Relawan membuat karung pasir untuk menutupi dan melindungi monumen bersejarah di Kyiv pada 29 Maret 2022, di tengah invasi Rusia ke Ukraina. (Foto: AFP) |
“Perang Ukraina ini adalah
yang paling absurd karena tidak ada alasan. Perang ini sangat di luar
nalar karena target sasaran yang tidak manusiawi seperti pengeboman terhadap
Gereja Katolik Yunani,” tutur Romo Andrii Zelinskyi dari Gereja Katolik Yunani
Ukraina dalam sebuah video dari sebuah diskusi bertajuk “Apa betul Naziisme
berkembang di Ukraina?”
Diskusi tertutup
melalui aplikasi zoom tersebut digelar Center of Communication Crisis and
Conflict (C4) Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sahid (Usahid) Jakarta dan
Paguyuban Wartawan Katolik Indonesia (PWKI) akhir Maret lalu.
Hadir dalam diskusi
tersebut Vasyl Hamianin Dubes Ukraina untuk Indonesia, Sheikh Said Ismagilov
Mufti (Pemimpin umat Islam) Ukraina, Sheikh Aider Rustemov Mufti komunitas
Islam Crimea Tartar dan Romo Andrii Zelinskyi yang berasal dari Gereja Katolik
Yunani.
Dari keterangan pers
yang diterima Beritasatu.com, Senin (4/4/2022), menyebutkan setidaknya 59
situs keagamaan di Ukraina telah rusak akibat invasi Rusia antara lain sejumlah
katedral Ortodoks, rumah ibadah Yahudi, dan gereja-gereja paroki yang hampir
seluruhnya rata dengan tanah. Menurut Konvensi Den Haag menargetkan monumen
bersejarah dan situs warisan budaya adalah kejahatan perang di bawah hukum
internasional.
Romo Andrii Zelinskyi
yang berasal dari kongregasi Serikat Yesuit tersebut menuturkan serangan Rusia
tidak saja menyasar rumah ibadah, mereka juga menyerang teater tempat para
Romo Adriii menegaskan
alasan de-naziisme merupakan kedok ideologi Russia World yang dianut
Presiden Vladimir Putin dan didukung Ketua Gereja Kristen Ortodoks untuk
menyatukan seluruh wilayah Rusia bekas Uni Soviet termasuk juga Ukraina.
“Perang ini menunjukkan
tidak ada simpati dan empati dari pihak Kristen Ortodoks terhadap Ukraina yang
memiliki mayoritas pemeluk Kristen Ortodoks dan katanya bagian dari mereka.
Menurut saya, ini prinsipnya sama seperti Nazi,” tuturnya.
Naziisme merujuk pada
sebuah ideologi totalitarian Partai Nazi (Partai Pekerja Nasional-Sosialis
Jerman). Naziisme menolak liberalisme, demokrasi, supremasi hukum, dan hak
asasi manusia, sebaliknya menekankan subordinasi individu kepada negara dan
perlunya kepatuhan yang ketat kepada para pemimpin. Ini menekankan
ketidaksetaraan individu dan "ras" dan hak yang kuat untuk memerintah
yang lemah.
Sheikh Said Ismagilov
Mufti (Pemimpin umat Islam) Ukraina dan Sheikh Aider Rustemov Mufti komunitas
Islam Crimea Tartar menegaskan kehidupan beragama di Ukraina sejak merdeka dari
Uni Soviet sangat semarak.
Hal senada ditegaskan
Dubes Ukraina untuk Indonesia Vasyl Hamianin yang menyatakan paham naziisme
bisa ditemukan di Ukraina, namun kami hidup dalam keragaman masyarakat dan
saling melindungi.
“Masyarakat Ukraina
sangat beragam dan saling melindungi, apa ini yang disebut naziisme berkembang
di negara kami? Benar adanya pasukan Batalyon Azov. Tapi mereka berperang
melawan penjajahan Rusia.
Secara sejarah Azov
adalah milisi sukarelawan yang dibentuk di kota Berdyansk untuk mendukung
tentara Ukraina dalam memerangi separatis pro-Rusia di Ukraina timur. Beberapa
pejuangnya berasal dari kelompok sayap kanan kecil, yang anggota intinya
berasal dari Ukraina timur dan bisa berbicara bahasa Rusia.
Batalion Azov membela
dan mempertahankan kota Mariupol yang berpenduduk 500.000 jiwa. Gempuran Rusia
membuat kota pelabuhan strategis di selatan Ukraina itu tidak memiliki aliran
listrik, hanya ada sedikit air, dan sedikit persediaan makanan.
Mariupol menjadi markas
Batalion Azov, yang merupakan bagian dari Garda Nasional Ukraina, sehingga
berada di bawah Kementerian Dalam Negeri Ukraina. Para pejuangnya terlatih
dengan baik, tetapi unit ini anggotanya terdiri dari nasionalis dan radikal
sayap kanan. Keberadaannya adalah salah satu dalih yang digunakan Rusia untuk
perang melawan Ukraina.
“Azov adalah orang-orang yang mencintai
Ukraina, ini sama saja propaganda Rusia tentang pahlawan negara kami, Stepan
Bandera yang selalu dikerdilkan sebagai kolaborator Nazi. Padahal dia
nasionalis. Sama seperti pahlawan Indonesia Tan Malaka yang merupakan tokoh
komunis,” tegas Vasyl Hamianin.
Menurut Romo Andrii
Zelinskyi sosok Stepan Bandera sudah tidak relevan digunakan Pemerintah Rusia
sebagai alasan bahwa di Ukraina memelihara paham naziisme. “Stepan Bandera
sudah meninggal sangat lama. Bukan alasan yang relevan menjadikannya sebagai
bahaya ideologi”.
***
Sumber: BeritaSatu.com