Bincang santai bersama para lansia di salah satu rumah adat di perkampungan Kateri Kabupaten Malaka NTT |
Stigma ini
mengakibatkan posisi sosial desa selalu berada di bawah kota dalam hierarki
sosial. Masyarakat desa seringkali kehilangan rasa percaya diri ketika
berhadapan dengan situasi persaingan. Oleh karena itu, selama ini desa lebih
sering dianggap sebagai objek proyek-proyek pembangunan yang cenderung
mengikuti preferensi dan standar kehidupan perkotaan dalam pelaksanaannya.
Dampak dari pandangan
dan perlakuan yang cenderung merendahkan terhadap desa, serta penekanan pada proyek-proyek
pembangunan yang tidak selalu sesuai dengan kebutuhan dan realitas desa, dapat
mengakibatkan beberapa konsekuensi signifikan. Fokus pembangunan yang lebih
terpusat di kota dapat meningkatkan ketidaksetaraan antara daerah perkotaan dan
pedesaan, membatasi akses desa terhadap sumber daya dan infrastruktur kunci
seperti pendidikan, kesehatan, transportasi, dan teknologi. Ketergantungan desa
pada proyek-proyek pembangunan eksternal juga dapat merugikan, menghambat
pembangunan mandiri dan berkelanjutan di tingkat desa.
Penekanan pada standar
perkotaan dalam proyek pembangunan dapat memicu perubahan budaya yang tidak
seimbang di desa. Nilai-nilai lokal dan tradisional dapat terpinggirkan,
meningkatkan risiko kehilangan identitas budaya desa. Dampak sosial dan
psikologis juga mungkin terjadi, dengan adanya stigma negatif terhadap desa
menyebabkan masalah internal seperti ketidakpuasan, kurangnya kepercayaan diri,
dan konflik di antara penduduk desa.
Selain itu, masyarakat
desa mungkin kehilangan kepercayaan diri untuk mengembangkan inisiatif lokal
dan mengatasi masalah mereka sendiri. Ini dapat menghambat potensi pengembangan
ekonomi lokal dan kemandirian desa. Adanya preferensi terhadap perkotaan dalam
proyek pembangunan juga dapat menciptakan pergeseran demografis, dengan migrasi
besar-besaran dari desa ke kota, meningkatkan tekanan pada infrastruktur
perkotaan dan menciptakan perubahan drastis dalam pola pemukiman.
Tidak jarang, dengan
dalih pembangunan sumber-sumber kekayaan di desa, terjadi eksploitasi yang
berujung pada munculnya kemiskinan baru di pedesaan. Proyek-proyek pembangunan
yang bertujuan untuk mengoptimalkan potensi sumber daya alam desa seringkali diimplementasikan
tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap masyarakat lokal.
Eksploitasi sumber daya alam tanpa perencanaan yang bijak dapat mengakibatkan
beberapa konsekuensi merugikan.
Pertama,
ketidakberlanjutan pemanfaatan sumber daya alam dapat menyebabkan kerusakan
lingkungan dan merugikan mata pencaharian tradisional masyarakat desa yang
bergantung pada keberlanjutan ekosistem setempat. Misalnya, deforestasi tanpa
perencanaan yang baik dapat menghilangkan sumber penghidupan seperti hutan yang
menjadi tempat tinggal berbagai spesies dan sumber kehidupan masyarakat.
Kedua, distribusi
manfaat yang tidak merata dari hasil eksploitasi sumber daya alam dapat
menyebabkan ketidaksetaraan ekonomi di dalam masyarakat desa. Manfaat ekonomi
seringkali lebih banyak dinikmati oleh pihak luar, seperti perusahaan besar
atau pemerintah, sementara masyarakat lokal malah mengalami peningkatan biaya
hidup, kehilangan mata pencaharian, atau bahkan penggusuran tanpa kompensasi
yang memadai.
Ketiga, terjadinya
"kemiskinan baru" di pedesaan dapat muncul karena adanya perubahan
struktur ekonomi lokal yang tidak seimbang. Masyarakat desa yang tadinya
mengandalkan mata pencaharian tradisional bisa kehilangan pekerjaan dan
penghasilan ketika sumber daya alam dieksploitasi tanpa perencanaan yang
memadai.
Akibatnya, meskipun ada
upaya pembangunan di desa, jika tidak diarahkan dengan bijak dan berkelanjutan,
proyek-proyek tersebut dapat menjadi penyebab kemiskinan baru di pedesaan. Oleh
karena itu, penting bagi kebijakan pembangunan untuk memperhitungkan
keberlanjutan ekosistem, keadilan sosial, dan keseimbangan distribusi manfaat
agar pembangunan di desa dapat memberikan dampak positif jangka panjang bagi
masyarakat setempat. ***
Dari sudut Kampung Benin Harekain, Sasitamean Kabupaten Malaka NTT
Minggu, 14 Januari 2024