Salah satu pemikiran
Nietzsche yang masyur adalah tentang ‘Tuhan sudah mati‘.
Pemikiran ini sebenarnya adalah bentuk kritiknya atas prilaku masyarakat di
zamannya yang keliru menggunakan ajaran agama untuk kepentingan pribadi dan
kekuasaan semata.
Adagium ‘Tuhan sudah
mati’ tidak melulu tentang agama semata. Ia juga tidak menyimpulkan bahwa kalau
menjadi ateis adalah sebuah solusi atau Tuhan itu tidak pernah ada. Gagasan itu
lebih ditujukan bagi para penganut agama yang sudah tak lagi mengandalkan Tuhan
dalam laku dan tutur sehari-hari.
Di zaman Nietzsche,
kritikannya ini barangkali dialamatkan bagi para penganut agama Kristen. Bahkan
Nietzsche menilai Tuhan sudah tak lagi memiliki tempat di dalam dunia modern.
Ia juga menganggap yang menjadi ‘pembunuh Tuhan’ adalah manusia sendiri.
Demikian diungkapkannya dalam The Gay Science.
Hemat Nietzsche,
masyarakat di zamannya telah menggeser eksistensi Tuhan dengan menghadirkan
‘tuhan-tuhan yang lain’ dalam hidupnya. Terutama saat agama dicampuradukan
dengan kepentingan politik maupun kekuasaan. Agama pun kehilangan keasliannya
dan wajah Tuhan pun tak lagi tampak dalam hati dan pikiran tiap orang.
Pemikiran Nietzsche ini
tentu bisa menjadi refleksi bagi kita segenap umat beriman, entah apapun agama
dan keyakinannya. Yang terpenting adalah kita perlu menghormati tubuh kita
berserta martabat dan talenta yang dimiliki dengan cara mengembangkannya agar berguna
bagi banyak orang.
Pun untuk konteks
Indonesia di masa kini, sistem pemerintahan demokrasi sejatinya harus
mengedepankan sisi humanis. Jangan malah menjadikan agama sebagai kendaraan
politis untuk kepentingan sendiri atau segelintir pihak.
Laiknya Nietzsche yang
berusaha menaklukan nihilisme sejati dengan mencintai kehidupan secara utuh dan
memposisikan dirinya dan sesama sebagai manusia sempurna (Übermensch) dengan kehendak untuk berkuasa, pemerintah Indonesia
juga harus terus menerus membuat kebijakan dan peraturan yang adil bagi semua.