Inilah sosok Pak Lukas Kolo, guru di SMP Negeri Wini NTT yang tak digaji selama 10 tahun oleh pemerintah |
Bahkan, guru tersebut terpaksa tinggal di
perpustakaan sekolah.
Sosok Lukas Kolo,
guru SMP Negeri Wini di Nusa Tenggara Timur (NTT) terpaksa harus tinggal di
perpustakaan sekolah karena mengaku tak mendapatkan gaji selama sepuluh tahun
dari pemerintah.
Dia dan pihak sekolah mengubah perpustakaan sekolah
untuk dijadikan mess tempat tinggal Lukas Kolo dan
sejumlah guru lainnya.
Sosok Lukas Kolo tinggal
di perpustakaan sekolah demi hemat biaya transportasi.
Meski belum mendapatkan bayaran dari pemerintah
selama 10 tahun, Lukas Kolo tetap mengajar dan ikhlas
berbagi ilmu pada muridnya.
Untuk kesehariannya, Lukas Kolo mendapatkan
bayaran dari para murid yang mengumpulkan uang Rp35 ribu.
Kisah pilu yang dialami Lukas Kolo kini
mendadak viral di media sosial.
Diketahui, Lukas Kolo menjalani
profesinya sebagai guru Bahasa Indonesia di SMP Negeri Wini dengan sukacita.
Pada Agustus 2023 lalu, Lukas menerima Surat
Keputusan (SK) Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Namun, hingga saat ini ia belum menerima gaji.
“Saya terima SK tanggal 7 Agustus 2023, sampai hari
ini belum terima gaji." ungkap Lukas, seperti dari Kompas.com
"Mungkin pemerintah masih urus, karena terlalu
banyak peserta,” bebernya lagi.
Lukas tidak mengetahui secara pasti kapan akan
menerima gaji. Saat ini, dirinya hanya bisa menunggu saja.
Untuk bertahan hidup, Lukas mengandalkan kerja sampingan dengan menjadi pekerja kebun dan menjual hewan.
Di SMP Negeri Wini ini, Lukas bersama keluarganya sengaja tinggal di ruang
perpustakan yang dialihfungsikan menjadi mes.
Hal tersebut demi menghemat biaya transportasi dari
rumahnya di Bakitolas yang jaraknya sekitar 25 kilometer ke SMP Negeri Wini.
“Pulangnya kalau ada keperluan saja. Ya kadang satu
bulan sekali. Yang menginap di mes ada tiga guru, termasuk saya,” ungkapnya.
Dia mengaku harus membuat alat peraga karena tak
memiliki lab bahasa.
“Sejauh ini, kami hanya bisa pakai alat peraga. Kami
kreatif sendiri untuk membuat gambar atau poster.
"Kami sediakan dan kami paparkan agar mereka
tahu tentang apa,” tuturnya.
Hal yang sama juga dialami oleh teman sesama
guru Lukas Kolo yakni Frederikus yang juga tak
mendapatkan bayaran dari pemerintah.
Meski demikian, guru bahasa Inggris itu berusaha
sabar dan ikhlas menyiapkan materi pembelajaran.
Saat praktik listening atau praktik mendengarkan
percakapan Bahasa Inggris, Frederikus menggunakan speaker atau pengeras suara
kecil yang disambungkan ke ponsel.
Frederikus mengungkapkan bahwa SMP Negeri Wini tak
memiliki proyektor untuk mengajar.
Bahkan terkadang dirinya meminjam proyektor ke SD
Katolik Wini yang tak jauh dari sekolahnya.
“Kami kadang
kalau mau pakai Infocus (merek proyektor) harus pinjam dari SD Katolik Wini.
Karena kan mereka ada. Kalau ada pertemuan orang tua dan urgent, ya harus
pinjam,” ujar Frederikus.
Di sisi lain, setiap guru harus membeli buku
referensi tambahan dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk siswa.
“(Kalau ada tambahan belajar, guru) harus beli.
Terkadang, buku referensinya disiapkan oleh guru, lalu mereka fotokopi,” ucap
Guru Bahasa Indonesia, Aryance Paulina Thake Kolo.
Lukas pun meminta Pemerintah Indonesia memperhatikan
tenaga pengajar di pelosok negeri yang jauh dari kata sejahtera.
Apalagi di wilayah perbatasan banyak tenaga guru
honorer.
“Karena di sini banyak guru honorer. Tentunya
pemerintah harus membuka mata. Karena, tanpa guru, dunia bisa mati. Guru yang
bisa mencerdaskan bangsa,” katanya.
“Kebutuhan sangat menuntut, tapi pemerintah kurang
memperhatikan, itu kendala kami di situ. Jadi, kami mohon supaya, untuk ke
depan, perhatikan guru,” ucap Lukas melanjutkan. *** tribunnews.com