Jawaban naifnya, semua
tergantung perspektif. Tinggal bagaimana kita mengambil sudut pandang dan
mengartikannya.
Namun, hal ini berbeda
dari sudut pandang psikologis. Kita akan berbicara tentang naluri manusia dan
apa yang mendorong pikiran bawah sadar kita.
Pertama, mari kita
bicara tentang altruisme.
Apa itu altruisme?
Altruisme pada dasarnya adalah belas kasih tanpa pamrih. Contoh orang
altruistik yang biasa kita lihat di layar kaca adalah Fraksi Abnegation di
serial Divergent. Altruisme adalah prinsip yang melatarbelakangi seseorang
untuk berlaku tulus dengan makhluk lain. Secara konstruk sosial, berlaku
tulus merupakan suatu kebaikan. Masyarakat memiliki standar moral yang
universal dalam hal ini.
Dari sudut pandang
evolusi, altruisme dianggap bukanlah sesuatu yang masuk akal. Dalam pandangan
neo-Darwinisme modern, manusia pada dasarnya bersifat egois. Beberapa psikolog
juga berpendapat demikian. Tidak ada yang namanya altruisme "murni".
Mengapa demikian?
Banyak orang melakukan
hal-hal baik karena mereka percaya alam semesta akan baik pula kepada mereka.
Banyak orang berbuat
baik karena mereka ingin masuk surga.
Banyak orang berbuat
baik karena ingin dikenal baik.
Lihat polanya?
Setiap kali kita
memberi atau membantu makhluk lain, pasti hal itu selalu mempunyai timbal balik
kepada kita, terlepas dari kita menyadarinya atau tidak. Manusia pada dasarnya
merupakan makhluk yang resiprokal. Makhluk yang mengharap imbalan.
Secara historis, sikap
saling membantu ada agar manusia dapat mempertahankan eksistensinya. Misalnya,
menurut Durkheim, jika ada pembagian kerja organik, peluang untuk bertahan
hidup bagi suatu kelompok itu akan menjadi efektif. Fungsionalitas dapat
mempercepat pencapaian tujuan kelompok tersebut.
Misalnya, dalam suatu
kelompok kecil masyarakat purba ada yang berburu dan meramu, ada yang di rumah
untuk merawat dan menjaga anak-anak mereka, dsb. Karena prinsip tolong menolong
ini, manusia tidak punah hingga hari ini.
Inilah mengapa para
psikolog evolusi juga berpendapat bahwa altruisme terhadap orang asing
merupakan semacam anomali, yaitu sisa-sisa sifat yang diwarisi secara genetik
ketika manusia masih hidup di jaman purba. Sifat yang kita tanamkan karena kita
ingin semua hal berada di bawah kontrol.
Berbicara tentang
kontrol, Nietzsche juga pernah berpendapat bahwa setiap orang cenderung
memiliki tendensi untuk berkuasa atas orang lain.
Orang-orang yang kurang
beruntung seringkali membuat orang lain merasa tidak punya kontrol atas
emosinya. Orang menjadi tidak bisa lepas dari rasa kasihan. Akhirnya, karena
mereka merasa orang yang kurang beruntung tersebut dapat mengontrol perasaan
mereka, mereka pun berusaha "merebut" kontrol itu dengan cara berbuat
baik sehingga mereka tidak lagi merasa kasihan.
Alasan lain yang
mendorong keinginan untuk berbuat baik adalah perasaan senang yang datang
setelahnya. Secara biologis, ini disebabkan oleh hormon dopamin yang berperan
seperti candu, yang membuat kita terdorong untuk melakukan apa pun demi
mendapatkan kesenangan itu kembali.
Mulai paham arah
tulisan ini?
Manusia membantu yang lain
karena mereka ingin mengikuti standar kebaikan universal yang telah ditentukan
oleh suatu konstruk sosial. Namun di baliknya, secara tidak sadar terdapat
agenda yang disebabkan oleh berbagai penyebab. Manusiawi, tidak semua hal
selalu berada di bawah kendali kita...
Kita terlalu
merendahkan kata "egois", mengasosiasikannya dengan
"jahat". Padahal, "Egoism is the very essence of a noble
soul" -Nietzsche.