Perajin tenun ikat Sumba Timur sedang menenun kainnya di Kampung Adat Raja Prailiu di Waingapu, Sumba Timur NTT, Selasa (4/7/2021). (ANTARA/Kornelis Kaha) |
Kain tenun ikat menjadi
bagian dari komoditi unggulan NTT yang kerap dipromosikan dalam berbagai
kegiatan di kancah nasional hingga internasional.
Produk kain tenun ikat
mampu memikat perhatian kalangan masyarakat karena berbagai keunikannya,
seperti diproduksi dengan tangan manusia menggunakan alat tenun tradisional
yang terbuat dari kayu dan bambu serta penggunaan warna yang bersumber dari
tumbuh-tumbuhan.
Tak hanya itu, kain
tenun ikat yang dihasilkan dari setiap daerah di NTT memiliki motif
berbeda-beda. Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Provinsi NTT
mencatat NTT memiliki lebih dari 700 motif tenun ikat, yang masing-masing
mengandung narasi filosofi yang berbeda.
Produk kain tenun ikat
NTT bukan hanya sekadar hasil buatan kaum perempuan NTT, namun juga dinilai
sebagai karya intelektual yang tidak kalah dengan berbagai karya seni yang
tersohor di dunia.
Bahkan kain tenun ikat
NTT diklaim tidak kalah dengan karya-karya seniman dunia, seperti Michelangelo,
Leonardo da Vinci.
Tenun ikat NTT bukan
baru naik kelas, namun kelasnya sudah di atas sejak dulu karena sudah masuk di
berbagai acara besar tingkat mancanegara, seperti fashion week di New
York, Paris, Milan, London.
Namun, ada tantangan
yang dihadapi di NTT sendiri, yaitu belum banyak masyarakat yang melihat
keunggulan ini sebagai potensi besar untuk memberikan keuntungan ekonomi.
Regenerasi penenun
tenun ikat di NTT juga menjadi "pekerjaan rumah" mengingat jumlah
penenun yang kian berkurang serta masih didominasi oleh perempuan dewasa atau
ibu-ibu rumah tangga.
Yang kurang adalah
masih banyak orang-orang NTT yang tidak cinta karya tenun ikat yang luar biasa ini.
Usaha
potensial
Pelaku UMKM menilai
usaha tenun ikat memiliki potensi besar memberi keuntungan karena sejalan
dengan perkembangan sektor pariwisata di NTT yang tengah bergerak maju.
Meskipun produk tidak
terjual setiap hari, namun keuntungan dalam sekali penjualan bisa mencukupi
target pendapatan selama beberapa waktu.
Sekali pembelian kain
tenun itu bisa bernilai jutaan rupiah, sehingga tetap ada keuntungan usaha,
termasuk untuk para penenun.
Peluang bagi produk
tenun ikat bisa terserap lebih tinggi di pasar melalui berbagai pameran yang
diselenggarakan pemerintah daerah hingga pemerintah pusat dalam ajang berskala
lokal hingga internasional.
Wati Ontong, salah satu
perajin memutuskan untuk tetap mengandalkan usaha tenun ikat yang digeluti
sebagai sumber pendapatan utama untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.
Usaha tenun ikan juga
dapat memberikan keuntungan secara berkelanjutan bagi masyarakat, terutama
kalangan perempuan di NTT.
Aktivitas memproduksi
kain tenun ikat seyogyanya tergantung pada musim tertentu, seperti di bidang
pertanian, perikanan, yang merupakan mata pencarian masyarakat di NTT pada
umumnya.
Menenun itu adalah
pekerjaan yang tanpa mengenal musim, bisa dilakukan setiap waktu, berkelanjutan
sehingga dapat terus memberikan keuntungan ekonomi.
Pelaku UMKM tenun ikat
di NTT saat ini, bahkan bisa meraup kentungan hingga puluhan juta rupiah dalam
sebulan.
Namun, saat ini belum
banyak penenun yang memproduksi tenun ikat untuk dipasarkan secara konsisten
dan berkelanjutan. Sebagian besar penenun NTT memproduksi kain tenun ikat
manakala ada pemesanan dari pembeli.
Menenun tenun ikat
belum dipandang sebagian besar orang sebagai mata pencarian, melainkan hanya
sekadar pekerjaan tidak tetap atau serabutan.
Kondisi itu yang
membuat Dekranasda NTT terus bergerak mendorong para perempuan penenun agar
mengubah cara pandang mereka untuk menjadikan tenun sebagai mata pencarian
utama.
Dekranasda NTT
juga memberikan kemudahan bagi para penenun dengan menyediakan bahan baku
berupa benang dengan berkualitas bagus, yakni tidak luntur, lebih halus, dan
ringan sehingga mudah digunakan.
Meskipun penggunaan
benang berkualitas bagus membutuhkan biaya sedikit lebih tinggi namun
pengeluaran bisa tertutupi dengan penjualan produk dengan nilai jual yang lebih
tinggi.
Pasar
terbuka
Penenun tenun ikat di
NTT tak perlu khawatir untuk memasarkan produk yang dihasilkan karena berbagai
pemangku kepentingan terus berupaya memfasilitasi proses pemasaran.
Dekranasda NTT terus
memperluas jaringan kemitraan untuk memperluas pangsa pasar bagi produk tenun
ikat yang dimiliki pelaku UMKM di provinsi itu.
Selain itu
instansi-instansi vertikal juga hadir memberikan dukungan, seperti Perwakilan
Bank Indonesia Provinsi NTT melalui kegiatan Exotic Tenun Fest, Kantor Wilayah
Ditjen Kekayaan Negara Bali dan Nusa Tenggara yang melakukan lelang produk
UMKM, maupun berbagai kegiatan pameran yang dilakukan pemerintah daerah dan
kementerian.
Pemerintah daerah di
NTT juga menerapkan pemakaian tenun ikat bagi seluruh pegawai di lingkungan
pemerintahan pada hari tertentu.
Gubernur NTT Laiskodat
sendiri mendorong agar pemakaian tenun ikat ditingkatkan menjadi dua atau tiga
hari dalam seminggu.
Program ini tidak hanya
sebagai bentuk apresiasi tertinggi, namun juga untuk menyerap karya intelektual
tenun ikat yang luar biasa.
Beragam dukungan
sebagai langkah penting untuk memotivasi para perempuan di NTT agar terus
berkarya menghasilkan tenun ikat dan mengandalkannya sebagai bagian dari sumber
mata pencarian.*** elshinta.com