Makanya tak heran jika
di jalan-jalan sudah dipenuhi dengan baliho dan spanduk calon legislatif
berarti pemilu sudah di depan mata, artinya masyarakat harus lebih jeli dan
selektif dalam menentukan pilihannya dalam memilih anggota legislatif yang akan
mewakili kepentingan masyarakat di parlemen. Jika masyarakat hanya terlena dan
terbuai dengan janji manis caleg yang terpampang di baliho dan spanduk tanpa
mengetahui latar belakang dan rekam jejak calon legislatif tersebut, maka
jangan kaget jika nanti calon legislatif yang mereka pilih tidak peduli dengan
nasib dan kondisi mereka.
Sudah banyak bukti di
lapangan yang menjelaskan bahwa calon legislatif hanya manis di awal saja namun
lupa dan tidak peduli terhadap rakyat ketika mereka sudah terpilih menjadi
anggota legislatif. Mereka (anggota legislatif) malah sibuk mencari proyek
sendiri untuk mengembalikan uang atau modal politik yang mereka gunakan untuk
pencalonan. Mereka lupa dengan rakyat yang telah memilih mereka sehingga mereka
bisa duduk nyaman di kursi parlemen. Selain itu, tak sedikit juga anggota
legislatif yang tertangkap KPK karena kasus korupsi dan menyalahgunakan uang
negara.
Berdasarkan data komisi
pemberantasan korupsi sejak 2004 sampai Juli 2023 dijelaskan bahwa terdapat 344
kasus korupsi yang melibatkan anggota DPR dan DPRD. Jumlah tersebut merupakan
jumlah terbanyak ketiga dibawah kasus korupsi yang menjerat kalangan swasta
(404 kasus) dan pejabat eselon I-IV (351 kasus). Data ini menunjukkan bahwa
masih banyak calon legislatif yang ketika mereka terpilih menjadi anggota
legislatif, mereka malah sibuk mensejahterkan dan mengenyangkan perutnya
sendiri tanpa memikirkan kesejahteraan rakyat yang telah memilihnya. Anggaran
negara yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan rakyat, habis dimakan dan
digunakan untuk kepentingan sendiri dan kelompoknya.
Selain itu, banyak juga
perilaku-perilaku tidak wajar anggota legislatif yang belakangan ini menjadi
sorotan media seperti misalnya main game online ketika sidang, atau fenomena
klasik yang sering terjadi yaitu tidur ketika sidang atau bahkan mangkir dan tidak
mengikuti persidangan. Perilaku tak wajar tersebut sering kita lihat di
beberapa media elektronik yang menggambarkan ketidak seriusan beberapa anggota
legislatif dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai anggota dewan
perwakilan rakyat. Selain itu, sering juga kita temui polemik tentang minimnya
partisipasi publik dalam setiap penyusunan dan pengesahan undang-undang,
seperti kasus penyusunan dan pengesahan UU Cipta Kerja yang dinilai oleh
beberapa pengamat politik dan hukum ketatanegaraan bahwa UU Cipta Kerja minim
partisipasi publik di dalamnya.
Persoalan-persoalan di
atas tentunya memberikan gambaran kepada kita tentang bagaimana seharusnya
memilih dan menentukan calon anggota legislatif yang akan mewakili aspirasi
kita di parlemen. Maka dari itu masyarakat harus lebih hati-hati dan teliti
dalam menentukan wakilnya di dewan perwakilan rakyat, jangan sampai salah
memilih dan menentukan calon legislatif karena pilihan kita menentukan nasib
kita di masa yang akan datang. Masyarakat jangan sampai terbuai dengan desain
dan kata-kata indah baliho yang menjanjikan kesejahteraan bagi rakyat tanpa
mengetahui track record atau sepak terjang calon legislatif yang akan dipilih.
Memang banyak sekali
baliho dan sepanduk berseliweran di jalanan dengan tampilan dan desain yang
menarik serta dibumbui dengan janji-janji yang memikat hati rakyat namun rakyat
harus waspada dan berhati-hati bahwa dibalik baliho yang menawan ada
kepentingan para calon anggota dewan. Rakyat harus cerdas memilih calon
perwakilan rakyat yang akan mewakili aspirasinya di dewan perwakilan rakyat.
Jangan sampai rakyat terlena dengan jumlah uang (money politik) yang diberikan
oleh para calon anggota legislatif, karena hal itu akan menjadikan suara rakyat
sebagai barang dagangan yang hanya bisa dibeli oleh para calon legislatif yang
memiliki modal namun tidak memiliki kapsitas dan integritas.