Dengan demikian,
pasangan nomor urut 1 Willybrodus Lay-Vicente Hornai Gonsalves belum bisa
diikutsertakan dalam pelantikan serentak yang akan berlangsung 20 Februari 2025
mendatang.
Saat membacakan putusan
dismissal, hakim MK Saldi Isra mengatakan dengan dilanjutkannya perkara PHPU
Bupati Belu maka selanjutnya para pihak akan mengajukan saksi dan atau ahli dan
juga bukti-bukti. “Sidang selanjutnya tanggal 7 sampai 17 Februari. Silakan
mengajukan saksi dan atau ahli sehari sebelum sidang dan apa keterangan yang
mau disampaikan,” kata Saldi.
Sebelumnya dalam sidang
dengan agenda pemeriksaan pendahuluan, Bernard Sakarias Anin selaku kuasa hukum
Pemohon dalam permohonannya mendalilkan calon Wakil Bupati Belu Vicente Hornai
Gonsalves tidak jujur terkait riwayat hidupnya yang pernah dijatuhi pidana
penjara berdasarkan Pasal 332 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
dengan ancaman hukuman selama tujuh tahun.
Pemohon menyebut,
Vicente Hornai Gonsalves seharusnya tidak bisa berpasangan dengan Willybrodus
Lay sebagai peserta Pilbup Belu. Vicente Hornai Gonsalves pernah melakukan
tindak pidana kekerasan seksual (TPKS) terhadap anak, sebagaimana tercantum
dalam Putusan Pengadilan Negeri Atambua Nomor 186/PID/B/2003/PN.ATB tanggal 17
Januari 2004.
Namun, Vicente Hornai
Gonsalves tidak jujur dalam pemenuhan persyaratan administrasi calon pasangan
bupati dan wakil bupati Kabupaten Belu. Padahal, pelaku tindak pidana kekerasan
seksual terhadap anak menjadi salah satu mantan terpidana yang tidak
diperbolehkan mencalonkan diri dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada).
Persyaratan calon
kepala daerah diatur dalam Pasal 7 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 10
Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun Tahun 2015
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada). Dalam
Pasal 7 ayat (1) UU Pilkada dijelaskan 21 syarat yang harus dipenuhi calon
kepala daerah, salah satunya pada huruf g adalah “tidak pernah sebagai
terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap atau bagi mantan terpidana telah secara terbuka dan jujur mengumumkan
kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana”.
Selanjutnya, dalam Bab
Penjelasan Pasal 7 ayat (1) huruf g UU Pilkada dijelaskan ihwal ‘mantan
terpidana’. Mantan terpidana adalah orang yang sudah tidak ada hubungan baik
teknis maupun administratif, kecuali mantan terpidana bandar narkoba dan
terpidana kejahatan seksual terhadap anak.
“Tidak menyampaikan
kepada KPU merupakan mantan narapidana, tidak mengumumkan, dan kejahatan
merupakan kejahatan seksual yang secara mutlak tidak bisa mencalonkan,” ujar
Bernard di Ruang Sidang Panel 3, Gedung 1 MK, Jakarta, pada Selasa (14/1/2025)
lalu.
Dalam petitumnya,
Pemohon meminta MK membatalkan Keputusan KPU Kabupaten Belu Nomor 384 Tahun
2024 tentang Penetapan Pasangan Calon Peserta Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati
Belu Tahun 2024 sepanjang menyangkut penetapan pasangan calon Willybrodus
Lay-Vicente Hornai Gonsalves. Selanjutnya, Pemohon meminta agar Mahkamah
membatalkan Keputusan KPU Kabupaten Belu Nomor 746 Tahun 2024 tentang Penetapan
Hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Tahun 2024 tertanggal 5 Desember 2024.
Kemudian menetapkan
pasangan calon nomor urut 2, Taolin Agustinus-Yulianus Tai Bere sebagai
pemenang Pilbup Kabupaten Belu. Lalu, memerintahkan KPU Kabupaten Belu untuk
menerbitkan surat keputusan penetapan Taolin Agustinus-Yulianus Tai Bere
sebagai bupati dan wakil bupati Belu terpilih tahun 2024.
“Atau setidak-tidaknya, memerintahkan pemungutan suara ulang di seluruh TPS se-Kabupaten Belu tanpa mengikutsertakan pasangan calon nomor urut 1 atas nama Willybrodus Lay-Vicente Hornai Gonsalves karena tidak memenuhi syarat calon,” tandas Jermias L. M. Haekase selaku kuasa hukum Pemohon lainnya. (rnc) *** rakyatntt.com