Seorang tentara Ukraina menyelamatkan seorang bayi. |
Tahun ini, bulan
keempat April ini, situasi dan kondisinya sudah jauh berbeda. Dari beragam
informasi yang dihimpun, gereja-gereja sudah diberi kelonggaran untuk merayakan
Pekan Suci secara langsung di gereja. Kuota tempat duduk yang disediakan makin
diperbesar.
Catatannya, tetap
memperhatikan protokol kesehatan. Basilika Santo Petrus, Vatikan sendiri pun
sudah bersiap menyambut perayaan Pekan Suci. Pekan yang merupakan puncak
perayaan iman umat Katolik seluruh dunia.
Namun di tengah suasana
yang perlahan membaik ini, yang membangkitkan sukacita, berbanding terbalik
dengan apa yang kini tengah melanda Ukraina, dan juga di pelbagai tempat yang
masih dilanda konflik (perang).
Serangan Rusia ke
Ukraina telah menimbulkan tak hanya korban perang dalam pertempuran. Tetapi
juga, jutaan pengungsi Ukraina ke pelbagai negara terdekat di kawasan Eropa.
Anak-anak, ibu-ibu, kaum perempuan, lansia, orang sakit harus menyelamatkan
diri dari bahaya perang ini.
Tak terbayangkan
bagaimana mereka harus berlarian dari ancaman peluru-peluru. Situasi yang
sungguh menakutkan dan memilukan. Tentu saja banyak warga yang bertahan di
rumah masing-masing karena tidak tahu harus bagaimana.
Pemimpin Gereja Katolik
sedunia, Paus Fransiskus telah menunjukkan segala upaya kerasnya untuk
mencegah, dan kini bagaimana menghentikan perang di Ukraina ini. Tiada hentinya
Paus menyuarakan agar semua pihak menempuh jalan-jalan diplomasi agar bahaya
yang lebih besar tidak terjadi.
Dalam kunjungannya ke
Malta baru-baru ini, lagi-lagi Paus mengutarakan agar perang ini segera
diakhiri. Utamanya adalah alasan kemanusiaan dan perdamaian dunia.
Bagaimana dengan kita?
Bukankah banyak problematika kemanusiaan yang menuntut perhatian kita. Tak
hanya Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) yang mengajak umatnya untuk memberi atensi
pada penghormatan pada martabat manusia. Sejumlah keuskupan juga melakukan
gerakan yang sama.
Hal ini menunjukkan
bahwa masalah penghargaan pada harkat dan martabat manusia masih kerapkali
belum diperhatikan dan dijunjung tinggi. Kekerasan rumah tangga masih sering
terjadi. Tindak kekerasan seksual masih jamak juga ditemukan di tengah
masyarakat kita. Perdagangan manusia, dan masih banyak lagi kasus-kasus yang
melecehkan martabat manusia itu sediri.
Itu berarti, tantangan yang
dihadapi Gereja, kita sebagai umat beriman pada Kristus, tidaklah ringan. Paus
telah membuktikan suara kenabiannya di panggung global.
Bagaimana dengan Gereja
lokal menghadapi isu-isu kemanuisaan yang kerap meminta perhatian?
Bagaimana dengan umat?
Tindakan (baca: perutusan) apa yang urgen kita lakukan agar bukti pertobatan
(Masa Prapaskah) menjadi tanda nyata kita telah mengalami kebangkitan
(Pascapaskah)?
Adalah sangat
disayangkan manakala kita berhenti pada hal-hal yang sifatnya ritual tanpa ada
perbuatan iman yang konrekt di tengah dunia ini.
Selamat Paskah!