Ini Kronologinya! Nasib Malang Pasien Kabupaten Malaka Dirujuk ke RSUD Atambua: Biaya Perawatan Capai Rp.38 juta Tak Bisa Klaim ke BPJS Karena Sistem

Ini Kronologinya! Nasib Malang Pasien Kabupaten Malaka Dirujuk ke RSUD Atambua: Biaya Perawatan Capai Rp.38 juta Tak Bisa Klaim ke BPJS Karena Sistem

Jumpa pers kronologi pasien asal kabupaten Malaka yang dirujuk ke RSUD Atambua tak bisa klaim BPJS (foto:Weren/batastimor.com)


Suara Numbei News - Nasib malang dialami seorang bayi dari Yuliana Bete, pasien asal Kabupaten Malaka yang dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Atambua dari Puskesmas Tunabesi di Kabupaten Malaka pada Rabu (24/4/2024) lalu.

Dalam pemberitaan sejumlah media online, RSUD Atambua diduga tidak menggunakan BPJS Kesehatan untuk seorang bayi dengan meminta biaya yang fantastis.

Menanggapi hal ini, pihak Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Mgr. Gabriel Manek, SVD dan Dinas Kesehatan Kabupaten Belu memberikan klarifikasi melalui keterangan resmi kepada awak media dalam jumpa pers yang digelar, Minggu (5/5/2024) sore.

Berlansung di Lantai 1 RSUD Atambua, jumpa pers dihadiri Kadis Kesehatan Belu, drg. Ansilla, Plt Direktur RSUD Atambua, dr Theodorus Lusianus Mau Bere dr Sieeny dan sejumlah perawat lainnya.

Disebutkan dalam jumpa pers, terkait kasus rujukan pasien warga Kabupaten Malaka yang belum memiliki BPJS., dr Theo Mau Bere selaku PLT Dirut RSUD Atambua membeberkan bagaimana pasien rujukan Puskesmas Tunabesi Malaka atas nama Yuliana Bete dirawat di Atambua dan munculnya berita miring yang tak benar.

Menurut dr Theo, rujukan dari Puskesmas Tunabesi Malaka, lahir spontan dirumah ditolong dukun pada 23 April 2024.

"Bayi tersebut anak pertama dari ibu tersebut dan kita tidak tahu keadaan klinis awalnya. Tapi diceritakan bahwa ketubannya jernih dengan berat badan 1.040 gram, panjang badan 36 cm, lingkar kepala 25 cm, lingkar dada 22 cm dengan anus positif tidak ada cacat", ungkap dr Theo.

Pasien Yuliana, lanjut dr Theo, masuk ke ruang Edelweis/ruang Perinal (untuk bayi) Pukul 01.15 Wita artinya sudah masuk ke tanggal 24 April 2024. Perawat yang bertugas memberikan konseling informasi kepada om bayi tersebut atas nama Marten Un Tanono tentang kondisi bayi tersebut dan peraturan yang biasa berlaku diryang Perina, tentang jam kunjungan, jam menyusui, administrasi dan lain - lain.
"Untuk administrasi sesuai aturan BPJS karena bayi baru lahir diberikan tenggang waktu 3 x 24 jam karena bayi itu belun memiliki tanda pengenal. Hal itu sudah disampaikan ke bayi om tersebut," jelas PLT Dirut RSUD.

Selanjutnya ditanyakan juga keterangan lahir yang biasa ada di buku pink ibu hamil tetapi ibu ini pun tidak punya bukunya dan tidak pernah kontrol riwayat kehamilannya di fasilitas kesehatan di Malaka.

Masih menurut dr Theo, pada tanggal 29 April 2024 pukul 13.30 Wita baru keluarganya datang menanyakan kondisi bayinya. Maka terhitung sudah 5 hari maka tenggang waktu sesuai Pernenkes dan aturan BPJS dinyatakan sudah lewat.


"Selanjutnya keluarga diminta mengurus tetapi keterangannya atau cerita dari keluarga adalah ayah dari bayi tersebut kabur dan tidak ada yang bertanggungjawab. Kita menyampaikan bahwa administrasi BPJS sebagai lembaga penjaminnya sudah terlambat karena sudah lebih dari 3 hari," urainya.

Pada tanggal 2 Mei 2024, jelas dr Theo, kartu BPJS bayi tersebut diterbitkan tetapi telah melewati deadline sesuai aturan BPJS. Keluarga memaksa untuk membawa pulang bayi namun pihak RSUD Atambua tidak mengijinkan karena kondisi bayinya kalau dipulangkan sangat beresiko.

"Kita tidak mengutamakan administrasi tapi kita mengutamakan keselamatan bayinya. Bagaimana kita bisa membiarkan bayi dengan berat 1.040 gram dipulangkan kerumahnya, kemungkinan selamatnya kecil, jadi kita tetap mempertahankan bayinya itu yang dipelintir kita menahan bayinya," jelas Theo Mau Bere.

Masih dalam kesempatan yang sama dr. Sieeny yang menangani langsung bayinya Yuliana Bete menjelasjan bahwa diruang Perina RSUD Atambua ada dua tempat yaitu level 2 dan level 3 atau sekelas ICU yaitu Neonatal Intensive Care Unit (NICU).

"Waktu dari 0 - 28 hari bayi lahir itu resiko kematiannya sangat besar karena bayi baru lahir itu baru belajar bernafas, belajar minum karena syarat orang hidup itu detak jantungnya ada, harus bernafas dan harus minum untuk tumbuh," jelas dr. Sieeny.

"Bayi yang 1 kilo dengan bantuan alat nafas itu kita rawatnya di NICU. Yang namanya ICU itu semua alat - alatnya dihitung, maka kalau ditanya mengapa nilainya besar karena memang ICU itu ruangan yang paling banyak makan oksigen, listrik tidak boleh padam. Jadi Perina iru ada kelas ICU nya ada kelas perawatan biasa," kata dr Sieeny menambahkan.

"Selama perawatan di NICU perawat selalu mengatakan kepada pihak keluarga agar segera mengurus administrasi BPJS agar tidak diklaim pembayan.secara pribadi atau yang biasa disebut pasien umum.

Hanya saja hingga tenggang waktu yang ditetapkan bahkan melewati beberapa hari keluarga tak kunjung mengurusnya," ungka dokter anak senior itu.

Akibatnya tak mengurus dan lewati tenggang waktu maka apllkasi untuk pembuatan SEP (Surat Egilibilitas Pasien) telah terkunci. SEP adalah dokumen yang sangat penting dalam sistem perawatan kesehatan terutama di negara yang menggunakan sistem asuransi kesehatan

Saat ini bayi tersebut masih dalam perawatan intensif. Pihak RSUD Atambua memutuskan untuk akan menangani hingga bayi tersebut selamat dan benar - benar sehat.

Menegaskan hal ini Kadis Kesehatan Belu drg. Ansilla Mutty menyebutkan bahwa soal adiministrasi adalah yang kesekiannya. RSUD Atambua lebih menekankan keselamatan bayi. Oleh sebab itu bayi kecil itu masih menjalani perawatan di NICU.

Soal administrasi RSUD Atambua telah berkoordinasi dengan Dinkes Pemkab Malaka karena pihaknya lebih mengutamakan nyawa si bayi ketimbang urusan administrasi.

Dirinya menyampaikan terimakasih kepada Kadis Kesehatan Malaka yang telah memberikan respon positif terkait biaya perawatan warga Malaka yang dirujuk ke Belu tersebut.

"Mudah-mudahan dengan kejadian ini, kabupaten terdekat yang merujuk pasien kesini bisa memperbaiki sitem rujukan seperti yang kita lakukan di 17 Puskesmas yang ada di Kabupaten Belu berbasis aplikasi Sis Rute, guna mempermudah kepesertaan BPJS," tandas drg Ansyla.

 Terpisah, Kepala Dinas Kesehatan Malaka, dokter Sri Chayo Ulina mengatakan bahwa pembayaran tagihan warganya tersebut akan dibayar ke RSUD Atambua.

Diketahui pasien atas nama Yuliana Bete dirujuk dari Puskesmas Tunabesi Malaka bersama bayinya ke RSUD Atambua pada 23 April 2024.

Yuliana nekad melahirkan di rumah sehingga tidak semuanya ari-ari keluar dan akhirnya dia kesakitan.

KIS/KMS Yulana aktif sehingga tak ada persoalan namun bayinya tersebut belum memiliki KIS atau bukan kepesertaan BPJS.

Sementara aturan RSUD memberikan tenggang waktu 3X24 jam untuk melengkapinya. Namun hingga hari ke 7 KIS bayi tersebut tak juga aktif.

Di Kabupaten Belu warganya tak akan membayar sepeserpun sebab adanya pengobatan gratis pakai KTP. Hanya saja dalam kasus ini Yuliana adalah warga Kabupaten Malaka sehingga wajib menggunakan BPJS untuk mengcover pembayarannya. *** batastimor.com



 

 

 

 

Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama