Masih terdapat begitu
banyak program-program kampanye bagi-bagi sembako yang dilakukan oleh para
kandidat atau tim pemenangan diberbagai wilayah lainnya dengan modus yang
beraneka ragam. Modus-modus praktik politik bagi-bagi sembako umumnya dilakukan
oleh masing-masing kubu untuk menghindari jerat hukum pelanggaran kampanye
politik. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI menegaskan bahwa peserta pemilu
maupun tim kampanye dilarang untuk membagikan sembako pada masa kampanye Pemilu
2024. Pembagian sembako pada masa kampanye dapat dikategorikan sebagai politik
uang, sesuatu yang dilarang dalam pelaksanaan pemilu apalagi masa kampanye. Hal
ini terutama diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bahwa
siapa pun dilarang untuk memberikan/menjanjikan uang atau materi lainnya secara
sengaja kepada masyarakat sebagai pihak peserta kampanye. Ketentuan pidananya
tercantum pada pasal 523 UU Pemilu (kompas.com, 08 Desember 2023).
Para kandidat ataupun
tim kampanye umumnya menggunakan modus-modus tertentu dalam membagikan sembako
agar terhindar dari jeratan hukum. Misalnya dengan tidak menggunakan atribut
kampanye atau dengan memanfaatkan momen-momen tertentu. Hal yang perlu dicatat
bahwa walaupun menggunakan modus-modus tertentu, namun bentuk-bentuk dan
substansi pembagian sembako yang dilakukan oleh para kandidat dan timnya tentu
memiliki maksud tertentu terutama berkaitan dengan tujuan mengikat para
pemilih. Apalagi ketika pembagian sembako diikuti dengan ajakan-ajakan atau
komentar-komentar untuk memilih pasangan tertentu atau dengan membandingkannya
dengan calon tertentu.
Praktik politik
bagi-bagi sembako seperti yang dinyatakan oleh Bawaslu memiliki indikasi pada
praktik politik uang. Money politic atau politik uang sangat dilarang dalam
kampanye politik karena akan berkaitan dengan praktik-praktik politik kotor
lainnya. Politik uang sangat melukai demokrasi yang dibangusn secara jujur dan
adil. Budaya politik uang yang digunakan untuk memperoleh kekuasaan politik
akan membuka peluang kepada politisi-politisi yang ikut berkomptisi ini untuk
melakukan korupsi jika mereka terpilih nanti.
Jual beli-suara mengakibatkan
lunturnya nilai-nilai demokrasi, melegitimasi proses pemilu, melemahkan
akuntabilitas politik (vertikal) antara politikus dan pemilih, dan menghadirkan
politikus yang korup. Pandangan umum menilai bahwa pemilih dalam menentukan
pilihan dalam kontestasi pemilu bukan berdasarkan “rasionalisasi” terhadap
visi-misi dan kebijakan akan tetapi pemilih membuat keputusan/pilihan
berdasarkan iming-iming uang atau barang. Arus utama diskursus jual-beli suara
umumnya menyoroti pemilih yang begitu mudah mengadaikan suaranya dengan imbalan
uang, sembako ataupun lainnya (Taylor:1996).
Jual-beli suara atau
politik uang juga dapat menjadi batu sandungan bagi proses demokrasi Indonesia.
Transaksi jual-beli suara antara politikus dan pemilih merupakan pengeluaran
politik yang sulit untuk dihindarkan. Pengunaan uang, barang untuk mengaet suara
pemilih ditengarai menjadi salah satu faktor pemenangan bagi kandidat yang
memiliki modal besar.
Praktik politik uang
dengan modus bagi-bagi sembako di sisi lain juga merupakan jebakan buat rakyat.
Seseorang yang mengunakan politik uang atau barang tertentu untuk mencapai
tujuannya sebenarnya sedang menyiapkan perangkap untuk rakyat, rakyat dalam hal
ini tidak diajak bersama-sama dalam hal melakukan perjuangan perubahan, tetapi
diarahkan hanya untuk memenangkan calon tertentu dengan cara-cara yang instant.
Praktik politik seperti ini sangat berbahaya dan menyebabkan lahirnya
jeratan-jeratan praktik negosiasi koruptif di kemudian hari. Komisi
Pemberantasan Korupsi dalam berbagai kesempatan telah mengingatkan tentang
bahaya politik uang atau barang bagi investasi koruptor. Oleh karena itu
praktik politik uang dengan berbagai modusnya harus dihindari. Masyarakat harus
diberi kesadaran penuh bahwa politik uang sangat berbahaya bagi masa depan
bangsa. Masyarakat perlu beralih, dari memilih berdasarkan barang atau materi
menjadi memilih secara rasional berdasarkan visi-misi, program, rekam jejak,
dan lainnya. Dengan demikian pemilu akan menjadi sangat legitimate dan
berwibawa.