Para
korban dugaan pelecehan seksual di sebuah SMK Negeri di Kabupaten Manggarai
pada Sabtu, 10 Desember 2022 melaporkan guru mereka, MS. (Foto: John
Manasye/Floresa.co) |
Lima dari 17 siswi yang
mengaku sebagai korban telah melaporkan guru berinisial MS itu ke polisi pada
Sabtu, 10 Desember 2022.
MS adalah guru honorer
yang diangkat oleh komite sekolah. Ia telah diberhentikan sekolah terkait kasus
ini menyusul desakan para korban.
Saat melapor ke Polres
Manggarai, para korban diterima oleh petugas Sentra Pelayanan Kepolisian
Terpadu [SPKT], lalu diarahkan ke Unit Perempuan dan Perlindungan Anak [PPA].
Mereka memberikan keterangan di hadapan penyidik PPA selama kurang dari satu
jam.
Informasi yang
diperoleh Floresa.co, kasus ini sebelumnya sudah dilapor oleh tiga
orang korban pada 6 Desember, di mana mereka ditemani perwakilan dari Pengurus
Komite Sekolah. Namun, saat itu Polres Manggarai belum menindaklanjutinya.
Dikonfirmasi via pesan
WhatsApp, Kapolres Manggarai, AKBP Yoce Marten mengklaim polisi tidak langsung
memprosesnya karena belum dilaporkan secara resmi dan korban sedang persiapan
mengikuti ujian semester.
Ia tidak menjelaskan
lebih lanjut maksud belum dilaporkan secara resmi.
Dari informasi yang
diperoleh Floresa.co, kasus ini mulai terungkap pada Oktober lalu ketika
beberapa korban mengadukan masalah ini ke Guru Bimbingan Konseling.
Setelah menjalani
pemeriksaan yang melibatkan pimpinan sekolah, pada 25 Oktober 2022 MS sempat
membuat sebuah surat pernyataan yang isinya membenarkan pengakuan siswinya
sekaligus berjanji untuk tidak mengulangi tindakannnya.
Namun, dari pengakuan
korban, MS kembali mengulangi tindakannya.
Hal itu berujung pada
upaya para korban mengadukan kembali masalah ini kepada pimpinan sekolah pada 2
Desember, di mana mereka mendesak agar MS diberhentikan.
Atas desakan itu,
kepala sekolah memberhentikan MS pada 5 Desember.
Pengakuan Para Korban
Floresa.co sudah
mewawancarai tiga orang korban. Nama mereka kami rahasiakan untuk pertimbangan
keamanan dan kenyamanan, dengan hanya menyebut mereka sebagai korban A, B dan
C.
Korban A menyatakan
bahwa gelagat MS untuk melecehkan siswinya sudah terasa sejak ia masuk di
sekolah itu pada Juli 2022.
“Awalnya dia pegang
tangan seperti ketika orang bersalaman, tetapi dia pegang cukup lama dan erat
sekali sambil remas-remas tangan. Saat itu saya anggap biasa saja karena dia
seorang guru,” tutur siswi yang baru saja menginjak usia 17 tahun itu.
Namun makin lama, kata
dia, MS makin berani. Setiap kali masuk kelas, MS selalu mencubit pipinya.
“Saya merasa terganggu
sekali karena itu selalu dia lakukan setiap kali masuk kelas,” katanya.
Saat sedang mengajar,
kata dia, MS juga sering menjelaskan hal-hal bernuansa pornografi yang jauh
dari tema pembelajaran.
Bahkan dalam suatu
kesempatan, kata A, MS menjelaskan hubungan seks suami-istri dengan
mencontohkan A sebagai istrinya.
A juga mengisahkan
bahwa dalam salah satu kesempatan di sela-sela pelajaran dan disaksikan murid
lainnya, A dipanggil ke meja MS.
“Dia pegang tangan saya
sambil elus-elus, lalu bilang, ‘Kau cantik sekali, kau jadi istri kedua saya
saja. Sebentar pulang sekolah langsung ke rumah.’ Saya malu sekali dan gugup,”
kata A.
A menuding perilaku MS
makin liar ketika pada tanggal 7 November saat ia sendirian di kelas, tiba-tiba
MS menghampirinya. Tidak hanya memegang tangan, MS juga memeluk A,
mengelus-elus pundak, tengkuk hingga lehernya.
“Saya merinding dan
rasanya mau lemas. Saya marah dan berontak. Saya tidak terima dia berbuat
begitu,” tuturnya.
A juga mengisahkan
peristiwa pada 24 November ketika MS memintanya berdiri di depan kelas untuk
memimpin siswa lainnya menyanyikan Hymne Guru. Usai bernyanyi, kata dia, MS
menepuk bahunya sambil meraba-raba badannya.
“Saya marah dan larang,
tapi dia raba terus. Saya berontak terus sampai dia melepaskan tangannya,”
katanya.
Floresa.co juga
mendapat cerita serupa dari korban B yang mengaku mengalami setidaknya dua kali
peristiwa pelecehan.
Pada peristiwa pertama
yang tidak ia ingat lagi kapan persisnya, ia dipanggil MS, lalu bajunya ditarik
dan dipeluk dari belakang.
Ia mengatakan berusaha
menegur MS dengan berujar, “Jangan Pak, ini sudah tidak wajar dilakukan seorang
guru terhadap muridnya.”
Aksi MA, kata dia,
terjadi untuk kedua kalinya pada Agustus 2022 ketika ia sedang belajar di
perpustakaan sekolah.
Ia mengatakan, MS
tiba-tiba datang dan menarik bajunya dari belakang, lalu memeluk sambil meraba
pundaknya.
“Saat itu saya marah.
Saya pikir, saya tidak boleh menghormati dia lagi karena dia sudah
keterlaluan,” tutur B.
Dari korban C, Floresa.co mendapat
cerita bahwa ia dan teman-temannya sempat diancam oleh MS usai mereka
melaporkan kasus ini ke Guru Bimbingan Konseling hingga kepala sekolah.
“Dia ancam kami,
katanya akan lapor balik ke polisi karena kami tidak ada bukti,” kata C.
“Dia juga mengaku
dirinya wartawan, dia bisa tulis berita. Kami jadinya takut. Kalau lihat dia,
trauma,” tambahnya.
Informasi dari para
korban, ada rekan mereka yang pernah dirayu dan diraba pahanya oleh MS. Korban
tersebut, kata mereka, juga mengaku diajak MS untuk pacaran hingga dijadikan
istri.
Pengakuan MS
Ketika
dikonfirmasi Floresa.co pada 11 Desember terkait laporan terhadap
tindakannya, MS mengklaim bahwa laporan para siswi itu “merupakan tuduhan
semata.”
Ia mengatakan sudah
memberikan klarifikasi di hadapan guru-guru dan kepala sekolah terkait tudingan
terhadapnya.
Ia juga mengklaim tidak
mengenal para siswi yang melapornya itu sehingga ia sempat meminta kepala
sekolah untuk mempertemukan dirinya dengan mereka.
Namun, katanya,
permintaan itu tidak dipenuhi oleh kepala sekolah.
“Saya betul-betul tidak
mengenal beberapa siswi yang jadi inisial itu, sehingga saya mohon untuk
klarifikasi bersama mereka sehingga masalah ini betul-betul selesai secara
tanggung jawab,” ujarnya.
Ia juga meneruskan
kepada Floresa.co pesan yang dikirimkannya kepada kepala sekolah.
Dalam pesannya, MS berharap 17 siswi tersebut tidak memberikan kesaksian palsu,
tetapi “betul-betul mengalami tindakan kekerasan seksual yang saya lakukan.”
“Kalau tidak, mereka
akan menjadi penipu dan saksi palsu,” katanya.
Pernyataan MS itu
berbeda dengan isi surat pernyataan yang pernah dibuatnya pada 25 Oktober 2022
ketika pihak sekolah menindaklanjuti laporan para siswa terkait tindakannya, di
mana dia membenarkan pengakuan muridnya.
Dalam surat dengan
tulisan tangan itu yang salinannya diperoleh Floresa.co, MS menulis bahwa
ia telah melakukan pelanggaran “berbicara porno di depan siswa saat les” dan
“selalu gunakan bahasa tubuh/pegang siswa/i saat les.”
Dalam surat itu ia juga
menyatakan “akan mengubah sikap dan tingkah laku saya saat menjalankan tugas
sebagai guru mata pelajaran di dalam kelas maupun di luar kelas.”
“Saya siap terima
sanksi jika hal ini dilanggar,” tulisnya dalam surat itu.
Floresa.co belum
berhasil mendapat komentar dari pimpinan sekolah terkait kasus ini.
Namun, salah seorang
guru di sekolah itu mengatakan kepada Floresa.co, mereka saat ini sangat
khawatir dengan kondisi siswi mereka yang trauma dengan kejadian ini.
Kekerasan Seksual “Dosa Besar” Institusi Pendidikan
Menteri Pendidikan,
Kebudayaan Riset dan Teknologi, Nadiem Makarim telah mengkategorikan kekerasan
seksual sebagai salah satu dosa besar pendidikan, di samping intoleransi dan perundungan (bullying).
Pemerintah juga sedang
melakukan berbagai upaya untuk melawan kejahatan ini, termasuk dengan
mengesahkan UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual
(UU TPKS) pada April lalu.
Menurut
data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak [Simfoni PPA]
di Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak [KemenPPA], kasus kekerasan
terhadap anak periode Januari-September 2022 mencapai 11.060 kasus, dengan
rentang usia korban paling banyak adalah 13-17 tahun, atau pada anak usia SMP
dan SMA. Dari jumlah itu, kekerasan seksual mencapai 7.502 kasus, di mana 407
kasus yang pelakunya adalah guru.
Mengutip penjelasan
dari Nahar, Deputi
Bidang Perlindungan Khusus Anak di KemenPPA, berdasarkan Pasal 82
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, pelaku pelecehan
seksual terhadap anak terancam sanksi pidana penjara paling singkat 5 tahun dan
paling lama 15 tahun serta denda paling banyak Rp 5 miliar.
Dalam hal pelaku
sebagai guru yang bertanggung jawab atas pengasuhan dan perlindungan anak, kata
dia, “bisa dikenakan pemberatan hukuman sebanyak sepertiga dari ancaman pidana yang
didakwakan.”
Ia mengatakan,
KemenPPPA terus mengajak masyarakat yang mengalami, mendengar, melihat, atau
mengetahui kasus kekerasan untuk berani melapor ke lembaga-lembaga yang telah
diberikan mandat oleh UU Nomor 12 Tahun 2022, seperti Unit Pelaksana Teknis
Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA), Penyedia Layanan Berbasis
Masyarakat, dan Kepolisian.
Masyarakat, jelasnya,
dapat juga melapor melalui hotline Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA)
129 atau Whatsapp 08111-129-129.
Polisi Janji Dalami
Di Kabupaten Manggarai,
menurut Kepala Dinas P3A, Silvanus
Hadir sejak tahun 2021 hingga Juni 2022, terdapat 19 kasus kekerasan
seksual terhadap anak.
Kasus di SMK Negeri
ini, menurut data Floresa.co, merupakan kasus pertama pelecehan
seksual di lembaga pendidikan di wilayah Manggarai yang dilaporkan ke polisi
oleh siswa sendiri.
Iptu Hendrick Rizqi
Arko Bahtera, Kepala Satuan Reserse dan Kriminal di Polres Manggarai telah
berjanji siap mendalami kasus ini.
“Mengingat para pelapor
ini masih di bawah umur, maka dalam pemeriksaan nanti mereka harus didampingi
orangtua,” katanya pada 10 Desember.
“Jika orangtua tidak
ada atau berhalangan, kami minta pendampingnya dari Dinas Sosial atau Dinas P3A
[Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak],” lanjutnya.
Ia menyatakan,
mengingat saat ini para pelapor sudah selesai mengikuti ujian semester, maka
tidak ada hambatan lagi untuk menindaklanjuti laporan mereka.