Sajak Persimpangan Jalan Untuk Korban Kekerasan Seksual

Sajak Persimpangan Jalan Untuk Korban Kekerasan Seksual



Astuti,

Karya: Lusty Malau

Astuti, lebam dan nyeri di matamu,
nanah dan keringat di sekujur tubuhmu. 
Biru kelabu bengkak bibirmu. 
Suaramu rintih dan ngilu. 
Menceritakan kejadian yang kau alami di depan mereka. 
Sahabatku itu hendak meniti pagi, 
dengan modal tenaga dari sepiring nasi dan ikan asin gembung. 
Menelusuri jalan menuju pabrik, berkalung doa dan harapan. 
Segerombolan orang tiba – tiba muncul, 
matanya kejam memelototi astuti. 
Tangan mereka kasar mengacak rambut, 
wajah dan tubuhnya. 
Sekuat tenaga melawan, sekuat itu ia ditindih. 
Serak suaranya menjerit, 
matanya ditonjok bibirnya dibungkam. 
Kini kau mencari adil dan setara, 
di antara bukti tersisa di tepi telaga. 
Kepada mereka kau memohon lapor, 
agar kasusmu tidak tenggelam. 
Diantara tumpukan kasus orang miskin yang tak di proses.
Mereka menghujatmu, dengan pertanyaan konyol. 
Bukan menelusuri bukti dan lebam di sekujur tubuh. 

Tuuutiii.... ohh... astutiiiii....

Kau lelah dan sedih, juga sesak dan terdesak. 
Mari buka mata, ulurkan hati untuk tuti tuti yang lain...

 

Jeritaan M

(Karya: Berty Soraya)

"Aku terbujur kaku dan beku. Kini nisan petunjuk di mana aku. Walau kini lidahku kelu dan kaku. Kalian jangan diam membisu."

"Apa karena aku gadis bocah desa. Para binatang boleh memperkosa. Mereka menyakiti dan menyiksa."

"Ku pergi meninggalkan selaksa asa. Aku tak dapat berkata-kata. Tapi pedih cucuran air mata. Luka dan sakit adalah derita. Tak cukupkah ini sebagai cerita."

 


Puisi Nubuat

 

Bilah-bilah tubuhku tercecer ketika hewan liar yang lapar itu telah mengoyak

by Ng. Lilis Suryani

 

I/

Hidup merangkak dari tulang-belulang

Terseok-seok di tengah padang ilalang

Siapa mengintai di ujung sana

Bajingan lain atau bayang-bayang

Yang tampak beringas dengan taring tajam

Aku katakan bahwa

“Bilah-bilah tubuhku tercecer ketika

Hewan liar yang lapar itu telah mengoyak

Pakaian, rambut, lalu menyeret degup jantungku

Ke dalam gelap yang lebih pengap

Tinggal anyir liur dan bau darah yang asing

Merebak di seluruh permukaan subuh”

 

Beberapa burung pipit terbang melintas ladang

Kulihat tubuh lain tergeletak mengurai luka

Di perutnya, musim membukit membuat sebuah pusara

 

II/

Dan catatlah pengakuan:

Aku perawan yang memberikan rahim kepada waktu

Sebelum sekawanan serigala membuang anak

Ke dalam jurang tubuhku

Kini Yusuf hidup dalam sumurku

Meringkuk di antara lumut dan rasa takut

Ia  terus menyebut nama-nama bintang

Juga bulan dan matahari silih berganti

Dalam haus, bagai zikir yang tak kunjung putus

Sementara telah lama aku kering dan habis air mata

: bawalah cinta pada pengembaraan berikutnya

Setelah kau pergi kuinginkan mimpi

Dengan nubuat yang lengkap

Bagaimana para perempuan di rumah Zulaikha

Membawa pisau yang mengiris tangan mereka

Untuk mengupas nama-nama pemerkosa





Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama