Pada pekan ini, PWKI
mengadakan kunjungan resmi ke Vatikan dalam rangka mempromoasikan perdamaian
dunia yang merupakan amanat Pembukaan UUD 1945 dan Dokumen Abu Dhabi tentang
Human Fraternity for World Peace and Living Together - Persaudaraan Manusia untuk
Perdamaian Dunia dan Hidup Bersama.
Dokumen tersebut
ditandatangani Paus Fransiskus dan Imam Besar Al Azhar Syekh Ahmed El Sayyeb di
Abu Dhabi pada Februari 2019. Degelasi PWKI dipimpin oleh Mayong Suryolaksono
sebagai Ketua Delegasi dan didampingi oleh AM Putut Prabantoro, Penasihat dan
sekaligus Pendiri PWKI.
Rm Markus Solo Kewuta,
SVD yang hadir sebagai penerjemah dan _Liasion Officer, menjelaskan Paus
Fransiskus sangat berbahagia dengan hadiah yang dipersembahkan. Selain karena
merupakan hadiah istimewa, hadiah-hadiah tersebut sangat khusus sifatnya karena
terkait dengan tokoh pemberi hadiah.
Masing-masing hadiah
yang diberikan kepada Paus Fransiskus dijelaskan secara fisik dan filosofis
oleh Rm Markus Solo SVD, satu-satunya pejabat Vatikan yang berasal dari
Indonesia. Pimpinan tertinggi Gereja Katolik Sedunia itu juga mendapat
penjelasan dari mana hadiah tersebut berasal dan pemberinya.
“Paus sangat mengagumi
lukisan dan patung Maria Bunda Segala Suku yang berasal dari Kardinal Suharyo.
Beliau menyatakan kekaguman filosofi dari Maria Bunda Segala Suku dengan mengatakan,
oh... che belo artinya sungguh indahnya,“ ujar Rm Markus Solo.
Kekaguman Paus terhadap
lukisan Maria Bunda Segala Suku muncul ketika Rm Markus Solo menjelaskan bahwa
Maria Bunda Segala Suku adalah Madona ala Indonesia atau Bunda Maria yang
merangkul kemajemukan di negara dan bangsa Indonesia. Paus Fransiskus juga
memberkati satu lukisan yang sama untuk dikirim ke Mgr Ignatius Kardinal
Suharyo untuk ditempatkan di Katedral.
Pemberian patung Maria
Bunda Segala Suku, yang merupakan simbol rasa cinta tanah air sudah
direncanakan pada 20 Oktober 2018. Gagasan ini menyusul diresmikannya Museum
Maria Bunda Segala Suku oleh Uskup Agung Jakarta Mgr I Suharyo di Gedung Marian
Center Indonesia (MCI).
Nama Maria Bunda Segala
Suku digagas oleh AM Putut Prabantoro yang mengatakan bahwa nama MBSS
sebenarnya ingin mengajak rakyat Indonesia mencintai bangsa dan Tanah Air yang
dikatakan sebagai Per Mariam Ad Patriam – Melalui Bunda Maria Sampai Pada Tanah
Air. Oleh Putut Prabantoro dikatakan Maria Bunda Segala Suku sebagai sarana
devosi kebangsaan.
Maria Bunda Segala Suku
muncul pertama kali sebagai thema perlombaan seni rupa, patung dan fotografi
yang diprakarsai Gomas Harun pada Mei 2017 yang diawali pada tahun 2015. Lomba
seni rupa, patung dan fotografi itu dimenangi Robert Gunawan, seorang guru
lukis anak-anak yang berasal dari Matraman, Jakarta.
Berdasarkan penjelasan
dari Robert Gunawan, sebagaimana dikutip oleh Gomas Harun, dalam lukisan Maria
- Bunda Segala Suku ini ada beberapa ciri khusus yakni bendera merah putih,
motif lambang Garuda Pancasila, warna emas, mahkota, kerudung, baju kebaya
putih, rok panjang warna merah dan suku-suku.
Hadiah istimewa yang
lain ada Gunungan Wayang Kulit dari Sri Sultan Hamengkuwono X dan kain batik
Ceplok Mangkara Latar Kawung yang dibuat sendiri oleh GKBRAy Adipati Paku Alam
X. Kedua hadiah ini hadir sebagai hasil diskusi antara Thomas Sukawan Aribowo
anggota delegasi dari Yogyakarta dan AM Putut Prabantoro terkait hadiah
istimewa dan khusus bagi Paus Fransiskus. Pilihan jatuh untuk menghubungi raja
dan adipati dari Yogyakarta tersebut.
Melalui cucu Sri Sultan
Hamengkubuwono X, RM Gusti Lantika Marrel Suryokusumo, sebuah gunungan dari
kulit sapi diberikan Sri Sultan Hamengkubuwono X kepada PWKI. Gunungan
memerupakan simbol alam semesta dan manusianya. Dalam pementasan wayang kulit,
gunungan digunakan sebagai pembuka sebuah cerita dan sekaligus juga berfungsi
sebagai simbol dari tanda-tanda alam terkait dengan terjadinya sebuah peristiwa
besar.
Melalui Margaretha
Anggraini Adriani sekretaris pribadi GKBRAy Adipati Paku Alam X, batik tulis
yang sangat langka dengan motif Ceplok Mangkara Latar Kawung diberikan kepada
PWKI. Motif ini mengandung filosofi tinggi. Mangkara mengandung makna tentang
keberanian, kecerdasan dan kerja keras.
Motif kawung mengandung
makna akan kesempurnaan dan kemurnian. Gabungan kedua motif ini dapat dimaknai
sebagai usaha kerja ini dimaknai sebagai usaha keras untuk mencerdaskan diri,
memupuk keberanian agar dapat mencapai kesempurnaan. Diharapkan pemakai juga
sanggup memurnikan diri , pikiran dan hati agar selalu tenteram sehingga bisa
selalu menjaga kehidupan dunia menjadi damai.
PWKI juga membawa dua
buah buku yang ditulis oleh Pastor Sandro Pecatti SX. Missionaris dari Italia
ini pertama kali menginjak Indonesia pada 5 Februari 1961. Sandro Pecatti yang
lahir di Bergamo 27 April 1934 kemudian berkarya di berbagai daerah Indonesia.
Ia memiliki hobi kecil yakni melukis Wajah Tuhan di hati orang dan dengan
gambar. Sandro Pecatti kemudian menjadi WNI pada tahun 1996.
Ketika diberikan kepada
Paus Fransiskus, patung Maria Bunda Segala Suku dibawa oleh Rosmeri Sihombing
(Media Indonesia) dan Mercy Tirayoh (KompasTV), Lukisan pertama Maria Bunda
Segala Suku dibawa oleh Dominikus Desse (KabarDaerah.Com) dan Yupehntius Ivy
(RuaiTV), lukisan kedua oleh Gora Kunjana (Benang.Id) dan Willy Masaharu
Indracahya (pengurus PWKI), buku oleh Yophiandy Kurniawan (Kompas TV) dan
Theresia Felisiani (Tribunnews.com), batik oleh Tri Agung Kristanto (Kompas)
dan Mayong Suryolaksono (Kantor Berita Antara) serta Gunungan oleh AM Putut
Prabantoro dan Thomas Sukawan Aribowo (Keduanya adalah pengurus PWKI).
Sehari sebelumnya,
Delegasi PWKI ke Vatikan dengan difasilitasi oleh Rm Markus Solo SVD dan Lina
Yanti Dilliane, Kuasa Usaha Ad Interim KBRI Vatikan, mengadakan kunjungan resmi
ke Kardinal Miguel Ayuso, Presiden Dikasteri Dialog Antar Agama, dan Kardinal
Pietro Parolin, Sekretaris Negara Vatikan.
***
Sumber: BeritaSatu.com