Kantor Bahasa NTT menggelar kegiatan revitalisasi bahasa daerah dengan memberi pelatihan kepada para guru di Borong, Kabupaten Manggarai Timur, NTT, Selasa (23/5/2023). |
Pada Rabu (24/5/2023),
tim dari Kantor Bahasa NTT melatih 50 guru yang terdiri atas 30 guru sekolah
dasar dan 20 guru sekolah menengah pertama. Pelatihan yang berlangsung di
Borong, Kabupaten Manggarai Timur, itu dimulai sejak Selasa (23/5/2023) hingga
Sabtu (27/5/2023).
Koordinator Kelompok
Kepakaran dan Layanan Profesional Pelindungan dan Pemodernan Bahasa dan Sastra
Kantor Bahasa NTT Pangkul Ferdinandus lewat sambungan telepon mengatakan,
kegiatan di Borong itu merupakan bagian dari tur pelatihan. Materi pelatihan di
Borong fokus pada penggunaan bahasa daerah Manggarai.
Bahasa Manggarai
dituturkan oleh masyarakat di tiga kabupaten, yakni Manggarai, Manggarai Barat,
dan Manggarai Timur. Jumlah penutur bahasa tersebut lebih kurang 800.000 orang
atau yang terbanyak di NTT. Sayangnya, seiring waktu, penggunaan bahasa daerah
di sekolah berkurang.
”Ini lantaran sekolah
mewajibkan muridnya menggunakan bahasa Indonesia. Bahkan, ada guru yang memberi
sangsi kepada murid yang menggunakan bahasa daerah di sekolah. Di sisi lain,
murid juga minder menggunakan bahasa daerah. Ini yang menjadi problemnya,”
tutur Ferdinandus.
Kantor Bahasa NTT menggelar kegiatan revitalisasi bahasa daerah dengan memberi pelatihan kepada para guru di Borong, Kabupaten Manggarai Timur, NTT, Selasa (23/5/2023). |
Menurut dia, persoalan
itu nyaris sama di sejumlah tempat yang sudah mereka didatangi. Sebelumnya, tim
Kantor Bahasa NTT melatih penggunaan bahasa daerah Dawan kepada guru di
Kabupaten Timor Tengah Selatan dan bahasa Kambera di Kabupaten Sumbawa Timur.
Menurut rencana, tim
akan melatih penggunaan bahasa Abui di Kabupaten Alor dan bahasa Rote di
Kabupaten Rote Ndao. ”Untuk tahun ini, kami fokus di lima kabupaten dengan
total guru yang kami latih sebanyak 251 orang. Mereka yang nanti akan menjadi
penggerak di sekolah masing-masing,” ucapnya.
Penutur bahasa
Para guru yang dilatih,
lanjutnya, adalah guru pada sekolah dasar dan sekolah menengah pertama.
Tujuannya agar kultur berbahasa daerah itu sudah mulai dibangun sejak jenjang
tersebut. Diyakini, prosesnya akan berjalan lebih mudah.
Setelah selesai
pelatihan, Kantor Bahasa NTT akan menggelar kegiatan semacam festival bahasa
daerah sebagai ruang ekspresi para penutur muda. ”Pada momen itu mereka bisa
berpidato atau membaca puisi dalam bahasa daerah. Tujuan kami adalah mereka
bangga berbahasa daerah,” kata Ferdinandus.
Florianus Ganggur, guru
pada Sekolah Dasar Katolik Lengko Ajang, Kabupaten Manggarai Timur, mengaku
senang dengan pelatihan tersebut. Ia tak menampik bahwa kewajiban berbahasa
daerah di sekolah ikut berkontribusi terhadap memudarnya kultur berbahasa
daerah di sekolah. Hal tersebut menjadi catatan penting bagi sekolah.
Dalam pengamatannya,
jaringan media sosial yang mencapai perdesaan ikut memengaruhi penggunaan
bahasa daerah. ”Anak-anak sekarang terpengaruh dengan menonton Tiktok, Youtube,
dan Facebook. Mereka lebih suka pakai kosakata bahasa gaul yang lagi tren,”
ujarnya.
Di sisi lain, untuk
mendukung kultur berbahasa daerah di sekolah, Pemerintah Kabupaten Manggarai
Timur telah mendorong sekolah untuk ikut melestarikan bahasa daerah melalui
mata pelajaran muatan lokal. Regulasinya adalah Peraturan Bupati Manggarai
Timur Nomor 108/HK/XII/2022 tentang Kurikulum Muatan Lokal pada Jenjang
Pendidikan Dasar di Kabupaten Manggarai Timur.
”Saya selaku Bupati
Manggarai Timur memandang perlu menetapkan peraturan bupati yang di dalamnya
mengatur tentang pelestarian bahasa daerah dengan mengajarkannya pada kurikulum
di sekolah jenjang SD dan SMP dalam bingkai mata pelajaran muatan lokal.” tutur
Bupati Manggarai Timur Agas Andreas.
Pada momen itu mereka bisa berpidato atau membaca puisi dalam bahasa daerah. Tujuan kami adalah mereka bangga berbahasa daerah.
Berdasarkan data Kantor
Bahasa NTT, secara keseluruhan di NTT terdapat 72 bahasa daerah atau sekitar 10
persen dari total 718 bahasa daerah di Indonesia. NTT menjadi penyumbang bahasa
daerah terbanyak ketiga. Dari 72 bahasa itu, sebanyak empat bahasa daerah
terancam punah.
Bahasa dimaksud adalah
Beilel, Sar, Kafoa, dan Nedebang. Semuanya berada di Kabupaten Alor. Kuat
dugaan, masih banyak bahasa daerah yang terancam punah, tetapi belum
teridentifikasi. Penyebabnya adalah jumlah penutur yang berkurang akibat
migrasi masyarakat dari luar atau kawin campur yang membuat anak tidak
menguasai bahasa kedua orangtuanya.*** kompas.id