Nasib Guru di Tengah Janji Insentif dan Status ASN di Bawah Kepemimpinan Baru

Nasib Guru di Tengah Janji Insentif dan Status ASN di Bawah Kepemimpinan Baru



Suara Numbei News - Janji presiden terpilih, Prabowo Subianto terkait dengan tambahan insentif sebesar Rp 2 juta per bulan untuk guru menjadi angin segar. Janji tersebut diungkapkan jika ia terpilih pada saat mencalonkan presiden di pemilu beberapa bulan yang lalu.

Kabar rencana kenaikan gaji tersebut tervalidasi oleh penjelasan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Prof. Abdul Mu'ti pada Rabu, 30 Oktober 2024 Kawasan Jakarta Pusat. Beliau mengatakan bahwa rencana tersebut direncanakan akan terealisasi pada tahun 2025.

Namun, dalam hal ini tidak semua guru akan mendapatkan kenaikan gaji, melainkan hanya mereka yang memenuhi kualifikasi tertentu baik ASN ataupun honorer.

Menyoroti kabar tersebut, rencana kenaikan gaji tentu sangat pantas untuk guru, mengingat tidak meratanya penghasilan atau gaji guru, terutama guru dengan status honorer yang penghasilannya hanya ratusan ribu per bulan,

Sudah menjadi rahasia umum kesejahteraan guru di negara kita sangat memprihatinkan dan memilukan. Sampai menjadi ikon sebuah lagu berjudul “Oemar Bakri” karya Iwan Fals. Lirik yang mewakili deskripsi kesejahteraan guru.

 “…

Empat puluh tahun mengabdi

Jadi guru jujur berbakti

Memang makan ati

Oemar Bakri, Oemar Bakri

Banyak ciptakan menteri

Oemar Bakri

Profesor dokter insinyur pun jadi

Tapi mengapa gaji guru Oemar Bakri

Seperti dikebiri

…”

Lirik ini membuat hati kita pilu dan terbayang, sulitnya menjadi seorang guru. Tuntutan guru yang professional semakin tinggi namun harus berjuang memikirkan perut sendiri bahkan untuk keluarganya.

Belakangan ini viral sebuah video seorang guru honorer bernama Alvin Noviardi, asal Sukabumi Jawa Barat, yang sudah puluhan tahun mengabdikan diri di dunia pendidikan, namun sepulangnya mengajar ia sampai terpaksa menjadi pemulung.

Hal ini sangat mengiris hati. Ternyata profesi guru hanyalah sebuah profesi baginya, jauh dari mencukupi kebutuhan hidup yang layak sebanding pengabdiannya.

Ini hanya satu kasus dari ribuan nasib guru. Belum lagi potret-potret nasib guru lainnya yang tidak jauh beda. Termasuk penulis sendiri. Penulis mengawali karier sebagai guru honorer pada 2014 di salah satu sekolah negeri. Honor pertama saya hanya sebesar Rp. 11.000,00 per jam.

Bisa kita bayangkan gaji sebesar itu harus mencukupi untuk biaya transportasi, makan, dan kebutuhan lainnya. Apakah cukup?

Itu terjadi dulu, ketika tahun 2014. Lalu sekarang? Yaaah…tentu, tidak jauh beda, bukan? Tahun bertambah biaya hidup semakin meningkat. Gaji baru diumumkan untuk naik namun biaya kebutuhan hidup sudah merangkak naik lebih dulu.

Dalam keterbatasan gaji, tuntutan beban kerja, tekanan kebutuhan hidup, guru harus berjuang dan bertahan untuk berusaha menjalankan kewajibannya dalam mendidik, membina, mendampingi siswanya agar sukses meraih cita-citanya dalam keadaan selamat dan bahagia.

Bukan hanya kesejahteraan material bahkan kesejahteraan moril guru pun terusik dan terdzolimi oleh opini publik. Para netizen di berbagai media sosial begitu viral menghujat profesi guru, terutama terkait kecilnya gaji guru.

 “Jika ga mau gaji kecil, jangan jadi guru!” komentar ini pernah viral di media sosial. Wow….jika semua orang memiliki pemikiran seperti ini, apa yang akan terjadi pada negara kita jika tidak ada guru.

Untunglah, Presiden baru kita ‘Peka’ terhadap permasalahan ini. Janji yang pernah diungkapkan, akan direalisasikan pada tahun 2025. Mungkin rencana kenaikan gaji ini menjadi salah satu solusi terbaik bagi peningkatan kesejahteraan guru dan tentunya disambut bahagia oleh para guru.

Kebahagiaan guru tidak berlangsung lama, seperti api semangat yang membara tersiram air hujan es. Penjelasan dari mendikdasmen, Bapak Abdul Mu’ti terkait penambahan gaji sebesar Rp. 2 jt tidak diperuntukkan semua guru.

Awalnya banyak guru yang menggantungkan harapannya terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah baru di bawah kepemimpinan Bapak Abdul Mu’ti akan berdampak pada kesejahteraan guru. Terutama guru berstatus honorer.

Hal ini menimbulkan riak kecemasan bagi guru terutama guru berstatus honorer terkait nasib dan masa depannya. Semuanya menjadi serba tidak pasti.

Selain tambahan gaji Rp. 2 juta, sebetulnya kepastian status guru honorer menjadi ASN jauh lebih diharapkan. Melalui kebijakan yang lebih berpihak, pemerintah diharapkan memberikan peluang bagi guru honorer untuk diangkat menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

Pengangkatan ini tentunya tidak hanya memberikan kesejahteraan yang lebih baik bagi guru honorer, tetapi juga memberikan kepastian dalam karier mereka. Dengan menjadi ASN, para guru dapat memperoleh hak-hak yang lebih layak yang akan memacu untuk memiliki semangat lebih tinggi dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik.

Kebijakan pengangkatan ini akan menjadi bentuk apresiasi yang konkret dari pemerintah atas pengabdian para guru, serta diharapkan mampu meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia secara keseluruhan.

Dibandingkan memberikan tambahan gaji Rp. 2 juta, alangkah baiknya para guru tanpa kecuali dijadikan Aparatur Sipil Negara (ASN) dengan kesejahteraan yang layak, sehingga para guru fokus dalam mencapai tujuan nasional yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.

Guru tidak terbebani dengan kekhawatiran kekurangan sandang, pangan, dan papan, sehingga mereka berusaha meningkatkan kompetensi profesionalnya sebagai guru.

Ketika kemampuan professional guru meningkat, maka diharapkan mutu Pendidikan akan semakin meningkat pula.



 

Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama