Momen Jokowi dan Prabowo Bersanding Naik Jip Pindad Cek Pasukan Apel Pengamanan Pelantikan Presiden-Wapres di Mako Brimob, Depok, Senin (14/10/2024). Foto: Kumparan |
Tipe Jokowi: The Man of Details
Jokowi, yang merupakan
mantan pengusaha sukses di bidang mebel sebelum terjun ke dunia politik,
memiliki keahlian luar biasa dalam merinci dan memahami detail dari setiap
kebijakan yang diambilnya. Seperti seorang "tukang kayu," ia
menyadari bahwa setiap hasil karya harus dikerjakan dengan teliti dan presisi.
Kemampuannya untuk mengeksekusi kebijakan secara efektif terlihat saat menjabat
sebagai Wali Kota Solo dan Gubernur DKI Jakarta. Ia dikenal sebagai sosok yang
terjun langsung ke lapangan, dengan gaya yang sering disebut
"blusukan," yang sampai saat ini identik dengan Jokowi.
Dalam kinerjanya,
Jokowi memastikan bahwa setiap program dan kebijakan yang dicanangkan dapat
berjalan dengan efektif. Misalnya, dalam program pembangunan infrastruktur, ia
tidak hanya mengeksekusi proyek besar, tetapi juga memperhatikan detail-detail
kecil yang sering diabaikan, seperti dampak sosial terhadap masyarakat
setempat, keberlanjutan proyek, dan efisiensi anggaran. Di era Jokowi ini,
masyarakat sering mendengar istilah "ganti untung," yang mencerminkan
bagaimana ganti rugi proyek infrastruktur diberikan dengan nominal yang layak.
Pendekatan yang detail-oriented ini telah terbukti berhasil; banyak program
infrastruktur sukses dilaksanakan meskipun menghadapi tantangan di lapangan.
Tak jarang, kita melihat Jokowi terbang ke berbagai daerah untuk memantau dan
meresmikan proyek-proyek yang digagasnya.
Tipe Prabowo: The Man of Ideas
Di sisi lain, Prabowo
Subianto dikenal sebagai sosok visioner dengan gagasan-gagasan besar. Sebagai
mantan jenderal dan pemimpin partai politik, Prabowo memiliki pandangan luas
tentang masa depan Indonesia. Dalam setiap pidatonya, ia tegas mengungkapkan
keinginan-keinginannya yang besar untuk Indonesia. Ia menyampaikan ide-ide
tentang pembangunan nasional, ketahanan pangan, dan pertahanan negara dengan
semangat dan keyakinan yang menginspirasi.
Gagasan-gagasan Prabowo
sering kali tidak hanya ambisius, tetapi juga menggugah kesadaran masyarakat
akan potensi yang dimiliki bangsa ini. Ia berupaya mengajak rakyat untuk
melihat Indonesia sebagai kekuatan besar di kancah dunia—sebuah visi yang
mungkin terlalu idealis bagi sebagian orang, tetapi penting untuk membangkitkan
semangat kebangsaan. Prabowo memiliki kemampuan untuk memotivasi orang-orang di
sekitarnya dengan visinya yang besar. Misalnya, saat mengusulkan program
ketahanan pangan, ia tidak hanya melihat aspek pertanian, tetapi juga mencakup
sektor industri dan teknologi. Ia meyakini bahwa untuk mencapai ketahanan
pangan yang sejati, Indonesia perlu berinvestasi dalam inovasi dan penelitian,
memperkuat sistem distribusi, dan meningkatkan keterampilan petani. Dengan cara
ini, Prabowo mengaitkan ide-ide besarnya dengan kebutuhan praktis masyarakat.
Struktur Pemerintahan: Jokowi Menyederhanakan,
Prabowo Mendetailkan
Perbedaan gaya
kepemimpinan antara Jokowi dan Prabowo juga tercermin dalam desain struktur
pemerintahan mereka. Jokowi cenderung menyederhanakan kementerian untuk
menciptakan efisiensi dan sinergi antar kementerian. Ia bahkan menghapus
struktur eselon 3 dan 4 di banyak kementerian dan lembaga, karena dianggap
kurang efektif dan lambat dalam mengeksekusi masalah. Selain itu, ia
menggabungkan beberapa kementerian, seperti Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat (PU-PR) dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
(LHK). Di era Presiden SBY, kedua kementerian tersebut adalah empat kementerian
yang berdiri sendiri-sendiri. Langkah ini memungkinkan Jokowi untuk
mengkoordinasikan berbagai program secara lebih efektif dan mengurangi tumpang
tindih dalam kebijakan. Sebagai sosok yang detail-oriented, ia tahu bagaimana
cara mensupervisi kementerian agar dapat bekerja dengan baik.
Sebaliknya, Prabowo
tampaknya lebih memilih untuk membentuk banyak kementerian baru dan badan-badan
pemerintah. Hal ini mencerminkan gaya politiknya yang akomodatif dan merangkul
banyak elemen politik. Struktur pemerintahan yang gemuk ini, selain didasarkan
pada alasan "pragmatis," menunjukkan keinginannya untuk memberikan
perhatian yang lebih besar pada isu-isu secara spesifik. Dengan memecah
kementerian besar menjadi beberapa kementerian teknis yang lebih kecil, Prabowo
bertujuan agar masing-masing menteri dapat fokus dalam mengurus dan
mengeksekusi masalah secara mendetail. Pendekatan ini memungkinkan Prabowo
menjaga gagasan dan ide-idenya agar dieksekusi secara detail. Banyaknya
kementerian juga memudahkan Prabowo dalam mengecek kinerja kementerian, karena
tanggung jawab antar kementerian menjadi lebih spesifik. Prabowo juga
menciptakan lebih banyak Kementerian Koordinator yang kemungkinan besar akan
diisi oleh orang-orang senior atau ketua umum partai politik yang memiliki
"power" lebih untuk mengawasi kinerja kementerian teknis di bawahnya.
Bagaimana Kedepannya?
Gibran, Wakil Presiden
yang juga mantan Wali Kota Solo, diharapkan dapat berperan signifikan dalam
mendukung Prabowo. Gibran, yang merupakan anak sulung Jokowi, dapat melengkapi
gaya kepemimpinan Prabowo dengan melihat eksekusi kebijakan secara lebih detail
dan terukur. Pengalamannya sebagai Wali Kota Solo dalam mengatasi persoalan
langsung masyarakat di daerah dengan pendekatan yang detail menjadi pelengkap
bagi gaya kepemimpinan Prabowo yang lebih bersifat makro.
Kolaborasi antara
Prabowo dan Gibran diharapkan dapat menciptakan keseimbangan antara visi besar
dan eksekusi detail. Prabowo, dengan gagasan-gagasan besarnya, perlu didukung
oleh Gibran yang memahami konteks lokal dan mampu mengawal kebijakan tersebut
menjadi solusi konkret di lapangan. Akankah hal ini terwujud di masa depan?
Mari kita saksikan bersama pasca 20 Oktober nanti.