Polemik dan Tren Wisuda Masa Kini - Secarik Catatan Usang dari Jendela Pendidikan

Polemik dan Tren Wisuda Masa Kini - Secarik Catatan Usang dari Jendela Pendidikan



Setapak Rai Numbei (Dalan Inuk)Adalah hal yang lumrah ketika sebuah pencapaian atau keberhasilan dihadiahi dengan perayaan sebagai bentuk apresiasi atas kemampuan individu dalam melewati langkah-langkah proses kehidupan khususnya dalam dunia pendidikan. Namun di sisi lain, perhelatan perayaan yang dibuat terkadang dianggap melanggar hal normatif dan cenderung berlebih-lebihan atau bahkan dianggap tidak sesuai/ menyalahi aturan.

Ya, berangkat dari ungkapan di atas bahwa belakangan ini masyarakat kita sedang memperdebatkan perihal perayaan pasca lulus dari satuan pendidikan yaitu wisuda. Ya, meskipun sebenarnya pro kontra tentang pelaksanaan wisuda hampir tiap tahun terangkat jadi topik pembicaraan yang tiada ujungnya.

Pada dasarnya, Wisuda merupakan momen sakral sebagai bentuk pelantikan atau peresmian atas berakhirnya atau terlewatinya jenjang pendidikan tertentu dengan perayaan sesuai kesepakatan dan petunjuk pihak lembaga pendidikan.

Pihak lembaga pendidikan tentunya memiliki wewenang dalam menentukan seperti apakah dan bagaimanakah proses perhelatan wisuda tersebut bahkan sering terjadi pihak lembaga hanya memutuskan sepihak tanpa ada keterlibatan atau musyawarah dengan para orang tua murid meskipun satu sisi ini bisa dikatakan hak prerogatif.

Akan tetapi, ini sering mengalami polemik di mana pihak orang tua murid merasa terbebani dengan sejumlah biaya yang harus dibayarkan yang pada akhirnya mereka terpaksa meminjam sejumlah uang kepada orang lain demi mengikutkan anaknya dalam kegiatan wisuda bahkan ada yang tidak mengikutkan anaknya untuk diwisuda dikarenakan tidak sanggup membayar atau melengkapi atribut yang ditentukan.

Polemik yang terjadi tidak lain disebabkan oleh tren wisuda yang mengalami transformatif. Kita melihat bahwa perhelatan wisuda masa kini terlihat seperti sebuah ajang perlombaan, gaya-gayaan, bermewah-mewahan. ketika perhelatan wisuda mewah dan megah maka dianggap akan mendapat daya tarik dari masyarakat tanpa memikirkan efek yang terjadi nantinya.

Belum lama ini juga Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi sampai mengeluarkan surat edaran nomor 14 tahun 2023 terkait perhelatan wisuda pada jenjang TK, SD, SMP dan SMA yang menyatakan bahwa pelaksanaan wisuda haruslah dilaksanakan dengan tanpa paksaan dan tidak menjadi beban berat bagi orang tua/wali murid.

Berdasarkan edaran tersebut dapat dipahami bahwa pihak Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi melihat adanya polemik di masyarakat perihal pelaksanaan wisuda, hal tersebut tentunya dampak dari pengakuan-pengakuan masyarakat khususnya cuitan di media sosial tentang tren wisuda masa kini yang bisa dikatakan lari dari hakikatnya.

Memang satu sisi boleh kita katakan bahwa wisuda merupakan momen akhir dari perjalanan studi sehingga perlu dirayakan dengan semeriah dan semewah mungkin. Hal tersebut benar adanya ketika pihak orang tua/wali murid menyanggupi dengan segala biaya yang akan dikeluarkan namun sering terjadi sebaliknya bahwa pihak orang tua/wali murid merasa terbebani.

Oleh karena itu, penting rasanya untuk setiap pihak lembaga pendidikan untuk melakukan antisipasi agar tidak terjadinya polemik wisuda sehingga terjadi tujuan perhelatan yang ingin dilaksanakan.

Dalam hal tersebut bisa dipersiapkan dengan membuat regulasi agar sedari awal anak-anak didik dituntun untuk menabung, bisa setor per hari atau per minggu dengan ketetapan yang disepakati oleh guru (wali kelas) dengan anak-anak sehingga nantinya dapat membantu atau paling tidak bisa menutupi untuk kebutuhan biaya wisuda.

Lebih lanjut, pihak lembaga pendidikan juga perlu untuk memahami dan menyesuaikan keadaan finansial (ekonomi) mayoritas orang tua/wali murid sehingga tidak terkesan memaksa kehendak.

Polemik selanjutmya yang muncul adalah masalah pemakaian toga untuk anak jenjang TK dan SMA, karena pada umunya sering kita lihat pemakaian toga pada wisuda di kedua jenjang ini. Mengenai hal tersebut, tentu muncul pro dan kontra. Pihak pro berpendapat bahwa pemakaian toga pada jenjang selain universitas bertujuan untuk memotivasi dan memberi semangat dalam menuntut ilmu ke jenjang yang lebih tinggi.

Adapun dari sisi kontra berpendapat bahwa pemakaian toga hanya cocok untuk wisuda mahasiswa karena mengingat makna filosofis dari jubah dan toga tersebut.

Kemudian, mereka berpendapat bahwa pemakaian toga pada jenjang SMA akan berdampak pada atmosfer ketika pemakaian toga di jenjang perguruan tinggi karena momen pemakaian toga dan jubah dianggap sesuatu yang sakral yang semestinya diaplikasikan di jenjang perguruan tinggi saja.




 

Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama