Mengenal Homo Floresiensis yang Disebut Manusia Purba di Flores, NTT

Mengenal Homo Floresiensis yang Disebut Manusia Purba di Flores, NTT



Setapak Rai Numbei (Dalan Inuk Numbei)Sekelompok ilmuwan asal Australia menemukan fosil Homo Floresiensis pertama bersama dengan peralatan batu dan sisa-sisa hewan di Gua Liang Bua, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT), Indonesia pada 2003.

 

Jurnal Nature menyebut fosil yang ditemukan berwujud seorang wanita dewasa berusia sekitar 30 tahun setinggi 3,5 kaki atau 1,06 meter. Fosil itu terdiri dari tengkorak yang hampir lengkap dan kerangka tulang tungkai, tangan dan kaki serta sebagian tulang panggul.

"Kerangka terkaitnya adalah salah satu hal yang membuat spesimen ini cukup menarik," kata Mark Collard, antropolog biologi di Simon Fraser University di Burnaby, British Columbia, kepada Live Science.

Arkeolog kemudian menemukan sisa-sisa rahang dan kerangka setidaknya delapan individu kecil lainnya, menurut artikel 2009 di Journal of Human Evolution. Perawakan kecil dari spesimen ini menunjukkan penemuan fosil pertama bukan anomali.



Tubuh mungil yang ditemukan pada fosil tersebut membuat spesies itu mendapat julukan "the Hobbit". Homo floresiensis atau "the Hobbit" adalah hominin kuno yang hidup setidaknya 17.000 tahun yang lalu.

Fosil Homo Floresiensis diprediksi berumur antara sekitar 100 ribu dan 60 ribu tahun yang lalu, dan perkakas batu yang dibuat oleh spesies ini berumur antara sekitar 190 ribu dan 50 ribu tahun.

Homo floresiensis merupakan individu disebut memiliki otak kecil, gigi besar untuk ukuran kecil mereka, bahu mengangkat ke depan, tidak ada dagu, dahi surut, dan kaki yang relatif besar karena mereka pendek.

Meskipun ukuran tubuh dan otaknya kecil, Homo floresiensis membuat dan menggunakan alat-alat batu untuk berburu gajah kecil dan tikus besar. Bahkan mereka dilaporkan dapat melawanpredator seperti komodo raksasa dengan menggunakan api.

Human Origins menjelaskan perawakan dan otak kecil Homo floresiensis mungkin dihasilkan dari dwarfisme pulau, yakni proses evolusi yang dihasilkan dari isolasi jangka panjang di pulau kecil dengan sumber makanan terbatas dan kurangnya pemangsa.


Menebak Asal Usul Homo Floresiensis



Gajah kerdil di Flores, yang sekarang sudah punah, menunjukkan adaptasi yang sama. Spesies terkecil dari gajah Homo dan Stegodon ditemukan di pulau Flores, Indonesia. Namun, beberapa ilmuwan sekarang mempertimbangkan kemungkinan bahwa nenek moyang Homo floresiensis berukuran kecil ketika mereka pertama kali mencapai Flores.
Menurut hasil penelitian, perkakas batu yang ditemukan di pulau Flores menunjukkan manusia purba tiba di sana setidaknya 1 juta tahun yang lalu. Namun, tidak diketahui bagaimana manusia purba sampai di sana karena pulau terdekat berjarak 9 km dengan melintasi lautan berbahaya kala itu. 

Ahli paleoantropologi menemukan banyak alat batu yang terkait dengan Homo floresiensis. Alat-alat tersebut secara umum mirip dengan yang ditemukan sebelumnya di Flores dan sepanjang karir evolusi manusia yaitu alat Paleolitik Bawah di Asia atau alat Oldowan di Afrika.

Ada juga bukti bahwa H. floresiensis secara selektif memburu Stegodon (sejenis gajah yang telah punah) karena ratusan fragmen tulang Stegodon yang menunjukkan bekas pemotongan ditemukan di dalam lapisan pendudukan Homo floresiensis.

Saat pertama kali ditemukan, Homo floresiensis diduga merupakan keturunan dari Homo erectus Jawa. Namun, analisis yang lebih rinci dari sisa-sisa kerangka telah menemukan ciri-ciri yang lebih kuno daripada Homo erectus Asia dan lebih mirip dengan australopithecus, Homo habilis atau hominin dari Dmanisi di Georgia (diklasifikasikan sebagai Homo ergaster atau Homo georgicus).

Kebanyakan ilmuwan menyebut Homo floresiensis sebagai spesies yang sah sekarang berpikir bahwa nenek moyangnya mungkin berasal dari penyebaran Afrika awal oleh spesies Homo primitif yang mirip dengan Homo habilis atau hominin Dmanisi.

Hal ini menandakan, ia memiliki nenek moyang yang sama dengan Homo erectus Asia tetapi tidak diturunkan darinya. Analisis kladistik mendukung kurangnya hubungan dekat dengan Homo erectus.

Penemuan tulang rahang dan beberapa gigi dari Mata Menge di Flores yang baru-baru ini diumumkan (2016) membantu mengisi kesenjangan waktu antara Homo floresiensis dan nenek moyang sebelumnya.

Alat-alat batu yang mungkin dibuat oleh Homo erectus (atau spesies serupa) ditemukan di Flores 840 ribu tahun lalu yang menunjukkan bahwa spesies hominin mungkin hidup di pulau itu pada waktu itu.

Apapun asal usul populasi leluhur, dapat diterima bahwa populasi tersebut menjalani isolasi jangka panjang di pulau itu dan beberapa pengerdilan pulau (walaupun mungkin awalnya kecil) yang membuat mereka menjadi spesies 'kerdil' endemik Homo floresiensis. Ini adalah fenomena umum yang terlihat pada mamalia lain di lingkungan yang sama melansir australian.museum.

Sebelumnya, arkeologi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Pindi Setiawan membantah temuan peneliti asing yang menyebut manusia purba masih hidup di Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Menurut Pindi, dari kelas Homo, yang masih hidup sampai sekarang hanya Homo Sapiens atau manusia yang kini hidup di Flores.

"Setahu saya sekarang ya Homo Sapiens saja, dari kelas Homo yang masih hidup. Homo Sapiens itu ya DNA manusia Adam. Sama aja sih, hanya ada variasi warna kulit, bentuk rambut, bentuk mata, bisa juga cebol, jangkung, berjari 6. Itu variasinya," kata Pindi sebagaimana dilansir dari CNNIndonesia.com, Senin (25/4).

Pindi menjelaskan, masyarakat yang ada di Flores tidak ada hubungannya dengan Homo Floresiensis atau yang disebut juga Hobbit yang disebut arekologasing tersebut.



Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama