Ketua Dekranasda NTT, Julie Sutrisno Laiskodat ketika menyampaikan materinya pada kegiatan Exotic Tenun Fest Bank Indonesia Provinsi NTT di Lippo Plaza Kupang, Jumat (25/8). (FOTO: ISTIMEWA). |
Hal ini diungkapkan Ketua Dekranasda Provinsi NTT,
Julie Sutrisno Laiskodat, saat menjadi narasumber dalam acara Exotic Tenun Fest
Bank Indonesia Provinsi NTT di Lippo Plaza Kupang, Jumat (25/8).
Julie menjelaskan, karena ada nilai dan cerita dari
setiap motif, sehingga tidak bisa merubah motif seenaknya. "Saya paling
anti rubah motif, tapi tidak menyontek motif juga," ujarnya.
Dia mengatakan, sebagian besar motif yang ada,
penenunnya tidak ada lagi dan tidak diwariskan sehingga tidak bisa produksi
lagi.
"Kebanyakan penenun saat ini sudah tua atau
lansia, sehingga program Dekranasda adalah mencari orang yang mau menenun, saya
memang periodenya cuman lima tahun, dan saya berharap bisa kembali lagi untuk
melanjutkan program ini," jelasnya.
Harusnya, kata dia, motif tenunan NTT ini dijaga dan
dicatatkan secara baik dengan legalitas hukum. Namun yang dihadapi adalah
banyak motif yang tidak dicatat.
"Saya berani melayangkan gugatan apa bila ada
yang mengklaim motif NTT sebagai milik mereka. Hal ini sudah saya lakukan. Saya
pun sudah menganggarkan untuk mendaftarkan semua motif tenun di Kemenkum HAM
NTT, daftarkan motif tenun per kabupaten di NTT, menjadi indikasi
geografis," tandasnya.
Dia bercerita, pernah ada komunitas yang mengikuti
fashion show di Paris, dan mengakui bahwa motif tenun NTT adalah milik mereka.
"Saya langsung minta Biro Hukum Provinsi NTT untuk layangkan surat gugatan
ke provinsi tersebut karena itu motif kuda dari Sumba Timur,"
ungkapnya.
Kendala Dekranasda saat ini, kata Julie, motif NTT
harus mulai disosialisasikan ke generasi muda, agar mereka mengenal secara baik
motif tenunan asli daerah mereka.
"Apa lagi saat ini marak beredar tenunan
printing, misalnya di Labuan Bajo dan Sumba Timur, dan bahkan dijual oleh
orang-orang lokal kita, sedih sekali, orang NTT kita yang jual kain yang bukan
kain tenun asli NTT," jelasnya.
Jika hal ini terus dibiarkan, sambung Julie, maka
nantinya budaya dan motif tenunan NTT tidak ada lagi dan diakui oleh daerah
lain, sebagai milik mereka. Karena NTT tidak bisa mempertahankan identitas
itu.
"Saya minta Bupati-bupati untuk tegas, Sat Pol
PP harus bisa mengamankan pelaku yang menjual tenunan printing bukan tenunan
NTT asli. Apa lagi dijual di daerah kita yang jual juga orang NTT, nanti para
pendatang berfikir bahwa kain yang di printing itu asli NTT, padahal
bukan," tandasnya.
Dia ingin agar mencintai dan mengenal identitas asli
NTT harus dimulai dari diri sendiri. "Kita harus mempertahankan budaya dan
identitas kita, jangan sampai diambil orang," pungkasnya. *** timexkupang.fajar.co.id