Kontroversi Pembebasan Ronald Tanur, Komisi Yudisial Jatuhkan Sanksi pada 3 Hakim

Kontroversi Pembebasan Ronald Tanur, Komisi Yudisial Jatuhkan Sanksi pada 3 Hakim

Suara Numbei News - Tulisan ini menyoroti pentingnya integritas dan profesionalisme dalam sistem hukum negara. Keterlibatan ketiga hakim ini dalam kasus Ronald Tanur menjadi sorotan publik. Erintuah Damanik, sebagai Ketua Majelis Hakim, memvonis bebas Ronald Tanur, anak mantan anggota DPR RI, meskipun jaksa penuntut umum menuntut hukuman 12 tahun penjara. Damanik menyimpulkan bahwa penyebab kematian korban, Dini Sera Afrianti, bukan karena penganiayaan atau terlindas kendaraan, melainkan karena kerusakan lambung akibat konsumsi alkohol berlebihan.

Dalam pertimbangannya, Damanik menyatakan bahwa tidak ada saksi yang melihat secara langsung Ronald Tanur berniat menganiaya atau membunuh korban. Putusan ini menuai kontroversi dan menjadi perhatian Komisi Yudisial.

Sebelum kasus Ronald Tanur, ketiga hakim ini telah menangani beberapa kasus besar. Erintuah Damanik pernah menjadi ketua majelis hakim yang memvonis mati terdakwa Zuraida dalam kasus pembunuhan Hakim PN Medan Jamaluddin pada tahun 2019. Ia juga pernah menolak praperadilan yang diajukan empat tersangka kasus suap mantan Gubernur Sumatera Utara, Gatot Pudjo Nugroho.

Mangapul sebelumnya menjadi bagian dari majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara Kanjuruhan Malang. Dalam kasus tersebut, Mangapul dan rekan-rekannya menjatuhkan vonis bebas terhadap dua terdakwa, namun putusan ini kemudian dianulir oleh Mahkamah Agung.

Heru Hanindyo pernah mengadili gugatan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) yang diajukan oleh My Indo Airlines (MYIA) kepada Garuda Indonesia pada Oktober 2021 sebagai ketua majelis hakim. Gugatan tersebut ditolak. Ia juga tergabung dalam susunan majelis hakim yang mengabulkan gugatan perdata KLHK terhadap PT Agri Bumi Sentosa pada Januari 2023.

Menariknya, ketiga hakim ini memiliki aset yang cukup besar. Erintuah Damanik melaporkan harta kekayaan senilai Rp8.055.000.000 pada 16 Januari 2023. Mangapul melaporkan harta kekayaan sebesar Rp1.316.900.000 pada 11 Januari 2024. Sementara itu, Heru Hanindyo memiliki harta kekayaan sejumlah Rp6.716.586.892 berdasarkan laporan tertanggal 19 Januari 2024.

Keterlibatan ketiga hakim ini dalam kasus Ronald Tanur dan putusan kontroversial yang dihasilkan telah memicu penyelidikan oleh Komisi Yudisial. Kasus ini menjadi sorotan publik dan menimbulkan pertanyaan tentang integritas dan profesionalisme dalam sistem peradilan Indonesia.

Analisis Putusan Kontroversial

Putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya dalam kasus Gregorius Ronald Tannur telah menimbulkan kontroversi yang luas. Hakim Erintuah Damanik, yang memimpin majelis hakim, menyatakan bahwa terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan . Mereka menolak dakwaan jaksa penuntut umum yang mengacu pada Pasal 338 KUHP, Pasal 351 ayat (3) KUHP, dan Pasal 359 KUHP .

Dalam pertimbangannya, hakim berpendapat bahwa kematian korban, Dini Sera Afriyanti, bukan disebabkan oleh luka dalam yang dialami akibat dugaan penganiayaan oleh terdakwa. Sebaliknya, hakim menyimpulkan bahwa kematian korban disebabkan oleh konsumsi minuman beralkohol yang berlebihan. Hakim Erintuah menyatakan, "Kematian Dini bukan karena luka dalam pada hatinya. Tetapi, karena ada penyakit lain disebabkan minum-minuman beralkohol saat karaoke sehingga mengakibatkan meninggalnya Dini".

Keputusan majelis hakim untuk membebaskan Ronald Tannur telah menuai kritik keras dari berbagai pihak, terutama dari pihak kejaksaan. Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Mia Amiati, mengungkapkan kekecewaannya terhadap putusan tersebut. Ia menegaskan bahwa jaksa penuntut umum telah mengajukan tuntutan berdasarkan bukti visum, namun hal ini tampaknya diabaikan oleh majelis hakim.

Salah satu bukti kunci yang diabaikan adalah rekaman CCTV yang memperlihatkan tubuh korban terlindas mobil yang dikemudikan oleh terdakwa. Kepala Seksi Pidana Umum Kejari Surabaya, Ali Prakosa, menyoroti bahwa majelis hakim mengabaikan bukti penting ini. Bukti visum dan rekaman CCTV menjadi dasar utama bagi jaksa untuk mengajukan kasasi, mengingat kedua bukti tersebut tidak dijadikan pertimbangan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya.

Putu Arya Wibisana, Kepala Seksi Intelijen Kejari Surabaya, mengungkapkan bahwa ada dua hal utama yang menjadi pertimbangan hakim dalam memutuskan pembebasan terdakwa. Pertama, hakim menyimpulkan bahwa korban meninggal karena cairan alkohol yang ditemukan di dalam lambungnya. Kedua, tidak ada saksi yang secara langsung menyaksikan penganiayaan yang dilakukan terdakwa dan menyebabkan kematian korban.

Namun, pihak kejaksaan menekankan bahwa hasil visum menunjukkan adanya luka di bagian organ hati korban akibat benda tumpul. Selain itu, rekaman video CCTV juga dengan jelas memperlihatkan korban dilindas mobil yang dikemudikan oleh terdakwa. Meskipun tidak ada saksi mata langsung, jaksa berpendapat bahwa bukti CCTV seharusnya menjadi pertimbangan penting dalam kasus ini.

Putusan kontroversial ini telah memicu reaksi keras dari berbagai pihak, termasuk anggota DPR RI, khususnya dari Komisi III. Beberapa anggota DPR, seperti Habiburokhman, Ahmad Sahroni, Sufmi Dasco Ahmad, dan Rieke Diah Pitaloka, menyatakan kemarahan mereka dan berkomitmen untuk membantu keluarga korban.

Namun, sikap DPR, khususnya Komisi III, dalam kasus Ronald Tanur ini menimbulkan pertanyaan tentang konsistensi mereka dalam menyuarakan keadilan. Beberapa pengamat mencatat bahwa sikap serupa tidak ditunjukkan dalam kasus-kasus lain, seperti kasus Vina Cirebon, Afif Maulana, Pegi Setiawan, dan Saka Tatal. Bahkan dalam kasus Ferdi Sambo, di mana terpidana adalah anggota kepolisian, reaksi DPR tidak sekeras dalam kasus Ronald Tanur.

Komisi Yudisial (KY) telah mengambil langkah proaktif dengan menggunakan hak inisiatifnya untuk memeriksa majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang membebaskan Ronald Tannur. Mukti, perwakilan KY, menegaskan bahwa langkah ini bukan untuk menilai benar atau tidaknya vonis yang dijatuhkan, melainkan untuk menyelidiki kemungkinan adanya pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).

KY juga membuka kesempatan bagi publik untuk melaporkan dugaan pelanggaran kode etik hakim jika ada bukti-bukti pendukung. Hal ini memungkinkan kasus tersebut dapat ditindaklanjuti sesuai dengan prosedur yang berlaku. Langkah ini menunjukkan upaya untuk menjaga integritas sistem peradilan dan memastikan bahwa keadilan ditegakkan secara konsisten.

Komisi Yudisial (KY) telah mengambil langkah tegas dalam menanggapi kasus kontroversial yang melibatkan tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang memvonis bebas terdakwa Gregorius Ronald Tannur dalam kasus pembunuhan Dini Sera Afrianti. Respons KY ini mencakup proses pemeriksaan yang menyeluruh, dasar hukum yang digunakan untuk pemecatan, dan sanksi yang akhirnya dijatuhkan kepada para hakim tersebut.

KY memulai proses pemeriksaan setelah menerima laporan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) yang dilayangkan oleh keluarga Dini Sera, yakni ayah dan adiknya, yang didampingi kuasa hukum Dimas Yemahura. Mukti, juru bicara KY, menjelaskan bahwa setiap laporan yang masuk ke KY akan melewati proses administrasi terlebih dahulu, diikuti dengan analisis laporan dari hasil investigasi, dokumen, dan keterangan saksi yang ada.

Tim Investigasi KY telah melakukan pemeriksaan terhadap tiga hakim PN Surabaya di Pengadilan Tinggi Surabaya. Pemeriksaan ini berlangsung selama kurang lebih lima jam dan dilakukan secara menyeluruh, terutama terkait ada atau tidaknya pelanggaran selama proses sidang terhadap Ronald Tannur. Mukti Fajar Nur Dewata, anggota sekaligus Juru Bicara KY, menegaskan bahwa hasil pemeriksaan ini akan diumumkan dalam sidang pleno KY.

Selama proses pemeriksaan, KY juga mengumpulkan data terkait perkara tersebut. Namun, data yang telah dihimpun KY belum bisa disampaikan secara terbuka kepada publik karena bersifat tertutup. Ketua KY, Andi Samsan Nganro, mengungkapkan bahwa ada temuan baru yang didapatkan selama pemeriksaan, namun temuan tersebut masih perlu dikaji lebih lanjut sebelum memutuskan langkah selanjutnya.

Dasar Hukum Pemecatan

Keputusan KY untuk memecat ketiga hakim tersebut didasarkan pada sejumlah temuan penting. Joko, perwakilan KY, memaparkan bahwa para hakim terbukti membacakan fakta-fakta hukum dan pertimbangan hukum terkait unsur-unsur pasal dakwaan yang berbeda antara yang dibacakan di persidangan dengan yang tercantum dalam salinan putusan perkara Nomor 454/Pid.B/2024/PN.Sby.

Selain itu, para hakim juga membacakan pertimbangan hukum tentang penyebab kematian korban Dini Sera Afrianti yang berbeda dengan hasil visum et repertum, serta keterangan saksi ahli dr Renny Sumino dari RSUD Dr Soetomo. Yang lebih mengkhawatirkan, para hakim tidak pernah mempertimbangkan, menyinggung, atau memberikan penilaian tentang barang bukti berupa CCTV di area parkir basement Lenmarc Mall yang diajukan oleh penuntut umum dalam sidang pembacaan putusan.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, Majelis Sidang Pleno KY berpendapat bahwa pelanggaran yang dilakukan oleh para terlapor masuk dalam klasifikasi pelanggaran berat. Hal ini menjadi dasar hukum yang kuat bagi KY untuk menjatuhkan sanksi berat kepada ketiga hakim tersebut.

Setelah melalui proses pemeriksaan yang menyeluruh dan pertimbangan yang matang, KY akhirnya menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap (pemecatan) dengan hak pensiun kepada tiga hakim yang menjatuhkan vonis bebas kepada terdakwa Gregorius Ronald Tannur. Keputusan ini diambil dalam sidang pleno KY setelah mempertimbangkan semua bukti dan temuan yang ada.

Sanksi pemecatan ini merupakan bentuk tindakan tegas KY dalam menjaga integritas sistem peradilan di Indonesia. Keputusan ini juga sejalan dengan harapan keluarga korban yang meminta KY untuk memberikan rekomendasi terbaik, yakni penghentian hakim yang memeriksa perkara ini di PN Surabaya.

Dengan dijatuhkannya sanksi pemecatan ini, KY menunjukkan komitmennya dalam menegakkan keadilan dan memastikan bahwa para hakim menjalankan tugasnya sesuai dengan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Langkah tegas ini diharapkan dapat menjadi pembelajaran bagi para hakim lainnya dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan di Indonesia.

Kasus Ronald Tanur telah membuka mata publik terhadap kompleksitas sistem peradilan di Indonesia. Pembebasan terdakwa yang menuai kontroversi ini memiliki pengaruh besar pada kepercayaan masyarakat terhadap lembaga hukum. Tindakan tegas Komisi Yudisial dalam memecat tiga hakim yang terlibat menunjukkan upaya serius untuk menjaga integritas peradilan.

Langkah-langkah yang diambil Komisi Yudisial ini diharapkan dapat menjadi pelajaran berharga bagi para penegak hukum. Kasus ini juga menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam proses peradilan. peristiwa ini bisa menjadi momentum untuk melakukan perbaikan sistem hukum dan memulihkan kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan di Indonesia.

 

Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama