam prioritas nasional demi mendukung
eliminasinya pada 2030.
"Jumlah kasus Malaria di Indonesia pada tahun
2021 ditemukan sebanyak 304.607 kasus. Jumlah ini sebenarnya menurun
dibandingkan pada tahun 2019," kata Maxi.
Sehingga berdasarkan jumlah kasus tersebut diketahui
angka kasus kesakitan malaria, yang dinyatakan dalam indikator Annual Paracite
Incidence (API) ada sebesar 1,1 kasus per 1000 penduduk.
"Rata-rata nasional saat ini yang tertinggi itu
di wilayah Timur. Terutama Papua,
Papua Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Maluku," ujar Maxi.
"Kita ingin tahun 2030 itu sudah eliminasi
Malaria di nasional, di Indonesia. Tentu langkah-langkahnya perlu saya
sampaikan tahun 2022 ditargetkan sebanyak 365 kabupaten kota yang mencapai
eliminasi Malaria," Maxi menjelaskan.
Regionalisasi
target eliminasi
Lebih lanjut Maxi menjelaskan bahwa untuk mencapai
target Indonesia bebas Malaria pada tahun 2030, maka dibuatlah regionalisasi
target eliminasi tersebut.
Hingga kini, terdapat lima regional yang masuk dalam
target eliminasi Malaria. Lalu, apa sajakah kelima regional tersebut? Berikut
diantaranya.
- Regional pertama: Jawa dan Bali
- Regional kedua: Sumatera, Sulawesi, dan Nusa
Tenggara Barat
- Regional ketiga: Kalimantan dan Maluku Utara
- Regional keempat: Maluku dan Nusa Tenggara Timur
- Regional kelima: Provinsi Papua dan Papua Barat
"Kalau dilihat memang yang masih bermasalah
mulai pada regional yang jadi prioritas, yaitu regional ketiga, keempat, dan
kelima," kata Maxi.
Maxi pun menuturkan bahwa Kementerian Kesehatan
tidak bisa bekerja sendirian dalam menangani Malaria. Melainkan harus adanya
bantuan dari stakeholders, seluruh kementerian lembaga, bersama seluruh lapisan
lainnya termasuk peran swasta.
"Kedua ditentukan oleh keberhasilan deteksi
dini kasus di masyarakat. Di sini juga saya perlu sekali peran kader kesehatan
di wilayah-wilayah yang sulit seperti di Papua, di pegunungan, di Maluku
kepulauan," ujar Maxi.
Didukung oleh
lingkungan
Dalam kesempatan yang sama, turut hadir Plt.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan, dr
Tiffany Tiara Pakasi.
Tiara mengungkapkan bahwa untuk mencapai target
tersebut memang diperlukan intensifikasi pelaksanaan penanggulangan malaria
secara terpadu dan menyeluruh.
"Keberhasilan Indonesia bebas Malaria tahun
2030 ditentukan oleh keberhasilan deteksi dini kasus malaria di masyarakat,
terutama kasus pada penduduk migran. Deteksi kasus penduduk migran adalah
terkait dengan kewenangan sektor diluar kesehatan," kata Tiara.
Tak hanya itu, keberhasilan itu juga ditentukan oleh
pengendalian faktor lingkungan. Hal ini disebabkan karena adanya banyak tempat
perkembangbiakan nyamuk di sana.
Seperti tambak terbengkalai, persawahan, perkebunan
dengan genangan air, rawa, lagun, dan lingkungan dengan genangan air lainnya.
Sehingga dalam hal ini dibutuhkan pula kesadaran
masyarakat untuk mengelola lingkungannya agar tidak menjadi sarang dari nyamuk
untuk berkembang dan mengembangkan Malaria.
Sudah ada
vaksinnya
Penyakit Malaria sendiri bukanlah penyakit yang
tidak bisa untuk dicegah. Pada Rabu, 6 Oktober 2021, Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) pun telah menyetujui penggunaan vaksin malaria untuk pertama kalinya.
"Ini momen bersejarah. Vaksin malaria untuk
anak-anak telah lama ditunggu. Kehadiran vaksin ini merupakan terobosan ilmu
pengetahuan, kesehatan anak dan pengendalian malaria," kata Direktur
Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus dikutip laman resmi WHO.
"Kehadiran vaksin ini mampu mencegah malaria
serta menyelamatkan puluhan ribu jiwa anak muda setiap tahunnya," kata
Tedros mengutip laman resmi WHO.
Menurut Tiara sendiri, vaksin Malaria di Indonesia belum
memiliki rencana atau belum masuk dalam program pengendalian.
"Vaksin Malaria itu --- untuk kebijakan
pengendalian Malaria yang sudah jadi bagian dari program itu memang belum
dengan vaksin ini," kata Tiara.
"Tapi tentunya kita terbuka ya kalau nanti
misalnya ada piloting, atau rekomendasi dari ahli. Tentunya berkembang seperti
itu sesuai dengan rekomendasi ahli dan kebutuhan kita," tambahnya.
***
Sumber : Liputan6.com