Tuhanmu itu: Tuhan Filsafat atau Tuhan Teologi?

Tuhanmu itu: Tuhan Filsafat atau Tuhan Teologi?



Setapak Rai Numbei (Dalan Inuk Numbei) - Heee..... Keffleu, engkau punya Tuhan itu, Tuhan Filsafat atau Tuhan Teologi? Tanya Si Neonitis.

Keffleu, nampak emosi mendengar pertanyaan “coba-coba” dari Neonitis. Lalu ia tanya balik, “Kita-kira kau tanya ini untuk coba saya atau memang mau tahu?”

“Ah.....kapan saya coba kau? Ini tanya tulus dong....” kata Neonitis.

Keffleu pun menimpali: “Ok, supaya kau tahu, TUHAN ALLAH itu tidak perlu DITEORIKAN. Ia tetap ada tanpa harus engkau beri DIA teori yang rumit-rumit.

Dahulu di Yunani, gara-gara orang “menteorikan” Tuhan dan beriman dengan penuh curiga, akhirnya SOCRATES yang mengajarakan tentang Tuhan begitu mudah, dijatuhi hukuman mati, karena para hakim bahkan para ulama Yunani, menyadari bahwa dalam pikiran Socrates, kewibawaan agama (Tuhan) dihancurkan. Maka, ia harus dibinasakan.

Nah.... mending, you beriman dengan “Kesadaran Budaya” saja - maksudnya, budaya dapat menjadi wadah bagi permenungan tentang imanmu. Dalam budaya, disadari juga bahwa, ada Wujud Ilahi sebagai pemilik bumi dan segala isinya.

Dengan beranjak dari kesadaran budaya, hal ini akan sangat menolong engkau untuk menjadi orang beriman yang tidak tercabut dari akar budaya. Engkau akan menjadi orang beriman akan Allah Sang Pencipta, tapi juga sadar bahwa Kebudayaan yang membingkai dirimu pun telah mengajarkan engkau tentang WUJUD ILAHI.

OKE cukup sudah ya. Makanya, jadilah orang beriman yang rasional, tapi juga harus “mendarat” agar tidak menjadi orang beriman yang lupa diri dalam banyak hal. Tahu..........

*** Bengkel Nurani, Mei 2022 (Narasi kisah ini merupakan karya P. Fritz Meko, SVD yang diambil dari facebook)

 

 

Dari sekian banyak bahasan didalam Theology (membicarakan Tuhan) dan Filsafat (pemikiran-pemikiran manusia akan bijaksana), terdapat suatu irisan yang keduanya membahas tema yang sama, yaitu konsep Tuhan.

Tuhan dalam konsep teologis adalah Sang Pencipta yang transendent (jauh disana) tetapi sekaligus imanen (berada disini, bisa dijangkau). Meskipun beberapa pemikiran arus liberal menyebut Tuhan itu hasil imajinasi manusia, sehingga keberadaan nya berdasarkan imajinasi manusia itu dalam menakar Tuhan dan pemikiran lain menyebut Tuhan adalah Tuhan yang gagal yang tidak tau bahwa manusia jatuh pada pemberontakan hingga mengalami kehancuran, sehingga Tuhan mengasingkan diri dari dunia, dst.

Dalam konsep Filsafat (terutama pra-sokratik) tidak menyebut secara gamblang tentang Tuhan, tetapi mengurai adanya suatu pribadi yang mencipta yang tanpa dicipta, pribadi yang menopang yang tanpa perlu ditopang, sumber dari segala keberadaan dan Induk dari semua yang ada. Akan uraian diatas Filsafat dalam pemikiran bijaksana manusia menyadari sumber dan keberadaan yang menopang semesta.

Kemudian, jika konsep tersebut disandingkan dengan konteks Timur (secara khusus Asia), mereka akan tertawa dan merasa ganjil-aneh jika mendapati orang-orang belahan Barat (secara umum Eropa) menyebut "tidak ada Tuhan", hal tersebut merupakan keanehan karena budaya religiutas di belahan Asia menanamkan kemutlakan dalam kesalehan kepada Tuhan.

Sebaliknya, dibelahan Timur (Secara khusus Asia) meyakini adanya pribadi yang memiliki kuasa lebih besar dari dirinya yang kepada nya mereka menaruh pengharapan akan perlindungan dan pertolongan, mereka sebut tuhan yang bahkan banyak dan beribu dewa-dewa jadi bahan pemujaan, dari animisme hingga politheisme.

Justru atas kondisi tersebut, belahan barat merasa aneh ketika melihat dengan logika/rasionalitas bahwa justru mereka yang katanya beragama dan bertuhan paling berani membunuh dan membenci sesamanya, menjadi negara korup yang singkatnya mengingkari kebertuhanan dalam ritus-ritus tersebut.

Ditengah perdebatan hingga akhir kemanusiaan tersebut, sejenak meninggalkan uraian diatas hingga era post truth dan post secularism, yang berdasarkan pada kebebasan dan HAM untuk meneriakkan ketiadaan Tuhan dan tidak perlu Tuhan.

Mengetengahkan suatu pemikiran yang diuraikan Calvin, menyebutkan bahwa "Bijaksana terbesar dalam kemanusiaan adalah mengenal Allah, yang kemudian dengan mengenal Allah; manusia akan mengenal dirinya."

Sehingga, yang pertama; mereka yang menyembah Allah yang benar dan sejati tidak mungkin sekaligus membenci sesamanya. Selanjutnya, mereka yang semakin berdekat pada Sang Kebenaran yang menjadi kebenaran itu sendiri (Subjectivity of Truth it self) tidak akan menemukan dirinya benar dan tidak akan merasa lebih benar dari orang lain (berbijaksana).

Dalam anugerah kita mengenal Allah yang benar dan sejati.

 


 

 

 

 

 

 

Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama