Debat kedua, mengangkat isu pertahanan, keamanan,
geopolitik, dan hubungan Internasional yang agendanya diselenggarakan pada
Jumat, 22 Desember 2023. Sedangkan pada debat ketiga yang bakal diselenggarakan
Minggu, 7 Januari 2024 mengangkat tema ekonomi (kerakyatan dan digital),
kesejahteraan sosial, investasi, perdagangan, pajak (digital), keuangan,
pengelolaan APBN dan APBD, infrastruktur.
Debat keempat dijadwalkan pada Minggu, 21 Januari
2024 dengan mengangkat isu energi, SDA, SMN, pangan, pajak karbon, lingkungan
hidup, agraria, dan masyarakat adat. Adapun, debat terakhir, yakni debat kelima
yang mengangkat tema teknologi informasi, peningkatan pelayanan publik, hoaks,
intoleransi, pendidikan, kesehatan (post-COVID society), dan ketenagakerjaan
akan berlangsung pada Minggu, 4 Februari 2024.
Setelah dirilis jadwal dan tema debat, banyak
kalangan kemudian memperdebatkan adu debat pasangan capres-cawapres Pilpres
2024 itu. Hal itu dipicu adanya perubahan format debat oleh KPU. Dan tentunya,
format itu berbeda dari debat capres-cawapres Pilpres 2019 lalu.
Mengutip Kompas (1/12/2023), debat capres-cawapres
pada Pilpres 2019 digelar lima kali dengan komposisi satu kali debat khusus
cawapres, dua kali khusus capres, dan dua kali dihadiri capres-cawapres.
Berbeda dengan ajang debat pada pilpres kali ini, agenda debat antara lain:
tiga kali debat capres dan dua kali debat cawapres.
Pada Pemilu 2024 ini, cawapres turut mendampingi
pasangannya saat debat capres termasuk saat debat cawapres berlangsung. Namun
konon, perbedaannya ada pada proporsi bicara masing-masing capres dan cawapres,
tergantung agenda debat hari itu, apakah debat capres atau debat cawapres.
Ketua KPU, Hasyim Asy'ari, saat diwawancarai wartawan di Gedung Bawaslu, Jakarta Pusat, Jumat (10/11/2023). Foto: Fadlan Nuril Fahmi/kumparan |
Menimbulkan
Polemik
Menurut Ketua KPU RI, Hasyim Asy'ari, ketentuan
debat kali ini diterapkan agar para pemilih dapat melihat sejauh mana kerja
sama masing-masing capres-cawapres, bahu-membahu satu sama lain dalam
penampilan debat. Hasyim menyebut, capres dan cawapres harus bersama-sama hadir
dalam debat untuk menunjukkan kesatuan dan kekompakan di antara mereka kepada
publik.
Sayangnya, keputusan tersebut kemudian menimbulkan
polemik. Capres nomor urut 1 Anies Baswedan, misalnya, mengaku terkejut dengan
keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI yang tak secara khusus menjadwalkan
debat antar cawapres.
Menurut Anies, pembahasan bersama soal format debat
belum dibicarakan dengan semua tim pasangan capres-cawapres. Namun, KPU
tiba-tiba sudah mengambil keputusan soal format debat tersebut (Kompas,
2/12/2023).
Deputi Hukum TPN Ganjar Pranowo-Mahfud, Todung Mulya
Lubis juga menilai bahwa KPU tidak berhak mengubah format debat itu. Pasalnya,
peraturannya sudah diatur dalam undang-undang, serta peraturan-peraturan KPU.
Menurut Todung, perubahan format itu melanggar Pasal 277 Undang-Undang Pemilu
dan Pasal 50 Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2023.
Pasal 277 mengatakan bahwa debat capres diadakan
sebanyak 5 kali. Dalam penjelasannya, pasal tersebut menyatakan bahwa debat
untuk calon presiden dilakukan sebanyak tiga kali dan debat untuk calon wakil
presiden dilakukan sebanyak dua kali.
Dari sisi lain, jurnalis Najwa Shihab sebagaimana
dikutip dari NUonline (1/12/2023) juga melayangkan kritik atas format debat
KPU. Menurutnya debat yang dilaksanakan tidak menarik karena cenderung searah,
terkesan kaku dan pertanyaannya tidak menyentuh hal yang substansial. Dikatakan
pula, pada debat tidak ada follow up question dan moderatornya hanya berfungsi
sebagai time keeper.
Dalam pandangan Najwa, format debat yang searah dan
kurang menyentuh isu-isu substansial, tidak memberikan kesempatan yang memadai
bagi pemilih untuk membandingkan kandidat yang lebih baik. Lalu ia membuat
komparasi format debat di Indonesia dengan debat yang ada di Amerika. Ia
mengatakan, Komisi Independen di Amerika sangat serius dalam merancang berbagai
format debat yang beragam, termasuk dengan panelis, moderator, atau format
pertemuan.
Urgensi Sebuah
Gagasan
Seperti yang kita tahu, momen penting dalam
demokrasi sebuah negara adalah pelaksanaan pemilihan presiden (pilpres). Para
capres dalam hal ini diharapkan memiliki gagasan dan visi yang jelas tentang
bagaimana memimpin sebuah negara secara baik. Maka, salah satu cara untuk
mengukur kesiapan pasangan capres tersebut yakni lewat ajang debat
capres-cawapres.
Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini,
menuturkan debat pasangan calon (paslon) merupakan salah satu metode kampanye
untuk memberikan informasi kepada masyarakat sekaligus mengetahui kedalaman
paslon terhadap suatu persoalan. Melalui kedalaman pemahaman masalah,
masyarakat dapat memberikan penilaian terhadap masing-masing paslon (Republika,
8/1/2019).
Setidaknya penulis mengidentifikasi dua hal penting
terkait debat capres-cawapres. Pertama, adanya momen debat khusus cawapres
sebagaimana terselenggara pada Pilpres 2019 lalu. Momen debat khusus cawapres
ini juga tak kalah penting dilakukan, setidaknya untuk membuktikan bahwa
seorang cawapres juga mempunya kualifikasi mumpuni yang tak kalah dengan
kandidat presiden pasangannya.
Penting pula bagi publik untuk mengetahui secara
pasti kandidat cawapres secara individu utamanya terkait kualitas, kecerdasan,
dan komitmen dalam memajukan bangsa. Seorang kandidat wakil presiden juga perlu
membuktikan kepada publik akan kemampuan yang dimiliki, visi yang diemban serta
kesiapan-kesiapannya termasuk peran strategisnya, ke depan.
Kedua, penataan format dalam debat. Penulis
sependapat dengan Najwa bahwa debat capres-cawapres mendatang akan lebih seru
jika dilakukan secara dua arah, adanya follow up question. Dengan begitu,
terjadi pendalaman jawaban dari sang kandidat wakil presiden sehingga suasana
debat pun asyik dan cair.
Adanya pertanyaan lanjutan yang ditujukan pada
seorang cawapres juga setidaknya menjadikan tugas moderator tak sekedar
mengatur durasi debat. Jika demikian, debat capres-cawapres 2024 akan jauh
lebih menarik ketimbang kampanye para buzzer politik serta adu argumen tim
sukses di media sosial yang cenderung memancing emosi.
Tapi hal terpenting bagi KPU adalah kepastian bahwa
ia adalah lembaga yang benar-benar independen. Dengan begitu, KPU tak hanya
memikirkan para kontestan yang dalam hal ini adalah capres-cawapres semata.
Debat sesuai substansinya akan mampu menghasilkan
kontribusi dan pemahaman-pemahaman rasional publik. Masyarakat juga akan
mengenali visi dan kualitas calon sehingga mudah menentukan pasangan
capres-cawapres pilihannya itu.