Kualitas Literasi : Cermin Redupnya Mutu Pendidikan di Indonesia?

Kualitas Literasi : Cermin Redupnya Mutu Pendidikan di Indonesia?



Suara Numbei News - Literasi merupakan keterampilan seseorang dalam memahami informasi dan pengetahuan, hingga mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Budaya literasi dalam ranah pendidikan di Indonesia tergolong belum cukup dalam menciptakan bibit-bibit unggul. Kami akan membedah lebih dalam apa yang menjadi permasalahan dalam 3 hal, ditandai dengan alokasi anggaran kepada pendidikan yang belum tepat sasaran, kurangnya pemberdayaan pendidik dan mutu pendidikan yang belum baik.

Kemudian ini menjadi pertanyaan, apa yang terjadi terhadap literasi dalam pendidikan di Indonesia? Bagaimana dan mengapa hal tersebut bisa terjadi?

Indeks Pembangunan Literasi Masyarakat (IPLM) dan Tingkat Kegemaran Membaca (TGM)

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas RI), mencatat tingkat Indeks Pembangunan Literasi Masyarakat (IPLM) di Indonesia pada tahun 2024 lalu mencapai skor 73,52 melampai target 71,4 dan hasil pada tahun 2023 berada di angka 69,42.

Indikator IPLM dihitung dalam 6 unsur-unsur pembangunan literasi (UPLM), pemerataan layanan perpustakaan, ketersediaan koleksi, ketersediaan tenaga kerja, tingkat pemberdayaan perpustakaan, ketersediaan perpustakaan ber-SNP, dan Tingkat keterlibatan dan partisipasi dalam sosialisasi perpustakaan.

Walau telah melibatkan 174 ribu responden dari 514 kabupaten/kota, yang harus digarisbawahi adalah apakah pemerintah daerah (Pemda) telah optimal dan efektif dalam menjalankan roda peningkatan literasi di daerahnya?

Beberapa pemerintah daerah khususnya kota dan kabupaten di Indonesia acap kali kurang memperhatikan kualitas pengembangan literasi di daerahnya. Kurangnya anggaran perpustakaan dan kualitas pustakawan yang rendah menjadi permasalahan mengapa pengembangan literasi tidak optimal. Bahkan terkadang anggaran yang diberikan pemerintah daerah tidak cukup dan harus mencari dukungan dari pihak lain untuk menjalankan kewajibannya.

Pada aspek lain Perpusnas juga mencatat Tingkat Kegemaran Membaca (TGM) nasional tahun 2024 mencapai 72,44, mencapai kategori sedang dan melampaui target 71,3 serta capaian tahun lalu sebesar 66,7.

Dikutip dari GoodStats, Indikator penilaian TGM dibagi menjadi 5 penilaian, frekuensi membaca per-minggu, durasi/lama membaca, jumlah buku yang dibaca per-triwulan, frekuensi akses internet per-minggu, dan durasi/lama akses perhari.

Data diatas memang lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya, namun hal yang menjadi sorotan kali ini adalah bagaimana masyarakat mampu memahami bacaan dengan baik. Di era post-truth, dimana segala sesuatu dikonsumsi dengan daya tarik emosi dan kepercayaan pribadi mencerminkan bagaimana kualitas literasi masyarakat Indonesia.

Hari ini di era digital informasi menyebar begitu cepat, manusia dapat menjadi dokter bagi dirinya sendiri tanpa perlu mencari dokter untuk menyembuhkan penyakitnya. Artinya apa? daya kritis masyarakat Indonesia akan informasi yang kredibel cenderung lemah dan mudah percaya dengan hoax. Hal ini menandakan bahwa ada yang salah dalam pendidikan literasi di negara kita.

Banyaknya tingkat pengangguran di Indonesia juga salah satunya disebabkan karena lemahnya literasi, yang menyebabkan masyarakat kurang berdaya saing dan kurang pengetahuan dan penerapan dalam berbagai bidang di dunia kerja.

Mengapa Keadaan ini bisa terjadi?

Penulis membagi penyebab lemahnya pendidikan literasi dalam 4 poin:

Latar Belakang Keluarga yang Kurang Berpendidikan

Dalam hal pendidikan orang tua berperan penting dalam mendidik anaknya khususnya di bidang literasi. Ibu sebagai madrasah pertama sang anak perlu memberikan contoh yang baik bagi anaknya. Ibu yang senang membaca menghadirkan anak yang senang membaca pula begitupun sebaliknya.

Kurikulum Pendidikan yang Belum Efektif

Dalam upaya strategis memberikan pendidikan yang efektif kepada murid, pemerintah harus mengetahui apa yang menyebabkan pendidikan kurang mempengaruhi peningkatan literasi pada murid, apakah sistem kurikulum yang salah atau kualitas guru yang lemah.

Kurangnya Kesejahteraan Pendidik

Pendidik merupakan aset berharga untuk mencetak generasi-generasi unggul, sehingga kesejahteraan pendidik perlu diperhatikan. Pendidik merupakan orang dibalik kesuksesan suatu negara, kualitas sumber daya manusia yang baik tak jauh dari seorang pendidik yang baik pula. Apabila pendidik telah dipandang sebagai pekerjaan yang berjasa dan sejahtera semakin banyak juga masyarakat yang ingin menjadi seorang pendidik.

Pendidik disini kami garisbawahi karena dalam keberlangsungan pendidikan yang bisa menjadi pendidik bukan hanya guru, orang tua, komunitas hingga organisasi dapat berperan sebagai pendidik.

Alokasi Anggaran terhadap Pendidikan yang Belum Efektif

Terkadang masyarakat yang tidak mengenyam pendidikan dengan baik salah satu alasannya bukan karena mereka tidak ingin bersekolah, namun untuk memenuhi kebutuhan hidupnya saja sulit, bagaimana jika harus menempuh pendidikan pula. Akses pendidikan berupa sekolah, seragam, bacaan buku pun sulit mereka dapatkan, yang akhirnya berdampak pada kurangnya motivasi untuk belajar karena sarana prasarananya tidak mendukung.

Alokasi anggaran juga tak lupa harus mensejahterakan guru khususnya guru honorer, banyak guru yang harus mencari pekerjaan lain karena gaji guru yang kurang untuk membiayai kebutuhan mereka sehari-hari, selain itu kesejahteraan mereka juga berdampak pada bagaimana kualitas guru dalam mendidik, apakah mereka mendapatkan pelatihan guru? apakah peralatan mengajar mereka cukup? yang kemudian ini perlu diperhatikan agar pendidikan dapat berjalan efektif.

Lalu apa yang solusi yang dapat dilakukan pemerintah?

Belajar dari sistem pendidikan salah satu negara maju di Asia, China, Menurut Yudi dkk, dalam Jurnal "Manajemen Pendidikan di Negara Cina" Mereka menerapkan "Adult Education" (Non Formal), Pendidikan orang dewasa.

Dalam Undang-Undang Pendidikan Republik Rakyat Tiongkok (diadopsi pada bulan Maret 1995), jelas ditekankan bahwa: “Negara menerapkan sistem pendidikan orang dewasa. Negara mendorong pengembangan berbagai bentuk pendidikan orang dewasa untuk memungkinkan semua warga negara untuk menerima pendidikan profesional dan seumur hidup yang sesuai dibidang teknologi, ilmu pengetahuan, budaya, ekonomi dan politik. Sistem pendidikan seumur hidup harus dibangun dan ditingkatkan selangkah demi selangkah.

Dalam Keputusan Reformasi dan Pengembangan Pendidikan Orang Dewasa (dikeluarkan pada bulan Juni 1987), jelas ditunjukkan bahwa: “Pendidikan orang dewasa adalah bagian penting dari keseluruhan penyebab pendidikan".

Sistem pendidikan orang dewasa ini dapat menjadi langkah strategis untuk menciptakan pendidik-pendidik yang berkualitas bagi generasi yang mendatang. Dengan ini, orang dewasa dapat memberikan pengajaran yang baik kepada anak-anaknya karena telah memiliki beragam kemampuan literasi dan kompetensi yang dapat mereka tularkan ke anak-anak mereka. Jika para orang dewasa telah terdidik, tak begitu sulit untuk mendidik generasi yang akan datang.

Diluar itu, Guru-guru di cina juga sangat diperhatikan kesejahteraannya, dimana gaji guru 10% lebih besar dari pegawai biasa. Guru di Cina mendapatkan gaji sebesar 3.000 sampai 5.000 yuan setiap bulannya, setara dengan 3,6 juta - 6 juta.

Di akhir pembahasan, penulis berharap penuh dalam perbaikan sistem pendidikan di Indonesia. Berbagai permasalahan yang telah dijabarkan harus segera diatasi demi keberlangsungan negara yang masyarakatnya literat dan memiliki mutu pendidikan yang tinggi. Karena solusi dari penyebab rendahnya literasi diatas adalah kejujuran dan kompetensi pemerintah dalam dunia pendidikan.

 


Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama