Tentang Mengapa ada patung di Gereja Katolik?
Orang Katolik tidak menyembah
patung. Gereja Katolik memang melihat ayat Kel 20: 3-5 sebagai satu kesatuan,
yaitu, agar kita tidak mempunyai allah lain di hadapan Allah, dan tidak membuat
patung yang menyerupai apapun untuk disembah sebagai allah. Namun Gereja
Katolik tidak melarang pembuatan patung/ penggunaan patung untuk ibadah, karena
Tuhan sendiri tidak melarangnya. Di Alkitab kita ketahui Allah berfirman kepada
Nabi Musa dan menyuruh orang Israel membuat patung malaikat, yaitu dua kerub
(‘cherubim’/ angels) yang menjadi bagian dari tabut perjanjian Allah (lih. Kel
25:1, 18-20). Perintah serupa juga diberikan kepada Salomo (lih. Taw 28:18-19).
Lalu Allah juga menyuruh Nabi Musa untuk membuat patung ular tembaga untuk
menjadi alat yang mendatangkan kesembuhan jasmani bagi umat Israel (lih. Bil
21:8), dan hal ini menjadi gambaran akan salib Tuhan Yesus di PB yang
mendatangkan kesembuhan rohani (penebusan dosa) bagi manusia (Yoh 3:14).
Pada PL memang
penggambaran Allah dilarang, namun kemudian setelah PB, peraturan tentang
‘penggambaran Tuhan’ ini diubah oleh Allah sendiri. Sebab dalam PB, Allah
mengutus Putera-Nya, Yesus, yang adalah gambaran Allah yang hidup. Yesus adalah
“gambar Allah yang tidak kelihatan, yang sulung, lebih utama dari segala yang
diciptakan.” (Kol 1:15).
Maka, jika di gereja
Katolik ada patung-patung, itu bukan karena orang Katolik menyembah
patung. Patung itu hanya merupakan gambaran saja, alat bantu bagi umat untuk
memusatkan hati dan pikiran kepada Tuhan Yesus yang digambarkannya. Atau jika
itu patung Maria atau orang kudus, agar umat dapat menyadari bahwa umat berada
dalam persekutuan seluruh umat beriman, termasuk mereka yang sudah mendahului
kita di surga.
Atau, jika ada upacara
arak-arakan patung, itu bukan ditujukan untuk menyembah patungnya sebagai
allah. Sebab jika demikian, maka kita menyembah berhala, dan sungguh benar,
Tuhan pasti tidak senang (Ini jelas kita lihat misalnya pada kisah Kel 32).
Tetapi arak-arakan di dalam Gereja Katolik itu hanya merupakan ungkapan kasih
dan doa penyembahan kepada Allah yang dilakukan bersama-sama dan dinyatakan
secara publik. Ini sama seperti pada waktu Perjanjian Lama, di mana orang
Israel mengarak tabut perjanjian, dan bahkan Raja Daud menari-nari dalam pujian
kepada Tuhan mengiringi tabut perjanjian itu (lih. 2 Sam 6; 1 Taw 13:8). Tentu
bentuk ibadah yang semacam ini bukan menyembah berhala, karena definisi berhala
adalah “mempunyai allah lain di hadapan Allah” (Kel 20:3), atau menempatkan
benda ciptaan sebagai tuhan. Sedangkan dalam kasus Daud dan ibadah umat
Katolik, itu tidak demikian. Tidak ada yang lain yang disembah di sana kecuali
Tuhan saja. Penghormatan umat kepada orang kudus, juga sebenarnya terarah
kepada Tuhan yang telah menciptakan mereka; sebagai ucapan syukur atas
kebaikan-Nya menciptakan orang-orang yang dapat kita jadikan teladan untuk
hidup kudus dalam kasih.
Maka kesimpulannya
menurut Gereja Katolik adalah: Allah tidak melarang pembuatan patung, asalkan
tidak untuk disembah, dan apalagi malah membantu orang untuk lebih dekat kepada
Allah. Sejarah dan fakta sendiri mengatakan kita membutuhkan gambar dan patung
untuk membawa seseorang mengenal Allah, dan ini terbukti dengan digunakannya
gambar-gambar (boneka/ patung) untuk menjelaskan kepada anak-anak tentang Allah
misalnya di sekolah minggu/ bina iman. Jika Allah melarang sama sekali orang
untuk membuat patung, tentu seharusnya Ia sendiri tidak menyuruh umat-Nya
membuat patung, dan dari Alkitab, kita melihat tidak demikian halnya. Maka yang
terpenting adalah jangan membuat patung untuk disembah sebagai allah.
Tentang mengapa orang Katolik ‘menyembah’ Maria?
Ini adalah pernyataan yang sangat keliru. Orang Katolik tidak menyembah
Maria, melainkan hanya menghormatinya sebagai ibu rohani kita seturut teladan
Yesus yang telah terlebih dahulu menghormatinya. Untuk mengetahui dasar-dasar
Gereja Katolik menghormati Bunda Maria sebagai ibu Tuhan Yesus dan ibu Gereja.
Sama seperti umat
Kristen lainnya, umat Katolik juga berdoa kepada Allah Bapa, melalui Kristus
dan oleh Roh Kudus. Orang Katolik tidak pernah berdoa dalam nama
Maria. Tidak ada doa yang seperti itu. Namun kita dapat memohon Bunda Maria
untuk mendoakan kita, sama seperti kita memohon saudara-saudari kita seiman
untuk mendoakan kita. Ini dimungkinkan karena kita percaya akan adanya
persekutuan para orang kudus, dan persekutuan ini tidak terputus oleh kematian,
sebab kematian tidak bisa memisahkan kita dari kasih Kristus (Rom 8:38-39). Doa
penghormatan kepada Bunda Maria dan memohon agar ia mendoakan umat beriman
diucapkan dalam doa ‘Salam Maria’.
Umat Katolik
menghormati Bunda Maria secara khusus karena perannya yang istimewa dalam
rencana keselamatan Allah, yaitu sebagai ibu Yesus, Putera Allah sendiri.
Karena perannya yang sangat istimewa itu, Gereja Katolik mengajarkan bahwa
Bunda Maria dibebaskan dari dosa sejak dalam kandungan dan selama hidupnya
tidak berdosa, karena kepenuhan rahmat Allah di dalam dirinya, dan rahmat ini
diberikan oleh Kristus.
Tentang mengapa dalam Sakramen Pengakuan Dosa/
Tobat.
Sebenarnya orang Katolik mengaku dosanya di hadapan imam karena demikianlah yang sesungguhnya yang menjadi kehendak Yesus bagi kita untuk mengaku dosa. Benar bahwa Yesus tidak memaksa bahwa kita untuk harus mengaku dosa, maka memang tidak seharusnya seseorang terpaksa mengaku dosa. Namun, jika seseorang sungguh mengasihi Yesus, maka akan ada dorongan di dalam hati-Nya untuk mengaku dosa, karena mengetahui bahwa dosa-lah yang memisahkannya dengan Kristus. Pertobatan yang tulus semacam ini akan mengubah seseorang menjadi lebih baik dan lebih kudus. Jika seseorang sungguh-sungguh menghayati makna sakramen Pengakuan Dosa dan melakukannya secara teratur, maka akan ada banyak yang diperolehnya untuk pertumbuhan imannya. .
Pengalaman anda semasa
kecil waktu di sekolah, di mana anak-anak seolah diwajibkan mengaku dosa, bukan
menjadi patokan ideal untuk melihat manfaat Sakramen Pengakuan dosa. Ada
kemungkinan, anak-anak pada saat itu belum terlalu memahami dan menghayati
sakramen tersebut, sehingga tidak mempunyai sikap batin yang benar dalam
menerima sakramen Tobat tersebut. Namun kita dapat melihat manfaat Sakramen
Tobat tadi pada orang-orang yang melakukannya dengan sikap batin yang baik. Ini
dapat secara jelas dilihat dalam diri para orang kudus, seperti Ibu Teresa dari
Kalkuta, Padre Pio, Paus Yohanes Paulus II dan Paus Benediktus XVI. Mereka
mengaku dosa dalam sakramen Tobat (di hadapan imam) minimal satu minggu sekali.
Dan lihatlah bagaimana kudusnya hidup mereka, dan bagaimana bukti iman dan
perbuatan kasih mereka melimpah dalam karya pelayanan mereka! *** katolisitas.org