Kemudian ini menjadi
pertanyaan, apa yang terjadi terhadap literasi dalam pendidikan di Indonesia?
Bagaimana dan mengapa hal tersebut bisa terjadi?
Indeks Pembangunan Literasi Masyarakat (IPLM) dan
Tingkat Kegemaran Membaca (TGM)
Perpustakaan Nasional
Republik Indonesia (Perpusnas RI), mencatat tingkat Indeks Pembangunan Literasi
Masyarakat (IPLM) di Indonesia pada tahun 2024 lalu mencapai skor 73,52
melampai target 71,4 dan hasil pada tahun 2023 berada di angka 69,42.
Indikator IPLM dihitung
dalam 6 unsur-unsur pembangunan literasi (UPLM), pemerataan layanan
perpustakaan, ketersediaan koleksi, ketersediaan tenaga kerja, tingkat
pemberdayaan perpustakaan, ketersediaan perpustakaan ber-SNP, dan Tingkat
keterlibatan dan partisipasi dalam sosialisasi perpustakaan.
Walau telah melibatkan
174 ribu responden dari 514 kabupaten/kota, yang harus digarisbawahi adalah
apakah pemerintah daerah (Pemda) telah optimal dan efektif dalam menjalankan
roda peningkatan literasi di daerahnya?
Beberapa pemerintah
daerah khususnya kota dan kabupaten di Indonesia acap kali kurang memperhatikan
kualitas pengembangan literasi di daerahnya. Kurangnya anggaran perpustakaan
dan kualitas pustakawan yang rendah menjadi permasalahan mengapa pengembangan
literasi tidak optimal. Bahkan terkadang anggaran yang diberikan pemerintah
daerah tidak cukup dan harus mencari dukungan dari pihak lain untuk menjalankan
kewajibannya.
Pada aspek lain
Perpusnas juga mencatat Tingkat Kegemaran Membaca (TGM) nasional tahun 2024
mencapai 72,44, mencapai kategori sedang dan melampaui target 71,3 serta
capaian tahun lalu sebesar 66,7.
Dikutip dari GoodStats,
Indikator penilaian TGM dibagi menjadi 5 penilaian, frekuensi membaca
per-minggu, durasi/lama membaca, jumlah buku yang dibaca per-triwulan,
frekuensi akses internet per-minggu, dan durasi/lama akses perhari.
Data diatas memang
lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya, namun hal yang menjadi sorotan kali ini
adalah bagaimana masyarakat mampu memahami bacaan dengan baik. Di era
post-truth, dimana segala sesuatu dikonsumsi dengan daya tarik emosi dan
kepercayaan pribadi mencerminkan bagaimana kualitas literasi masyarakat
Indonesia.
Hari ini di era digital
informasi menyebar begitu cepat, manusia dapat menjadi dokter bagi dirinya
sendiri tanpa perlu mencari dokter untuk menyembuhkan penyakitnya. Artinya apa?
daya kritis masyarakat Indonesia akan informasi yang kredibel cenderung lemah
dan mudah percaya dengan hoax. Hal ini menandakan bahwa ada yang salah dalam
pendidikan literasi di negara kita.
Banyaknya tingkat
pengangguran di Indonesia juga salah satunya disebabkan karena lemahnya
literasi, yang menyebabkan masyarakat kurang berdaya saing dan kurang
pengetahuan dan penerapan dalam berbagai bidang di dunia kerja.
Mengapa Keadaan ini bisa terjadi?
Penulis membagi
penyebab lemahnya pendidikan literasi dalam 4 poin:
Latar Belakang Keluarga yang Kurang
Berpendidikan
Dalam hal pendidikan
orang tua berperan penting dalam mendidik anaknya khususnya di bidang literasi.
Ibu sebagai madrasah pertama sang anak perlu memberikan contoh yang baik bagi
anaknya. Ibu yang senang membaca menghadirkan anak yang senang membaca pula
begitupun sebaliknya.
Kurikulum Pendidikan yang Belum
Efektif
Dalam upaya strategis
memberikan pendidikan yang efektif kepada murid, pemerintah harus mengetahui
apa yang menyebabkan pendidikan kurang mempengaruhi peningkatan literasi pada
murid, apakah sistem kurikulum yang salah atau kualitas guru yang lemah.
Kurangnya Kesejahteraan Pendidik
Pendidik merupakan aset
berharga untuk mencetak generasi-generasi unggul, sehingga kesejahteraan
pendidik perlu diperhatikan. Pendidik merupakan orang dibalik kesuksesan suatu
negara, kualitas sumber daya manusia yang baik tak jauh dari seorang pendidik
yang baik pula. Apabila pendidik telah dipandang sebagai pekerjaan yang berjasa
dan sejahtera semakin banyak juga masyarakat yang ingin menjadi seorang
pendidik.
Pendidik disini kami
garisbawahi karena dalam keberlangsungan pendidikan yang bisa menjadi pendidik
bukan hanya guru, orang tua, komunitas hingga organisasi dapat berperan sebagai
pendidik.
Alokasi Anggaran terhadap
Pendidikan yang Belum Efektif
Terkadang masyarakat
yang tidak mengenyam pendidikan dengan baik salah satu alasannya bukan karena
mereka tidak ingin bersekolah, namun untuk memenuhi kebutuhan hidupnya saja
sulit, bagaimana jika harus menempuh pendidikan pula. Akses pendidikan berupa sekolah,
seragam, bacaan buku pun sulit mereka dapatkan, yang akhirnya berdampak pada
kurangnya motivasi untuk belajar karena sarana prasarananya tidak mendukung.
Alokasi anggaran juga
tak lupa harus mensejahterakan guru khususnya guru honorer, banyak guru yang
harus mencari pekerjaan lain karena gaji guru yang kurang untuk membiayai
kebutuhan mereka sehari-hari, selain itu kesejahteraan mereka juga berdampak
pada bagaimana kualitas guru dalam mendidik, apakah mereka mendapatkan
pelatihan guru? apakah peralatan mengajar mereka cukup? yang kemudian ini perlu
diperhatikan agar pendidikan dapat berjalan efektif.
Lalu apa yang solusi yang dapat dilakukan
pemerintah?
Belajar dari sistem
pendidikan salah satu negara maju di Asia, China, Menurut Yudi dkk, dalam
Jurnal "Manajemen Pendidikan di Negara Cina" Mereka menerapkan "Adult
Education" (Non Formal), Pendidikan orang dewasa.
Dalam Undang-Undang
Pendidikan Republik Rakyat Tiongkok (diadopsi pada bulan Maret 1995), jelas
ditekankan bahwa: “Negara menerapkan sistem pendidikan orang dewasa. Negara
mendorong pengembangan berbagai bentuk pendidikan orang dewasa untuk
memungkinkan semua warga negara untuk menerima pendidikan profesional dan
seumur hidup yang sesuai dibidang teknologi, ilmu pengetahuan, budaya, ekonomi
dan politik. Sistem pendidikan seumur hidup harus dibangun dan ditingkatkan
selangkah demi selangkah.
Dalam Keputusan
Reformasi dan Pengembangan Pendidikan Orang Dewasa (dikeluarkan pada bulan Juni
1987), jelas ditunjukkan bahwa: “Pendidikan orang dewasa adalah bagian penting
dari keseluruhan penyebab pendidikan".
Sistem pendidikan orang
dewasa ini dapat menjadi langkah strategis untuk menciptakan pendidik-pendidik
yang berkualitas bagi generasi yang mendatang. Dengan ini, orang dewasa dapat
memberikan pengajaran yang baik kepada anak-anaknya karena telah memiliki
beragam kemampuan literasi dan kompetensi yang dapat mereka tularkan ke
anak-anak mereka. Jika para orang dewasa telah terdidik, tak begitu sulit untuk
mendidik generasi yang akan datang.
Diluar itu, Guru-guru
di cina juga sangat diperhatikan kesejahteraannya, dimana gaji guru 10% lebih
besar dari pegawai biasa. Guru di Cina mendapatkan gaji sebesar 3.000 sampai
5.000 yuan setiap bulannya, setara dengan 3,6 juta - 6 juta.
Di akhir pembahasan,
penulis berharap penuh dalam perbaikan sistem pendidikan di Indonesia. Berbagai
permasalahan yang telah dijabarkan harus segera diatasi demi keberlangsungan
negara yang masyarakatnya literat dan memiliki mutu pendidikan yang tinggi. Karena
solusi dari penyebab rendahnya literasi diatas adalah kejujuran dan kompetensi
pemerintah dalam dunia pendidikan.