Tidak ada yang salah
dengan kemauan untuk menyiapkan resolusi Tahun Baru. Yang sulit bahwa tidak
butuh waktu lama segenap resolusi Tahun Baru itu menjadi hambar. Menurut
penelitian 25% dari resolusi tersebut jarang yang ‘lolos’ bahkan selama minggu
pertama bulan Januari. Menjelang akhir tahun, tidak sampai 10% dari resolusi
itu yang mampu ditegakkan. Akhirnya setahun berlalu dengan spiral rasa malu.
Mari kita memahami
mengapa pencapaian tujuan sering dikaitkan dengan pengendalian diri. Anda
mungkin pernah mendengar tentang percobaan marshmallow. Tes ini dilakukan
sekitar 30 tahun yang lalu, di mana jika anak-anak bisa menolak makan yang
manis mereka akan diberi hadiah. Kajian atas percobaan ini menemukan bahwa
anak-anak yang bisa menahan godaan bakal memiliki kesuksesan akademis dan
profesional saat mereka tumbuh.
Mereka yang bisa
bertahan menuju tujuan yang telah ditetapkan di tengah pelbagai godaan pada
dasarnya memiliki posisi terbaik untuk menapaki keberhasilan. Kenapa? Sebab
mereka memiliki pengendalian diri atau ketabahan. Pengendalian diri berawal di
industri rumahan. Ada buku, film, TikTok, sebut saja, agar orang dapat mencoba
setiap trik yang ada.
Untuk membuat resolusi
Tahun Baru fungsional dan operasional, para psikolog, pembicara motivasi,
pengusaha dan hampir setiap orang menawarkan kata-kata bijak, di antaranya
tetapkan serangkaian tujuan kecil, pertahankan tujuan yang dibuat realistis,
buatlah tujuan yang sulit sehingga Anda merasakan sebuah tantangan, jadikan
tujuan tersebut mudah diukur, miliki tujuan yang bermakna, visualisasikan
kesuksesan, jangan malu mengucapkan selamat pada diri sendiri, dan jangan
menyerah.
Menetapkan resolusi
sering menghasilkan kegagalan. Pertanyaannya adalah mengapa? Kenapa masih ada
orang-orang yang gagal? Mengapa mereka tidak sanggup memenuhi resolusi itu?
Karena masalah resolusi adalah masalah hidup itu sendiri. Memang ini agak
terdengar eksistensial, tapi ada alasan ilmiahnya.
Orang-orang cenderung
gagal menolak godaan, terutama saat mereka sibuk, lelah atau stres. Manusia
cenderung berpikir jangka pendek, lebih menghargai kesenangan di sini dan kini
ketimbang melihat manfaat besar di masa depan. Ketika tujuan memaksa orang
untuk melakukan pengendalian diri, cepat atau lambat orang cenderung terhenti
dan menyerah.
Jadi yang menjadi
persoalan bukanlah bagaimana Anda membingkai resolusi, tapi apa dan bagaimana
bahasa yang Anda gunakan. Tampaknya hal ini ada perbedaan. Ada dua macam
tujuan, tujuan penghindaran (avoidance goal)—menjauhi hal-hal seperti alkohol
atau media sosial—dan tujuan pendekatan (approach goal)—mengembangkan kebiasaan
baru seperti berenang dua kali seminggu atau makan buah setiap hari.
Sekarang coba tebak
kategori mana yang membutuhkan energi untuk pengendalian diri? Menurut
penelitian, 25% orang lebih mungkin untuk memenuhi tujuan yang kedua, yakni
tujuan pendekatan (approach goal) daripada tujuan penghindaran (avoidance goal).
Jadi kuncinya adalah mulailah melakukan sesuatu alih-alih berhenti mengerjakan
sesuatu.
Ubahlah tujuan
penghindaran (avoidance goal) menjadi tujuan pendekatan (approach goal).
Misalnya, Anda ingin mengurangi penggunaan media sosial. Jadi daripada membuat
tujuan yang mengatakan ‘kurangi menggunakan media sosial’ maka Anda sebaiknya
membuat resolusi baru berupa ‘membaca 10 halaman buku per hari.’
Jika Anda ingin
menurunkan berat badan, daripada berkata ‘Saya ingin berhenti makan permen’
lebih baik diganti dengan ‘Saya ingin makan wortel setiap santap siang’ yang
tidak akan meningkatkan kadar gula darah Anda.
Tentu saja semua ini
lebih mudah diucapkan daripada dilakukan. Tetapi jika mengutak-atik pemahaman
Anda tentang perubahan pribadi bisa meningkatkan peluang Anda untuk akhirnya
berpegang teguh pada resolusi, maka hal itu pantas dicoba dan semoga berhasil.
Harekain Village - Malaka,
Minggu, 31 Desember 2023