Untuk guru honorer,
tunjangan yang diberikan memang meningkat, namun jumlahnya masih sangat minim.
Penambahan sebesar Rp500.000 ini hanya membuat total pendapatan mereka naik
dari Rp1,5 juta menjadi Rp2 juta per bulan, angka yang masih jauh dari cukup untuk
memenuhi kebutuhan hidup layak.
Sementara itu, untuk
guru ASN yang telah bersertifikasi, tunjangan disebut-sebut akan menjadi
sebesar satu kali gaji pokok. Namun, perlu diingat bahwa kebijakan ini
sebenarnya bukan hal baru, melainkan sudah berlaku sejak masa pemerintahan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Pada masa itu, hingga saat ini guru
ASN bersertifikasi memang telah menerima tunjangan profesi sebesar satu kali
gaji pokok sebagai bentuk penghargaan atas profesionalisme mereka. Dengan
demikian, klaim adanya penambahan gaji bagi guru ASN bersertifikasi pada
dasarnya tidak membawa perubahan nyata dalam kebijakan yang sudah berjalan.
Abu-abu Kesejahteraan Guru
Kesejahteraan guru di
Indonesia tampaknya masih berada di bawah bayang-bayang ketidakpastian. Hingga
saat ini, perjuangan guru untuk mencapai taraf hidup yang layak masih jauh dari
harapan. Mereka terus berjuang keras untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup,
sementara regulasi yang menjamin upah layak bagi profesi guru masih belum jelas
dan konkret.
Tidak adanya kebijakan
yang tegas dan menyeluruh tentang kesejahteraan guru mencerminkan lemahnya
perhatian negara terhadap mereka yang menjadi ujung tombak pendidikan. Meskipun
guru memegang peran krusial dalam membentuk generasi penerus bangsa,
penghargaan terhadap profesi ini masih jauh dari memadai. Banyak guru, terutama
guru honorer, yang harus hidup dalam keterbatasan ekonomi, meskipun tugas dan
tanggung jawab yang mereka emban semakin kompleks.
Situasi ini menciptakan
ironi yang menyakitkan: di satu sisi, guru diharapkan untuk mencurahkan seluruh
tenaga, pikiran, dan hati mereka demi mencerdaskan anak bangsa, namun di sisi
lain, mereka dibiarkan bergulat dengan beban hidup yang berat.
Ketidakjelasan regulasi
terkait upah layak bagi guru juga menimbulkan dampak sistemik. Guru-guru muda
yang potensial dan berbakat mungkin enggan untuk memilih profesi ini karena
kurangnya jaminan kesejahteraan. Hal ini pada akhirnya akan berdampak pada kualitas
pendidikan di masa depan.
Diperlukan langkah
nyata dari pemerintah untuk mengakhiri "abu-abu" ini. Negara harus
hadir dengan kebijakan yang jelas, adil, dan berpihak kepada guru, baik ASN
maupun honorer, dengan memastikan mereka mendapatkan penghargaan yang setara
dengan pengabdian dan tanggung jawab yang mereka emban. Sebab hanya dengan guru
yang sejahtera, pendidikan yang bermutu dapat terwujud.
Lentera Pengabdiannya dipaksa Tak Boleh Padam
Menjadi seorang guru
adalah panggilan jiwa, sebuah pengabdian mulia yang tak pernah mengenal kata lelah.
Banyak orang percaya bahwa profesi guru harus dijalani dengan penuh keikhlasan,
pengabdian, dan rasa syukur yang mendalam. Namun, di balik harapan ini,
terselip persoalan besar yang sering kali diabaikan: pengekangan terhadap
hak-hak dasar guru untuk hidup sejahtera.
Guru kerap dipandang
tidak pantas jika hidup dalam kebahagiaan yang melimpah, kesejahteraan yang
memadai, atau bahkan kekayaan. Dalam banyak pandangan, guru seolah hanya pantas
menjalani hidup yang serba pas-pasan, meskipun tuntutan pekerjaan mereka terus
meningkat. Mulai dari tanggung jawab membangun generasi bangsa, menghadapi
kompleksitas dunia pendidikan, hingga menjadi teladan moral, semua ini
dibebankan kepada mereka tanpa diimbangi dengan kesejahteraan yang layak.
Ironisnya, di tengah
beratnya beban yang dipikul, guru juga harus menghadapi ancaman baru dalam
dunia pendidikan. Ketegasan yang mereka tunjukkan dalam mendidik murid sering
kali disalahartikan, bahkan dapat berujung pada masalah hukum. Begitu mudahnya
seorang guru dilaporkan dan dijebloskan ke penjara hanya karena mencoba
mendisiplinkan muridnya. Hal ini menambah luka dalam perjuangan mereka,
menjadikan profesi guru semakin terasing dari penghargaan yang seharusnya
mereka terima.
Meski begitu, lentera
pengabdian guru dipaksa tidak boleh padam. Sudah seharusnya penghargaan atas
jasa mereka harus diwujudkan dalam bentuk yang nyata, bukan sekadar kata-kata
indah, atau harapan-harapan palsu belaka. Kesejahteraan guru bukan hanya hak, melainkan
juga kewajiban bagi bangsa ini. Sebab bagaimana mungkin pendidikan akan maju
jika mereka yang berdiri di garis terdepan pendidikan sendiri tidak dihargai
dan tidak hidup layak?