Foto: Eks KBO
Satreskrim Polresta Kupang Kota, Ipda Rudy Soik, saat ditemui detikBali
beberapa waktu lalu.(Yufengki Bria/detikBali). |
"Masa saya hanya
pasang garis polisi terkait mafia minyak menggunakan barcode nelayan kok saya
disidang PTDH. Saya juga kaget dengan putusan ini, tapi tidak apa-apa, sebagai
warga negara yang taat terhadap aturan, maka saya ikuti prosesnya. Artinya
putusan itu belum bersifat final. PTDH itu juga adalah hal yang bagi saya
sangat menjijikkan," ujar Rudy saat dihubungi detikBali, Minggu
(13/10/2024).
Rudy mengaku dapat
tekanan selama proses sidang Komisi Kode Etik Profesi (KKEP) Polda NTT. Karena
adanya intimidasi itulah, Rudy berujar, dirinya memilih tak hadir saat sidang
putusan pada Jumat (11/10/2024) setelah menghadiri sidang pada Rabu
(9/10/2024).
Menurutnya, sidang itu
hanya menekankan pada proses pemasangan garis polisi yang dinilai melanggar
prosedur. Pimpinan sidang, Rudy berujar, tidak melihat rangkaian kasus
penyelidikan mafia BBM bersubsidi itu.
Garis polisi itu
dipasang Rudy dan sejumlah anggota polisi lainnya di rumah warga bernama
Algazali Munandar dan Ahmad Ansar di Kota Kupang, NTT. Keduanya diduga menimbun
BBM bersubsidi di tengah kelangkaan di Kupang. Bahkan, Ahmad adalah seorang
residivis dalam kasus serupa.
"Saya merasa
benar-benar ditekan dalam memberikan keterangan saat itu. Contohnya dalam
pemasangan garis polisi itu kan ada rangkaian ceritanya dari tanggal berapa dan
seterusnya, tetapi mereka justru paksa saya agar menceritakan hanya di tanggal
27 (Juni 2024)," urai mantan KBO Satreskrim Polresta Kupang Kota itu.
"Seharusnya komisi
sidang menanyakan kenapa saya memasang garis polisi, itu yang harusnya mereka
minta saya untuk menjelaskan, tapi saya sama sekali tidak diberikan ruang untuk
menjelaskan sampai akhir, jadi hanya berpatokan pada tanggal 27 itu,"
imbuh pria berusia 41 tahun itu.
Saat sidang, Rudy
diberikan kesempatan untuk menanyakan kepada Ahmad Ansar terkait kepemilikan
BBM yang ditampung dalam jumlah banyak. Kepada Rudy, Ahmad mengaku BBM ilegal
yang ditampung kemudian diberikan kepada Direktorat Kriminal Khusus
(Ditkrimsus) Polda NTT.
Rudy kemudian kembali
menanyakan sejumlah fakta kepada Algazali di dalam sidang. Algazali juga
mengaku pernah memberikan uang belasan juta kepada salah seorang polisi di
Polda NTT terkait kasus BBM itu. Namun, menurut Rudy, komisi sidang menilai hal
itu tidak perlu dibahas lebih jauh di dalam sidang karena dianggap sudah melebar
ke mana-mana.
"Itu pun saat saya kasih penjelasan, komisi sidang langsung melarang saya
dan mengatakan hei, kamu jangan melebar ke mana-mana. Ini artinya dalam sidang
tersebut mereka tidak melihat fakta dan konstruksi apa dalam kasus ini,"
beber pria berkaca mata itu.
Pada akhirnya, putusan
sidang KKEP menyatakan Rudy bersalah dan menyalahi prosedur dalam pemasangan
garis polisi. "Saya kan tanya, tolong perlihatkan kepada saya terkait
aturan yang sebetulnya dalam pemasangan garis polisi. Sehingga jelas,"
cecar Rudy.
Sebelumnya, Kabid Humas
Polda NTT, Kombes Ariasandy, membeberkan hasil sidang KKEP yang menjatuhkan
vonis PTDH terhadap Rudy.
Ariasandy menjelaskan
PTDH terhadap Rudy Soik didasari sidang KKEP yang diawali pada Rabu (9/10/2024)
sekitar pukul 10.00 Wita hingga pukul 17.00 Wita di ruangan Direktorat Tahti
Lantai II Polda NTT.
Rudy disangkakan
melanggar Pasal 13 Ayat (1), Pasal 14 Ayat (1) huruf b Peraturan Pemerintah
Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri Juncto Pasal 5 Ayat (1)
huruf b, c, Pasal 10 Ayat (1) huruf (a) angka (1) dan huruf d Perpol Nomor 7
Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi Polri dan Komisi Kode Etik Polri.
"Agenda sidang
yang dilaksanakan, yaitu pembacaan persangkaan, pemeriksaan saksi sebanyak enam
orang dan terduga pelanggar," jelas Ariasandy.
Sidang tersebut
dilanjutkan pada Jumat (11/10/2024) sekitar pukul 08.00 Wita dengan agenda
pembacaan tuntutan, penyampaian pembelaan oleh pendamping hukum terduga
pelanggar. Sidang diakhiri denan putusan sidang KKEP Polri Nomor: PUT/38/X/2024
tanggal 11 Oktober 2024 dengan menjatuhkan sanksi administrasi berupa PTDH dari
dinas Polri.
"Pada saat
pelaksanaan sidang KKEP secara in absensia karena pada saat sidang pembacaan
tuntutan, terduga pelanggar (Rudy Soik) meminta izin untuk tidak mengikuti
persidangan sehingga sidang tetap dilanjutkan tanpa kehadiran terduga pelanggar
sampai dengan selesai," tandas Ariasandy. *** detik.com