Kepolisian menjelaskan ada enam korban yang
baru melapor aksi pencabulan calon pendeta GMIT, Sepriyanto Ayub Snae.
(Istockphoto/iweta0077) |
"Iya nambah [jadi
12 orang]," kata Kapolres Alor, AKBP. Aro Satmoko saat dihubungi CNNIndonesia.com,
Sabtu (10/9) malam.
Menurut Ari, ada
tambahan enam orang korban setelah dilaporkan pada Sabtu sore. Dari enam korban
yang baru melapor tersebut dua diantaranya dewasa dan empat anak berstatus
pelajar.
Sehingga, kata Ari,
dari 12 korban, sepuluh adalah anak-anak berusia 13-16 tahun dan dua orang
berusia 19 tahun.
"Dua orang dewasa,
sepuluh anak-anak," kata Ari.
Tambahan enam korban
tersebut setelah penyidik mendapat informasi dan melakukan pengembangan.
"Itu hasil
pengembangan, sehingga ditemukan lagi enam korban yang mau melapor," kata
Ari.
Ke-12 korban tersebut
adalah warga Desa Waisika, Kecamatan Alor Timur, Kabupaten Alor dan jemaat di
Gereja Siloam Nailalang.
Enam korban yang baru
melapor telah dimintai keterangan penyidik. Jumlah saksi pun bertambah menjadi
23 orang yang telah selesai dimintai keterangan.
Dia menyampaikan dari
12 orang korban, ada yang mengalami kekerasan seksual dan ada yang mengalami
pelecehan seksual yang dilakukan tersangka Sepriyanto Ayub Snae (36) atau SAS,
seorang vikaris atau calon pendeta GMIT yang sejak Desember 2021 melaksanakan
praktek pelayanan di Gereja Siloam Nailalang.
Enam korban yang baru
melapor, akan menjalani Visum et Repertum pada Senin.
Kasat Reskrim Polres Alor IPTU Yames Jems Mbau yang dihubungi terpisah
menjelaskan, dari hasil pemeriksaan diketahui tersangka juga sempat merekam
saat melakukan persetubuhan dengan korban-korbannya.
Video asusila tersebut,
kata Yames, digunakan tersangka untuk mengancam para korban sehingga aksi bejat
dilakukan berulangkali terhadap para korban.
"Video yang
direkam [tersangka] dipakainya untuk mengancam para korban. Dia mengancam akan
menyebarkan jika para korban tidak mau bersetubuh dengannya," ujar Yames.
Tersangka disebut juga
dijerat Undang-Undang ITE.
"Karena tersangka
juga menyebarkan foto bugil dan video asusila korban," kata Yames.
Sebelumnya, Aparat
Polres Alor, pada Senin (5/9), menangkap dan menahan Sepriyanto, setelah diduga
melakukan pencabulan terhadap enam orang anak yang berstatus pelajar.
Keenam korban tersebut
adalah warga Desa Waisika, Kecamatan Alor Timur, Kabupaten Alor.
Terbongkarnya kasus
pencabulan oleh SAS setelah dilaporkan salah satu orangtua korban yakni Aner
Musa Lakatai ke Polres Alor dengan Laporan Polisi nomor LP-B/277/IX/2022/SPKT
/Polres Alor/Polda NTT tanggal 1 September 2022.
Polisi juga mengungkap
motif Sepritanto karena tidak bisa menahan hasrat seksualnya.
Tersangka Sepriyanto,
warga Jalan Perintis Kemerdekaan, RT 16, RW 05, Kelurahan Kayu Putih, Kecamatan
Oebobo, melakukan pencabulan terhadap enam anak saat menjalankan tugas
pelayanan sebagai calon pendeta GMIT di Gereja GMIT (Gereja Injili di Timor)
Siloam Nailalang, Desa Waisika, Kecamatan Alor Timur Laut, Kabupaten Alor, NTT.
Pencabulan hingga
persetubuhan yang dilakukan SAS kepada enam korban dilakukan di dalam kompleks
gereja tempat SAS melaksanakan tugas pelayanan sebagai calon pendeta.
Perbuatan bejat
tersangka SAS dilakukan dalam kurun waktu satu tahun, sejak Mei 2021 hingga Mei
2022. Tersangka SAS bertugas sebagai Vikaris di Alor sejak Desember 2020 hingga
Mei 2022 untuk menjalani masa vikaris.
Perbuatan tersangka
mencabuli dan melakukan kekerasan seksual terhadap para korban dilakukan
berulangkali tetapi para korban yang berusia 13 tahun hingga 15 tahun takut
melapor karena diancam akan menyebarkan video asusila yang direkamnya dengan
para korban.
Tersangka SAS, dijerat
dengan pasal Pasal 81 ayat 5 Juncto pasal 76D Undang-undang RI Nomor 35 tahun
2014 tetang perubahan atas undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang
perlindungan anak, sebagaimana diubah dengan undang-undang RI nomor 17 tahun
2016 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang nomor 1
tahun 2016 tentang perubahan kedua atas undang-undang RI nomor 23 tahun 2002
tentang perlindungan anak menjadi undang-undang, Jo pasal 65 ayat 1 KUHPidana
dengan ancaman hukuman mati atau seumur hidup atau maksimal 20 tahun penjara
dan minimal 10 tahun penjara.