Saya mendengar
“perempuan” dibeberapa desa masih dipandang sebelah mata. Misalnya saja dalam
hal pendidikan perempuan terbelakang. Kemudian dalam hal menikah, masih saja
ada pemaksaan menikah atau perjodohan yang tidak diinginkan oleh anak.
Diskriminasi ini sudah bertahun-tahun bukannya menghilang kini makin marak dan
menjamur kebeberapa peran perempuan seperti kepemimpinan dan wanita karir.
Mari kita mundur
sedikit melihat sejarah kita semua, tidak sedikit bukan pahlawan perempuan yang
menjadi kunci perjuangan kemerdekaan Indonesia. Memang jika kita melihat
pemberian gelar pahlawan lebih banyak kepada laki-laki daripada perempuan,
namun bukan berarti tidak ada pahlawan perempuan.
Perempuan adalah kunci.
Berbicara perempuan
tentu tidak hanya kartini, kita perlu mengenal lebih banyak pejuangan perempuan
sepertiNyai Khoiriyah merintis sekolah khusus putri atau madrasah lil banat
yang menjadi madrasah perempuan pertama di Makkah masa itu sekitar tahun 1942
Masehi.
Siti Walidah (Nyai
Ahmad Dahlan), Pada tahun 1914, Nyai Ahmad Dahlan mendirikan Sopo Tresno,
sebuah perkumpulan gadis-gadis terdidik di sekitar Kauman. Dia bertekad
memperjuangkan hak-hak perempuan. Pengajian untuk kalangan perempuan ini tidak
hanya diisi dengan pengetahuan tentang agama, tetapi juga mengajarkan tentang
arti pentingnya pendidikan bagi masyarakat. Kemudian, pada 19 Mei 1917, perkumpulan
Sopo Tresno berubah menjadi Aisyiyah.
Fatmawati Soekarno, Nyi
Ageng Serang, Martha Christina Tiahahu, Cut Nyak Dien, Rohana Kudus, Ratu
Kalinyamat dan Raden Adjeng Kartini. Adalah beberapa perempuan yang menjadi
kunci dari sejarah kemerdekaan negera kita.
Kardinah (adik kartini)
mendirikan sebuah rumah sakit pada tahun 1927 yang dinamakan Kardinah
Ziekenhuis atau Rumah Sakit Kardinah. Latar belakang pendirian rumah sakit itu
karena rasa simpatinya pada kesehatan masyarakat miskin di Tegal. Dana
pembangunan rumah sakit ini pun dari royalti penjualan buku-bukunya dan
ditambah dari hasil penjualan kerajinan tangan murid-murid Wisma Pranowo.
Raden Sosrokartono,
karirnya sebagai intelektual dan politiknya luar biasa, sebagai wartawan selalu
mendapatkan berita yang pertama, ia memiliki ilmu kebatinannya tinggi. Ia juga
terkenal dapat menyembuhkan orang dengan air rajah huruf alif. Kakanya inilah
yang memberikan berbagai informasi dan berita berita kepada kartini.
Kartini sebagai sosok
perempuan cerdas, peka, Kritis, pemberani karena lahir dilingungan
kolonialisme, patriarki , feodal, ia tidak pernah berhenti memikirkan
kesejahtraan rakyat, kesehatan maupun pendidikan. Ia tak penah lelah
sedikiitpun untuk mengajarkan betapa pentingnya berpikir kritis terhadap
ketidakadilan yang dilakukan oleh siapa pun dan dengan alasan apa pun
“Seorang gadis jawa
adalah sebutir permata, pendiam, tak bergerak-gerak seperti boneka kayu; bicara
hanya bila benar-benar perlu dengan suara berbisik, sampai semut pun yak sanggup
mendengarnya; berjalan setindak demi setindak seperti siput; tertawa halus
tanpa suara, tanpa membuka bibir; sungguh buruk nian kalau giginya tampak
seperti luwak” (kartini, surat kepada Ny. Abendanon. Agustus 1900).
Kita Semua Adalah Kartini
Masa Kini
Kartini, Nyai
Khoiriyah, Siti Walidah dan perjuang perempuan lainnya tidak pernah memilih
berjuang untuk siapa, apa perjuangan meraka hanya untuk sesama perempuan, tentu
tidak. Meraka semua berjuang dengan tujuan yang sama demi kemerdekaan manusia
atas kebodohan yang melanda barangkali hingga kini.
Sudah selayaknya siapa
pun kita melanjutkan estafet perjuangan itu terutama di hari kartini ini. para
perempuan dimana pun kamu berada beberapa hal yang harus diperjuangakan
adalah.pertama, jangan mendeskriminiasi diri sendiri dengan memaksa cantik
dengan segala perawatan hingga berhutang kepada kawan. Ingat kartini cantik
dengan prestasinya bukan kecantikan fisik.
Kedua, stereotipe
negatif atas kecakapan, kepemimpinan perempuan, prasangka yang melanggengkan
praktik diskriminasi masih terasa hingga kini. ini penjajahan yang terus ada
dari zaman kartini hingga kini yang perlu kita perangi bersama, misal dalam hal
karir seorang perempuan yang masih saja sulit untuk malaju pesat. Ada
diskriminasi jika perempuan memimpin terhalang dengan kelemahan, emosional, dan
perempuan hanya digunakan sebagai pemikat pelanggan laki-laki saja. Ini
ketempangan dalam dunia kerja.
Yang terakhir, kita
masih saja melihat kekerasan terhadap perempuan dan anak masih menjadi agenda
rutin setiap bulannya di negeri ini. Kita lihat saja data beberapa bulan ini
sudah berapa perempuan dan anak perempuan yang mengalami kekerasan bahkan
kekerasan seksual.
Mari kita hidupkan
kembali kartini dan berjuang bersamanya melawan berbagai kontruksi sosoal,
politik bahkan agama yang masih mendeskriminasi perempuan sebagai manusia nomor
dua di negeri ini. Tentu atas tujuan bersama “ menuju Indonesia emas 2045”